Mohon tunggu...
Wiwit Agustiana
Wiwit Agustiana Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Bekerja di Universitas Paramadina. Olahraga dan seni tari . Bergerak dan diam akan mematikan .

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Negara Kaya Ini Perlu Upaya Diversifikasi Daging

14 November 2013   09:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:11 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_301716" align="aligncenter" width="632" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Potensi sumber daya Indonesia yang sangat luas membuat masyarakat di negara ini terkena virus modernisasi yang cukup menyesatkan.Sebagai negara agraris dengan kekayaan hasil alam yang melimpah ternyata negara ini belumdapat memenuhi kebutuhan pangan yang sempurna di dalam negeri dan masih harus mengimpor dari negara lain.Masyarakat menuntut untuk selalu dapat memenuhi kebutuhannya dengan cepat dan instan. Sikap tersebut didasarkan pada daya hidup masyarakat perkotaan yang lebih memilih dan mengonsumsi makanan di luar rumah, baik itu pada warung makan atau restoran. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak lagi dapat mengusahakan sendiri apa kebutuhannya dan berakibat pada terkikisnya sektor pertanian dan peternakan dalam negeri.

Saat ini masyarakat menengah ke atas masih banyak yang mengonsumsi daging, sedangkan ikan lebih banyak dikonsumsi masyarakat menengah ke bawah. Ikan dikonsumsi 33 kilogram (kg) per kapita per tahun. Jauh lebih tinggi dibanding konsumsi daging sapi yang kurang dari lima kg per kapita per tahun. Angka ini termasuk dalam kategori rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Meskipun konsumsinya rendah, Indonesia memerlukan setidaknya 448.000 ton daging sapi per tahun. Dari jumlah tersebut, 30 persen dari kebutuhan konsumsi daging dalam negeri masih harus diimpor. Padahal sebagai negara yang juga kaya akan sumber daya manusia seharusnya dapat melakukan swasembada pangan sendiri karena dengan swasembada Indonesia tentunya dapat mengurangi praktik impor daging secara besar-besaran.

Praktik impor daging sapi yang sebelumnya dimaksudkan hanya sekedar menyambung kebutuhan daging, ternyata dapat berpotensi mengganggu usaha agribisnis sapi potong dan menguras devisa yang besar. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena dapat meningkatkan ketergantungan terhadap negara lain dan mengancam kedaulatan bangsa dalam posisi tawar percaturan politik dunia yang semakin lemah. Berbagai penyakit juga dapat ditimbulkan dari konsumsi daging secara berlebihan seperti peningkatan risiko kanker usus besar, poros usus dan jenis kanker lainnya.

Dari berbagai pemaparan tersebut, pengembangan diversifikasi konsumsi pangan dalam hal ini diversifikasi daging diperlukan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan baik secara langsung maupun secara tidak langsung dari konsumsi daging. Diversifikasi konsumsi daging ini juga dapat mengurangi efek pengolahan daging terhadap lingkungan. Upaya ini bertujuan untuk mencari solusi alternatif dan membuat sistem penghematan anggaran negara akibat praktik impor daging. Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia ditegaskan dalam Undang-Undang Pangan nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan dan PP nomor 68 tahun 2002 tentang ketahanan pangan. Ketahanan pangan adalah kondisi pemenuhan kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah dan mutunya, aman, merata dan terjangkau (BBKP, 2003). Hasil kajian menunjukkan persediaan pangan yang cukup secara nasional pun terbukti tidak menjamin perwujudan ketahanan pangan pada tingkat wilayah (regional), rumah tangga atau individu.

Upaya membangun diversifikasi pangan telah dilaksanakan sejak tahun 60-an. Dalam perjalanannya, tujuan diversifikasi konsumsi pangan lebih ditekankan sebagai usaha untuk menurunkan tingkat konsumsi beras, karena diversifikasi konsumsi pangan hanya diartikan pada penganekaragaman pangan pokok. Selanjutnya, program diversifikasi konsumsi pangan dilakukan secara parsial baik dalam konsep, target, wilayah dan sasaran, tidak dalam kerangka diversifikasi secara utuh.

Diversifikasi konsumsi pangan pada dasarnya memperluas pilihan masyarakat dalam kegiatan konsumsi sesuai dengan cita rasa yang diinginkan dan menghindari kebosanan untuk mendapatkan pangan dan gizi agar dapat hidup sehat dan aktif. Hal ini dipengaruhi oleh daya beli masyarakat, pengetahuan, ketersediaan, dukungan kebijakan dan faktor sosial budaya. Secara implisit, upaya diversifikasi konsumsi pangan dapat diidentikkan dengan upaya perbaikan gizi untuk mendapatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang mempu berdaya saing dengan negara-negara lain.

Diversifikasi daging dalam hal ini dapat menjadi salah satu solusi alternatif untuk membuat sistem penghematan anggaran negara akibat praktik impor daging yang dilakukan karena rendahnya ketersediaan atau pasokan daging dibandingkan dengan tingkat kebutuhan konsumsi daging nasional. Meluangkan satu hari selama 24 jam tanpa daging dalam setiap minggunya merupakan gerakan yang dimaksudkan sebagai upaya mengakhiri penyembelihan sedikitnya enam juta makhluk hidup di seluruh dunia setiap jamnya untuk konsumsi daging. Mengganti konsumsi daging dengan konsumsi ikan tidak akan menghilangkan pemenuhan kebetuhan gizi tubuh kita karena mutu protein ikan setara dengan mutu protein yang terdapat pada daging dan ikan juga mempunyai kandungan zat gizi lain yang mudah diserap oleh tubuh dan tidak terdapat pada daging.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun