Mohon tunggu...
Wina Ramadhani
Wina Ramadhani Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Bercita-cita untuk terus membaca.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Self-Sabotage, Perilaku Menunda yang Merugikan Diri

12 Juli 2021   11:40 Diperbarui: 15 Juli 2021   03:30 836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Self-Sabotage|Sumber: Ketut Subiyanto, pexels.com

Sekarang ini, kita sudah tidak lagi asing dengan pembicaraan yang terkait dengan kesehatan mental atau berbagai urusan terkait psikologi. 

Salah satu di antaranya yang sekarang mulai dibahas oleh banyak orang adalah self-sabotage. Beberapa orang mengenal istilah ini dengan prokastinasi atau mental blok.

Self-sabotage ini merupakan perilaku yang biasa dilakukan oleh banyak orang dan terkait erat dengan kata "malas" dan menunda-nunda pekerjaan. Bahkan, pada beberapa kasus, terkadang seseorang berperilaku self-sabotage dan berdalih self-care.

Menunda kewajiban seperti pekerjaan atau tugas dan memilih melakukan hal yang lebih menyenangkan. Memilih membuka media sosial, padahal ada setumpuk buku yang perlu dibaca. 

Melakukan cheating pada sedang dalam program diet. Inilah bentuk-bentuk dari self-sabotage yang akhirnya membuat individu tidak mampu mencapai tujuan awal yang telah disusun sebelumnya.

Kenapa Kita Sering "Menunda"?

Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, terkadang banyak dari kita menggunakan kata self-care atau self reward untuk dapat melakukan kemalasan. 

Padahal, hal tersebut adalah perilaku self-sabotaging. Alasan dari perbuatan ini tidak hanya satu, ada banyak alasan yang dapat membuat seseorang sering kali melakukan self-sabotage.

Berdasarkan PositivePsychology.com, dikatakan bahwa setidaknya ada 5 alasan seseorang melakukan self -sabotage.

  • Menghindari konflik

Sadar atau tidak sadar, sebagian dari kita menghindari "konflik" saat melakukan self-sabotage atau mengundur-undur sesuatu. Ada perasaan malas untuk menghadapi tantangan dan rintangan baru saat mengerjakan kewajiban.

  • Modeling/Pemodelan

Bisa jadi, saat kamu kecil dahulu, kamu didik untuk banyak berhati-hati terhadap semua hal yang kamu lakukan. 

Namun, peringatan untuk hati-hati ini terkadang tidak baik sehingga membuat seseorang justru takut melakukan banyak hal karena takut akan kegagalan. Oleh karena itu, peringatan untuk "berhati-hati" tidak boleh dilakukan secara berlebihan.

  • Penolakan atau Pengabaian

Siapa yang tidak pernah mengalami penolakan atau diabaikan? Tentu semua orang pernah. Nah, ini juga merupakan salah satu hal yang membuat seseorang sering kali menunda-nunda untuk melakukan progres di dalam hidupnya. 

Rasa takut terhadap penolakan dan diabaikan memupuk rasa takut dalam diri.

  • Adaptif Menuju Maladaptif

Kebanyakan dari kita akan melakukan upaya untuk "bertahan" dalam tantangan. Misalnya, saat sedang menganggur, kita mencoba untuk tetap sabar menghadapi penolakan dari perusahaan. Mencoba untuk tetap bisa beraktivitas. Namun, upaya bertahan ini kemudian menjadi berlanjut menjadi sebuah upaya yang merugikan karena terlalu nyaman dengan keadaan "bertahan".

  • Trauma

Hampir sama dengan menghindari konflik, adanya trauma atas segala kegagalan atau rasa tidak nyaman menghadapi tantangan membuat seorang individu lebih condong untuk menahan diri dan menutup diri dari hal-hal yang sebetulnya dapat membawanya pada kesuksesan.

Bagaimana Menghindari Self-Sabotage?

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan apabila seseorang telah menyadari bahwa hal-hal yang dilakukan atau pikiran yang ada dalam kepalanya merupakan bentuk dari self-sabotage. Hal ini mungkin dapat membantu untuk bisa kembali pada kebiasaan baik dan mencapai target.

  • Mengetahui kelebihan diri

Sering kali individu yang melakukan self-sabotage ini merasakan bahwa dirinya tidak dapat memperoleh pencapaian yang sukses. Oleh karena itu, ia mengundur segala sesuatu yang harus dilakukan karena merasa tidak akan dapat melakukannya dengan maksimal.

Oleh karena itu, hal terbaik yang bisa dilakukan adalah mengetahui kelebihan diri sendiri. Ini dapat membantu kita mencintai diri sendiri dan lebih menaruh perhatian pada hal-hal yang perlu dicapai.

  • Mengetahui skala prioritas

Susunlah kembali skala prioritas. Hal apa yang akan dilakukan dan yang paling penting. Bukan tidak mungkin untuk melakukan self-care atau menghibur diri. Namun, sebaiknya pisahkan mana yang menjadi prioritas dan bersifat hiburan. Susunlah jadwal keseharian. Buatlah target harian, bulanan, hingga tahunan.

Ini dapat dijadikan alat ukur, seberapa besar niatmu agar semua tujuan tercapai. Jangan sampai target ini disusun dengan melihat pencapaian orang lain dan justru menjadi toxic. Susun skala prioritas yang membawa perkembangan pada diri sendiri.

Sudah saatnya kita menyadari apa saja tindakan self-sabotage yang telah kita lakukan? Terlalu banyak binge watching padahal ada buku bermanfaat yang bisa dibaca. Terlalu sering bermain game, padahal ada skripsi yang harus diselesaikan. Terlalu banyak tiduran, padahal ada laporan kerja yang harus disusun.


Sumber: satu, dua, tiga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun