Sekolah merupakan sebuah tempat berproses dalam hal mendapatkan pendidikan berupa ilmu pengetahuan dan karakter bagi anak-anak yang disebut sebagai peserta didik/siswa dengan bimbingan dan arahan seorang guru. Sedangkan menurut KBBI V, sekolah merupakan suatu bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran. Di dalam lingkungan pendidikan tersebut, tentunya seorang peserta didik akan bertemu banyak peserta didik lainnya yang berasal dari latar belakang, gender, agama, maupun ras yang berbeda. Meskipun demikian, seharusnya keberagaman tersebut bukanlah sebuah hal yang dapat menjadikan sebuah alasan untuk tidak bersatu sebagaimana arti semboyan negara kita yakni "Berbeda-beda tetapi tetap satu juga"dimana saling menghargai satu sama lainnya dalam sebuah perbedaan. Akan tetapi dalam kenyataannya, perbedaan dari aspek-aspek tersebut atau bahkan tanpa adanya sebab yang diketahui pun tidak mengurungkan tindakan pengucilan teman sebaya yang dilakukan oleh kelompok tertentu terhadap seorang peserta didik lainnya terjadi.
Tindakan pengucilan sosial merupakan suatu jenis pembullyan dalam bentuk non-verbal menurut Riauskina (2005, dlm. Syaodih et.al 2017). Pembullyan tersebut dilakukan dengan menyerang psikologis korban seperti mengabaikan/mengecualikan keberadaan, pendapat, hingga menganggap korban tidak berguna di dalam kelompok tersebut. Jenis pembullyan/perisakan ini terkesan sulit terdeteksi sebab tidak nampak secara kasat mata seperti pembullyan secara fisik bagi pihak luar yang hendak melerainya, melainkan dapat terlihat saat pasca-pembullyan tersebut terjadi dari perubahan sifat dan perilaku si korban yang terkesan berbanding terbalik dengan sebelumnya seperti menjadi sosok yang lebih pemurung, penyendiri, dan tidak percaya diri. Perisakan non-verbal ini dikategorikan sebagai jenis perisakan yang berat dan berbahaya sebab merusak mental si korban hanya dengan melalui sorot mata pelaku yang sinis dan terkesan merendahkan.
Sehingga hal ini pun dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang singkat maupun berkepanjangan, dampak singkatnya berupa munculnya perasaan gelisah, stres hingga depresi yang dapat menggoyahkan prestasi peserta didik di sekolahnya seperti enggan untuk masuk sekolah, kehilangan minat dan motivasi dalam mengejar prestasi, menurunnya nilai rapor, bahkan munculnya pemikiran untuk bunuh diri. Dalam sebuah proses belajar seorang peserta didik dikatakan berhasil apabila terdapat perubahan yang signifikan. Jika seorang peserta didik mendapatkan dukungan penuh dari berbagai pihak ketika berproses, maka minat belajar dan hasrat mengejar prestasi tumbuh dalam dirinya. Sebab rasa minat merupakan sebuah modal penting dalam upaya meraih kesuksesan dalam belajar dan menggapai prestasi yang diharapkan, sejalan dengan pendapat Dalyono (2007, dlm. Juniarti et.al 2015) yang menyatakan bahwa minat merupakan sebuah keinginan yang timbul secara murni dari sanubari seseorang karena adanya keinginan atau daya tarik untuk mencapai apa yang diminatinya itu. Lalu bagaimana jika rasa minat dalam diri seorang peserta didik hilang karena dampak dikucilkan oleh teman sebayanya? Tentu rasa minat dan semangat mencapai apa yang diminatinya itu akan terganggu sebab ia tidak fokus dan malah sibuk memikirkan keadaan yang tengah ia alami dan berakhir tidak maksimal dalam belajar yang kemudian berpengaruh pada pencapaian nilainya di dalam rapor.
Sedangkan dampak berkepanjangannya yakni si korban akan memiliki trauma yang terus menggerogoti pikiran dalam rentang waktu yang tak dapat ditentukan, selalu beranggapan negatif terhadap teman baru, sulit menaruh kepercayaan kepada orang baru dan masih banyak lagi. Dari sebuah data penelitian Borualogo et.al (2019) menyebutkan, bahwa peserta didik bergender perempuan lah yang rentan mengalami perisakan sejenis ini, yakni sebanyak 23,8% peserta didik perempuan dari 27 Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang pernah mengalami perisakan non-verbal ini. Meskipun dari data demikian yang menonjol adalah korban perisakan bergender perempuan, tidak dapat dipungkiri bahwa peserta didik bergender laki-laki pun mengalaminya yakni sebesar 22,5% siswa di daerah yang sama mengalami hal serupa.
Jika memposisikan diri sebagai korban yang mengalami pengucilan tentunya kita membutuhkan pertolongan berupa dukungan dari berbagai pihak seperti teman, keluarga, guru, dan lingkungan yang dapat mengangkat kita dari keterpurukan. Dukungan sosial yang berasal dari sosok teman sebaya tentunya sangat berpengaruh terhadap tindakan agresif korban bullying yakni mencapai angka 31,6% menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2015, dlm. Riani 2021). Dengan adanya dukungan ini si korban seakan memiliki seseorang yang berada di pihaknya, merasa dimengerti, dan dihargai. Meskipun persentase dukungan teman terbilang cukup besar, dukungan yang berasal dari keluarga lah yang paling utama. Mengapa demikian? Sebab seorang anak pertama kali mengenal dan menghadapi dunia berawal dari lingkungan keluarga terlebih dahulu. Maka dari itu peran orang tua berupa kedekatan emosional sangat dibutuhkan dalam proses pemulihan mental seorang peserta didik sehingga ia mampu kembali menghadapi dan mengatasi permasalahan yang mengganggu fokus belajar dirinya dengan cara yang semestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Asran, E. A. dan Djamhoer, T. D. (2021). Pengaruh Dukungan Teman Sebaya terhadap Tingkat Depresi pada Korban Perundungan. Bandung Conference Series: Psycology. 1(1).1-6.Â
Borualogo, I. S. dan Gumilang, E. (2019). Kasus Perundungan Anak di Jawa Barat: Temuan Awal Children's Worlds Survei di Indonesia. PSYMPATHIC: Jurnal Ilmiah Psikologi. 6(1). 15-30.
Juniarti, N., Bahari, Y., dan Riva'ie, W. (2015). FAKTOR PENYEBAB MENURUNNYA HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN SOSIOLOGI DI SMA. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Khatulistiwa. 4(2). 1-11.
Riani. (2021). Pentingnya Dukungan untuk Korban Bullying (E-book). Jakarta: Pustaka Taman Ilmu. Tersedia di iPusnas dapat diakses melalui https://webadmin-ipusnas.perpusnas.go.id .Â
Syaodiha, E. dan Handayani, H. (2017). Developing Assertive Ability of Young Children as a Countermeasure Effort for Bullying Behaviour. ATLANTIS PRESS : Advances in Social Science, Education and Humanities Research (ASSEHR). Vol. 58. 163-168.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H