Baru kemarin saya mengajak adik-adik sepupu untuk menonton Helen Keller. Sebuah film mengenai seoang anak kecil yang buta, tuli, dan bisu sejak ia kecil. Adik-adik saya ternyata pernah membaca cerita ini di buku kursus bahasa Inggris mereka. Awalnya saya hanya ingin mereka mencari perbedaan pada cerita dan film, tapi saya justru mempunyai sesuatu di kepala yang ingin ditulis. Film ini saya rekomendasikan pada pembaca untuk ditonton agar bisa mencontoh banyak hal baik di dalamnya.
Helen Keller adalah kisah yang nyata. Ia berhasil belajar dan bahkan lulus dari perguruan tinggi pada tahun 1905. Helen dikenal sebagai seorang advokat untuk orang-orang yang menderita bisu dan tuli. Keberhasilan Helen ini adalah berkat dari jeri payah gurunya yang bernamaÂ
Anne Sullivan, tentu saja juga dipengaruhi oleh keinginan Hellen untuk belajar. Saya takjub dengan Anne Sullivan, guru Helen yang punya tekat serta keyakinan yang kuat bahwa Helen merupakan anak yang pintar dan mampu mengerti bahasa.
Pada masa itu, saya yakin teknologi seperti alat bantu dengar atau teknik operasi yang baik untuk orang tuli dan buta belum ditemukan. Itulah kenapa orang tua Helen yang kaya bahkan tidak menemukan solusi yang tepat untuk Helen dan membiarkan Helen terjerat dalam ketidaktahuannya serta "kenakalan". Keadaan Helen sangat parah, ia memberontak, menghancurkan barang, bahkan menyakiti orang lain jika tidak mendapat hal yang ia inginkan.
Anne Sulivan dalam film yang berjudul "The Miracle Worker" terbitan Disney dikisahkan sebagai salah satu pelajar terbaik di kampusnya, namun ia dikenal tidak punya kesabaran dan sedikit pemarah. Anne punya cerita hidup yang cukup kelam, juga hampir kehilangan kemampuan melihatnya, itulah mengapa ia menggunakan kacamata hitam.Â
Selain itu, itulah yang membuatnya mempunyai tekat yang kuat akan sesuatu perubahan yang lebih baik. Satu hal yang patut dijadikan contoh dari Anne Sullivan dan metode mengajarnya adalah, mengenalkan anak mengenai hal yang benar dan salah terhadap hal telah dilakukan.
Penonton bisa melihat di beberapa bagian pada film, bahwa orang tua dan orang sekeliling Hellen sering kali memberikan Helen permen atau makanan jika Helen bertindak kasar. Satu-satunya cara yang dilakukan oleh keluarga Hellen untuk membutnya tenang dan tidak mengacau keadaan adalah membiarkan Hellen melakukan apapun yang ia mau.Â
Bagi Anne Sullivan, ini adalah cara yang salah. Anne menegaskan pada orang tua Hellen bahwa Helen tidak boleh mendapatkan "hadiah" dalam bentuk permen atau makanan jika ia melakukan kesalahan. Ini dikatakan Anne pada orang tua Helen sesaat setelah Helen menusuk tangan Anne dengan pulpen.
Anne bersikukuh untuk memberikan hukuman pada anak kecil yang melakukan kesalahan dan tidak meoleransinya agar anak seperti Helen terus berkembang dan mengerti hal yang benar dan salah. Inilah yang patut dicontoh oleh para orang tua. Mungkin para orang tua harus berhenti untuk memberi ponsel yang dilengkapi internet pada anak mereka yang menangis karena permintaannya tidak dipenuhi. Atau memberikan si kecil mainan padahal ia baru saja memukul kakaknya karena tidak dipinjami barang yang ia minta.
Ibu dan Ayah Helen, sering kali tidak tega jika anaknya ditindak tegas oleh Anne Sullivan. Mereka sering menggunakan kata "itu bukan hal yang serius" atau "dia masih anak-anak" untuk menoleransi perbuatan tidak baik yang dilakukan Helen.Â
Para orang tua baiknya belajar bersabar dan bersikap tegas walaupun di dalam hati sedih dan tidak tega jika melihat anak menangis karena mendapat hukuman. Namun, hal yang perlu diingat adalah bahwa anak, tidak akan belajar jika ia tidak mendapat konsekuensi atas kesalahan yang ia lakukan. Ibu dan ayah sebaiknya belajar bersabar dan tegas agar anak menjadi pribadi yang lebih baik.
Setelah anak mengetahui mengenai hal yang hal dan konsekuensinya, orang tua juga harus bisa belajar memberikan apresiasi terhadap hal-hal kecil dan perbuatan baik yang telah dilakukan anak. Seperti Anne Sullivan yang memberikan susu dan kue pada Hellen karena ia sudah mau menyebutkan kata yang harus ia eja ketika ia lapar, bukan memberontak. Anne sering kali menunjukkan bentuk kasih sayang pada Helen jika Hellen sudah mengerti apa yang ia ajarkan, seperti pelukan.
Anak sejatinya butuh merasakan bahwa ia dihargai dan disayangi oleh orang tua dan sekitarnya. Maka berilah apresiasi, bentuk kasih sayang, atau bahkan hadiah pada anak atas segala hal baik yang ia lakukan. Semisal memuji anak setelah ia dengan sepenuh hati membereskan tempat tidur setelah bangun. Atau memberikan anak hadiah atas pencapaian dan kerajinannya dalam belajar. Apresiasi yang ditunjukkan orang tua ini akan memberikan stimulasi pada anak untuk terus bersikap baik dan melakukan hal baik.
Film Helen Keller atau ceritannya merupakan salah satu film yang wajib dibaca atau ditonton oleh para orang tua. Selain memang film karena ia bagus dan menggugah, ia memberikan kita banyak pelajaran untuk menghargai dan mengenal apa yang salah dan benar, terutama untuk mengajarkan pada anak. Keteguhan Anne Sullivan adalah keteguhan yang wajib diserap oleh semua orang tua untuk terus bersemangat dalam mendidik anak. Terutama, mungkin jika orang tua juga memiliki anak kecil yang keadaannya sama seperti Helen Keller.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H