Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Anies Baswedan dan PDIP Saling Membutuhkan

23 Agustus 2024   07:56 Diperbarui: 23 Agustus 2024   13:13 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: tribunnews.com

Anies Baswedan dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) adalah dua pihak yang "teraniaya" di Pilkada Jakarta 2024. Anies Baswedan ramai-ramai ditinggalkan oleh partai politik, bahkan oleh partai politik pengusungnya di Pilpres 2024 lalu.

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Nasional Demokrat (Partai Nasdem), yang semula mendukung Anies Baswedan, ketiganya balik badan meninggalkan dan kemudian bergabung dengan partai-partai politik yang tergabung dengan KIM (Koalisi Indonesia Maju).

Anies Baswedan termangu sendirian. Tak ada partai politik yang mau mendekati dan mengusungnya di Pilkada Jakarta 2024. Termasuk partai politik Islam yang sangat dekat secara ideologi dengannya.

Begitu pula dengan PDIP. Ketika partai-partai politik lain di luar KIM dirangkul dan diajak bergabung, PDIP ditinggal sendirian. Bahkan PDIP dibiarkan tidak memiliki teman koalisi satu pun. Hal itu membuat PDIP tidak bisa mencalonkan dan mengusung cagub/cawagub (calon gubernur/calon wakil gubernur).

Itu situasi sebelum keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024, Selasa 20 Agustus 2024 lalu. Putusan MK tersebut memungkinkan partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi minimal 22 kursi di DPRD Daerah Khsusus Jakarta bisa mencalonkan dan mengusung cagub/cawagub.

Putusan MK tersebut kemudian sempat mau "diselewengkan" oleh Baleg (Badan Legislatif) DPR RI. Baleg DPR membuat RUU (Rancangan Undang-undang) Pilkada yang tidak linier dengan putusan MK tersebut

RUU Pilkada yang disusun Baleg DPR akan menimbulkan implikasi bahwa PDIP di Pilkada Jakarta misalnya tetap tidak akan bisa mencalonkan cagub/cawagub (sendiri). Anies Baswedan yang digadang-gadang akan diusung partai berlambang banteng dengan moncong putih itu pun praktis tetap tidak akan bisa maju di Pilkada Jakarta.

Apa yang dilakukan Baleg DPR tersebut kemudian menimbulkan kemarahan dan gelombang aksi demonstrasi mahasiswa dan masyarakat di berbagai tempat pada hari Kamis, 22 Agustus 2024.

Menilik situasi yang memanas tersebut membuat DPR kemudian memberi pernyataan bahwa mereka akan membatalkan RUU Pilkada dan akan ikut putusan MK.

Dengan begitu situasi kembali "berpihak" kepada PDIP dan Anies Baswedan. Artinya PDIP bisa mencalonkan cagub/cawagub sendirian, kendati tanpa ada partai politik lain yang ikut bergabung. Anies Baswedan juga kembali berpeluang bisa diusung oleh PDIP jika partai besutan Megawati itu memang menginginkannya.

Rumor Anies Baswedan akan diusung PDIP memang berhembus cukup kencang. Baik sebelum atau sesudah keluarnya putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024.

Anies Baswedan dan PDIP dalam hal ini memiliki nasib yang sama, yakni "dijegal" dan "dikucilkan" oleh partai-partai politik yang tergabung dalam KIM Plus.

Anies Baswedan memang bukan kader PDIP. Sehingga beberapa pihak di internal PDIP memberi syarat kepada Anies Baswedan harus jadi kader PDIP jika mau diusung oleh PDIP di Pilkada Jakarta.

Namun beberapa pihak lain seperti sekjen PDIP Hasto Kristiyanto misalnya menyebut Anies tidak perlu jadi kader PDIP kendati maju sebagai cagub di Pilkada Jakarta melalui PDIP.

Hasto menegaskan syarat yang harus dipenuhi Anies jika ingin diusung PDIP adalah memilki komitmen yang mencerminkan seorang kader PDIP seperti berpihak kepada rakyat, berpandangan negarawan, hingga tidak berpihak kepada golongan tertentu.

Akan tetapi sesungguhnya bukan hanya Anies Baswedan yang butuh dukungan PDIP untuk maju di Pilkada Jakarta. PDIP pun sesungguhnya membutuhkan seorang Anies Baswedan.

PDIP memang memiliki banyak kader untuk dimajukan sebagai cagub di Pilkada Jakarta. Sebut saja misalnya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Kemudian ada juga nama Jarot Saepul Hidayat, Rano Karno, Hendrar Prihadi, dan lain-lain.

Namun dalam hal ini nama-nama di atas tidak memiliki elektabilitas sebesar atau setinggi Anies Baswedan. Sejauh ini Anies Baswdan merupakan tokoh yang memiliki elektabilitas sebagai cagub, bahkan dibanding dengan Ridwan Kamil sekali pun yang diusung oleh KIM Plus.

Nilai plus Anies Baswedan lainnya adalah kesan sebagai "tokoh yang teraniaya". Hal itu membuat simpati publik kepada Anies Baswedan sangat besar. Ini jelas akan sangat menguntungkan bagi pencalonan Anies sebagai cagub di Pilkada Jakarta.

Jadi PDIP dan Anies Baswedan memang saling membutuhkan. Keduanya memiliki "simbiosis mutualisma".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun