Mohon tunggu...
Wiwin Fitriyani
Wiwin Fitriyani Mohon Tunggu... -

Mahasiswi yang tingkat moody nya tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ingkar

9 September 2011   06:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:07 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



Sebarkan luka untuk beberapa wanita. Memainkan topeng dalam nyata dan maya. Puja-puji untuk sang dewi disamping mu secara realitas. Tapi kau juga senang menggoda yang lain diluar batas. Aku mengetahui dalam penglihatan indigo ku saja, yang jelas-jelas sudah terbaca.


Diam.


Siap siagamu seperti sekadar pencitraan semata. Kau rayu aku untuk nafsumu. Bahkan aku jadi terlelap jauh. Sempat kau bilang ini sebuah cinta, tapi berulangkali kau menghempaskannya. Serahkan janji dan gombalisasi untuk sang dewi, menikmati hari diujung pelangi. Terkesan, namun aku tetap mengeluh tentang rasa kehilangan. Aku marah jika alasan mu bersamaku untuk sebuah belas kasihan. Tanpa terduga kau bermain dalam pembenaran. Tak ada pertanyaan hanya saja nurani ku terus menjamah andai kata suatu saat kau bilang ingin berpisah.


Diam.


Datanglah seorang wanita muda. Kau bermesraan lewat dunia maya. Tak ada rasa sungkan disana. Entah apa yang dilakukannya sekarang. Coba membunuh waktu luang, katanya. Sekadar menghibur, katanya. Mereka bermain dikotak ajaib itu. Tak ada lampu dan memaksa untuk saling tau. Lantas saja mereka hanya mengucap kata. Tak hentinya seperti pasangan yang jatuh cinta. Sempat wanita itu bilang "aku putuskan untuk mundur dan tenggelam", karena takut dengan sang dewi yang sudah siap menghadang. Lain hal nya bagi dia, tetap ingin bertahan untuk sebuah pencitraan. Lagi-lagi mereka pun kembali secara diam-diam, tak lagi menghindar. Biarkan.


Diam.


Aku senang untuk hal ini, karena tak perlu mencaci maki. Aku sang dewi selayaknya aku berbaik hati, membiarkan pasangannya pergi dengan wanita imajinasi. Sekelebat tersenyum menghampiri aku yang kian hari semakin tahu. Ada sesuatu dibalik itu. Aku hanya menunggu. Si Bangsat memecah gelas ketiganya, melepaskan kejujuran hatinya. Pilih dia untuk jadi istri tercinta. Walaupun aku telah mau untuk ditawar  menjadi pelampiasannya saja, tak apa. Setidaknya aku tau rahasianya.


Diam.

Nyatanya tak bisa ku bohongi, aku mulai merasa ditusuk duri. Lebih dari itu. Rasanya sangat bermaksud begitu. Merengkuh. Pantat ku mulai ingin kentut, tepatnya diwajahmu yang seperti burung perkutut. Tak bisa lagi ku pegang tanganmu. Ini waktu sudah memburu, mengejar ke dalam kamar. Cengeng. Semua berjalan cepat bahkan dalam waktu yang singkat. Kalau saja kepuasan kelamin yang kau cari, aku malah mencari kepuasan rohani. Aku bukan bodoh karena aku bukan keledai. Bila saja aku serahkan diri karena aku ingin menikah di 2012 nanti. Nyatanya begini, itu cuma mimpi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun