Mohon tunggu...
Wina Ramadhani
Wina Ramadhani Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Bercita-cita untuk terus membaca.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Memaknai Rasanya Diabaikan dalam "Mirai no Mirai"

17 Mei 2021   12:09 Diperbarui: 22 Mei 2021   02:02 1730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Animasi Mirai no Mirai. Sumber: IMDb.com

Kun adalah tokoh utama dalam animasi berdurasi satu setengah jam yang disutradarai oleh Mamoru Hosuda yang berjudul “Mirai”. Ia adalah seorang kakak laki-laki berumur empat tahun yang mulai belajar menerima kehadiran seorang adik perempuannya. 

Kun dikisahkan sebagai seorang anak laki-laki yang sebelum kedatangan adiknya, hanya tinggal bersama ibu, ayah, dan anjingnya.

Di satu hari, bersamaan dengan turunnya salju, ibu dan ayah Kun pulang setelah beberapa hari pergi. Mereka pulang bersama seorang bayi kecil, adik Kun yang baru saja lahir. 

Pada perjumpaannya yang pertama dengan adiknya itu, Kun merasa sangat takjub melihat sosok mungil tersebut. Kedua orang tua Kun menyampaikan pesan-pesan seperti “Kamu harus bisa melindunginya” dan “Bersikaplah dengan lembut padanya.”

Kehidupan yang berbeda dirasakan Kun sehari setelah kedatangan bayi kecil yang diberi nama Mirai. Ayahnya mulai mengurusi pekerjaan-pekerjaan rumah yang tidak mudah, sedangkan ibunya fokus pada Mirai. 

Kun menolak disodori makanan oleh ayahnya, ia berkali-kali memanggil sang ibu untuk mendapat perhatian. Di hari-hari pertama ini, Kun sudah melihat perubahan sikap dari ibunya. Ibunya kian fokus mengganti popok, menidurkan adiknya, dan memberi susu. Sementara, rasa rindunya pada kedua orang tuanya yang baru saja beberapa hari pergi itu pun belum terbalaskan.

Sumber: imdb.com
Sumber: imdb.com

Karena kehadiran Mirai, fokus sang ayah pun ikut teralihkan. Ayah Kun mendapat tugas untuk fokus belajar dan mengurusi hal-hal domestik. Karenanya, Kun juga tidak bisa merasakan perhatian dari sang ayah. Ia kehilangan perhatian dari kedua orang tuanya.

Begitulah, hingga Kun merasakan dirinya diabaikan dan cemburu pada perhatian lebih yang diberikan oleh ibu dan ayahnya pada Mirai, sedangkan dirinya diabaikan. Ia mulai mengacak-acak mainannya, dan menjadi rewel, hingga “mengganggu” Mirai dan membuat adik perempuannya itu menangis.

Kun tidak pernah bisa mengatakan bahwa ia cemburu atau ia merasa diabaikan oleh orang-orang sekitarnya yang semakin fokus pada Mirai. Ia hanya bisa melakukan hal-hal yang dianggap sebagai “kenakalan” oleh orang-orang dewasa untuk mendapatkan kembali perhatian dan kasih sayang yang dahulu tertuju hanya untuknya.

Melalui film animasi Jepang berjudul “Mirai” ini, penonton disuguhkan perasaan dan sudut pandang seorang anak yang belajar menjadi “kakak”. 

Penonton disuguhkan bagaimana seorang “Kakak Kecil” menangkap kasih sayang yang tidak lagi utuh untuknya, kenalakan yang dibuat untuk mendapat perhatian, hingga proses belajar untuk bisa berbagi dan memberi kasih sayang pada adik barunya.

Sejatinya, seorang anak dalam masa perkembangan tentu saja masih perlu perhatian dari orang tua dan lingkungan sekitarnya. Anak-anak juga tentu saja punya perasaan dan bisa merasa diabaikan serta kehilangan. 

Namun, mereka akan berlatih dan belajar. Sebagai orang tua, tentu saja perlu mengetahui, belajar, dan memahami perubahan sikap seorang anak yang memiliki adik baru.

Sumber: imdb.com
Sumber: imdb.com

Dalam “Mirai no Mirai”, Kun mengalami proses belajar melalui alam bawah sadarnya. Ia bertemu dengan “Mirai” di masa depan. Pada pertemuannya ini, ia belajar memahami dan menyayangi Mirai sebagai adiknya. Ia tidak lagi merasa bahwa Mirai adalah saingannya dalam memperebutkan kasih sayang.

Hal baik yang dapat dilihat dari film ini adalah bahwa kedua orang tua Mirai memang merasa marah dan lelah melihat kenakalan yang mulai dilakukan oleh Kun, tetapi mereka tidak membentak, memaki, atau bahkan memukul Kun. 

Berbeda dengan realita kehidupan di masyarakat yang sering kali membentak, melabeli “nakal”, bahkan hingga memukul anak-anaknya. Menggunakan kekerasan atau berperilaku kasar pada anak yang belajar membagi kasih sayang dengan adiknya akan membentuk pribadi baru yang kasar dan pemarah pada anak. Sehingga, ini akan menjadi hal yang buruk pada masa depan anak.

Film ini adalah salah satu animasi yang pantas untuk ditonton mulai dari anak-anak hingga orang dewasa untuk ikut merasakan kesedihan Kun karena telah diabaikan dan harus berbagi kasih dengan adiknya. 

Pada film ini, penonton juga bisa memahami proses belajar dan bekembang anak. Pada orang tua, film ini membantu memahami dan belajar memahami anak-anak mereka. 

Pengabaian dan kehilangan tentu merupakan hal yang tidak menyebalkan, oleh karena itu setiap orang perlu memahami dan belajar untuk bersikap adil pada setiap anak, bahkan dalam urusan kasih sayang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun