Ada diskusi singkat di sebuah blog yang saya baca beberapa waktu lalu. Diskusi ini sebenarnya menanggapi artikel tentang bahasa berjudul “Komedian?” yang dimuat Kompas beberapa bulan lalu. Artikel yang ditulis oleh Kurnia JR tersebut menarik. Ia, dalam pemahaman saya, menyayangkan degradasi semantik kata “pelawak” menjadi “komedian”.
Akan tetapi, bukan itu yang menyentil saya untuk membuat tulisan ini. Komentar-komentar diskusi di bawah artikel tersebutlah yang mencuri perhatian saya. Demikian cuplikannya:
A: Bagaimana dengan comic? Istilah ini sering digunakan di salah satu stasiun tv untuk jenis lawak tunggal.
B: Itu lebih parah lagi. Stasiun tvnya ga peduli bahasa :)
C:Comic memang bukan dari bahasa kita. Mau tak mau bahasa Indonesia menyerapnya atau membuat padanannya. “Pelawak tunggal” bisa juga jadi padanan. Kalau kepanjangan bisa disingkat “penggal”. :))
Saat pertama membaca komentar tersebut, saya kemudian berpikir, apa yang salah dengan kata “comic”?
Dalam stand up comedy, parapesertanya memang dipanggil dengan sebutan comic. Nah, di sini mungkin ada kekeliruan persepsi sehingga memunculkan diskusi seperti di atas. Ketika menonton acara tersebut dan mendengar kata comic, apa yang terlintas dalam pikiran sebagian besar kita? Apakah itu cerita bergambar yang sering kita baca? Apakah benar stasiun televisi yang menyiarkannya keliru memilih diksi?
Saya yakin ini tidak ada hubungannya dengan kekeliruan memilih diksi. Kesalahpahaman tersebut bisa jadi disebabkan karena kita lebih akrab dengan istilah komedian atau pelawak untuk menyebut orang yang melucu di panggung atau televisi. Sementara, kata comic (komik, dalam bahasa Indonesia) cenderung diasosiasikan dengan rangkaian cerita bergambar yang dilengkapi dengan tulisan untuk memperjelas gambar yang disajikan, entah dalam bentuk komik karikatur, komik strip, atau buku komik. Oleh karena itu, begitu mendengar kata comic yang ditujukan untuk menyebut orang, hal itu terdengar aneh di telinga kita. Padahal jika merujuk ke makna katanya dalam bahasa Inggris, penggunaan kata comic di situ sudah tepat.
Dalam The Free Dictionary, ada dua makna kata comic yang mengacu ke noun (kata benda), yaitu:
-a comedian (komedian)
-a person whose behavior elicits laughter (orang yang perilakunya memancing tawa)
Dari referensi lain, jika kita lihat Thesaurus Bahasa Inggris, sinonim pertama untuk comic adalah comedian. Jadi, comic yang dimaksud dalam acara tersebut adalah komedian, bukan komik (cerita bergambar). Semoga ini mencerahkan. ^_^
Melanjutkan apa yang ditulis oleh Kurnia Jr. dalam artikelnya, satu hal yang perlu dikritisi adalah kecenderungan bahasa yang dinamis mengikuti budaya dan tren. Inilah yang membuat kosakata bahasa Indonesia semakin banyak dan beragam, baik dari hasil serapan maupun bentukan kata (atau pasangan kata) baru sebagai padanan terhadap kata tertentu dalam bahasa asing.
Kondisi tersebut menimbulkan terjadinya pergeseran atau peralihan penggunaan kata. Misalnya, seperti yang ditulis oleh Kurnia JR, kecenderungan menggunakan kata “komedian” untuk menggantikan “pelawak”. Jika penggunaan kata comic dalam stand up comedy sudah mulai menular dan menular, tidak menutup kemungkinan kata comic juga akan diserap ke dalam bahasa Indonesia dan dipakai untuk menyebut orang yang melucu di panggung atau televisi.
Jika benar itu terjadi, kira-kira kata comic akan diserap menjadi kata apa? Komik? Atau komikus? Kedua kata itu sudah lekat pada maknanya masing-masing. Jika dilekatkan pada makna yang berbeda, apakah dapat berterima? Hhmmm ... [mungkin] halai-balai bila dipaksakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H