Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Es Nongnong, Es Krim Tradisional Kenangan Masa Kecil

1 Agustus 2024   13:04 Diperbarui: 1 Agustus 2024   15:59 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pedagang es nongnong (Sumber: tribunnews.com)

Waktu kecil dulu, kita di pedesaan wilayah Cianjur kurang familiar dengan apa yang disebut es krim. Kita lebih mengenal es krim dengan istilah "es nongnong". 

Mengapa dulu kita menyebut es krim dengan sebutan "es nongnong"? Sederhana saja. Hal itu dikarenakan bunyi alat yang digunakan pedagang es krim.

Es nongnong adalah es krim tradisional. Di daerah lain ada yang menyebutnya dengan nama "es tung-tung" atau "es puter". 

Es nongnong dijual oleh pedagang menggunakan gerobak dorong sederhana yang dipasang gong kecil di sampingnya. Sambil mendorong gerobak keliling kampung, si penjual es krim menawarkan dagangannya dengan cara memukul-mukul gong kecil itu.

Gong pun mengeluarkan suara. "Nong, nong!" Nah itulah mengapa es krim tradisional waktu dulu disebut dengan "es nongnong".

Suara gong kecil pedagang es nongnong biasanya cukup nyaring. Bisa terdengar dari jarak yang cukup jauh.

Tak mengherankan ketika penjual es nongnong lewat, kita anak-anak yang sedang bermain di halaman rumah yang cukup jauh dari jalan lewat penjual es nongnong pun bisa mengetahui adanya pedagang es nongnong. Tentu saja dari suara gong kecil itu.

Anak-anak yang sedang bermain biasanya langsung merespon dengan mencari sumber suara. Kita berlarian menuju dari arah mana si pedagang es nongnong itu datang.

Anak-anak yang kebetulan saat bermain tidak membawa uang jajan, biasanya mereka berlarian, pulang dulu ke rumah masing-masing minta uang kepada ibu atau bapaknya.

Setelah menemukan tukang es nongnong, anak-anak akan berebutan memesan es nongnong favorit masing-masing. Mereka memesan es nongnong sambil berebut memberikan uang kepada sang pedagang, "ieu artosna Mang!".

Penjual es nongnong biasanya akan bertanya, "Kana roti atawa corong?" (Artinya pakai roti atau cone?) Mayoritas anak-anak biasanya membeli es nongnong menggunakan cone (corong atau kerucut).

Tentu saja harga es nongnong yang disajikan dengan roti berbeda harganya dengan es nongnong yang disajikan dengan menggunakan cone yang terbuat dari wafer. Harga es nongnonog roti lebih mahal daripada es nongnong corong.

Tidak aneh jika anak-anak hampir semuanya membeli es nongnong corong, bukan es nongnong roti. Tahu sendiri, harganya lebih murah.

Varian rasa es krim yang dijual sang pedagang es nongnong dulu tentu tidak sebanyak varian rasa es krim saat ini. Jika saat ini varian rasa es krim sangat beragam, dulu tidak.

Dulu paling ada varian rasa kelapa, coklat, atau alpukat. Varian rasa es krim seperti rasa stroberi, durian, atau kopi misalnya, bisa dibilang hampir tidak ada. Apalagi es krim rasa pistachio, tiramisu, marsmallow,atau yang lainnya.

Kendati memiliki varian rasa yang tidak banyak, es nongnong cukup disukai anak-anak atau orang dewasa.  Sebab es nongnong rasanya enak dan menyegarkan. Apalagi jika dinikmati dalam suasana yang panas.

Saat ini pedagang es nongnong memang masih ada, terlihat kadang nongkrong di tepi jalan atau di tempat keramaian. Jumlah mereka mungkin tidak sebanyak dulu.

Namun jika ditilik, pedagang es nongnong yang masih eksis saat ini hampir semua berusia lanjut. Jarang terlihat ada pedagang es nongnong masih berusia muda belia.   

Eksistensi pedagang es krim tradisional saat ini mungkin terancam oleh adanya industri es krim modern yang menawarkan varian rasa yang sangat beragam. Selain itu industri es krim modern juga menawarkan penyajian yang jauh lebih menarik.

Oleh karenanya jangan heran jika pedagang es krim tradisional suatu waktu akan punah tergerus arus kapitalisme. Es nongnong pun hanya tinggal kenangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun