Praktis selama 40 hari di Tanah Suci, bisa dikatakan para jemaah haji semuanya terbentuk menjadi orang-orang baik yang memiliki sikap dan sifat seperti di atas. Mereka saling peduli, saling perhatian, saling mengalah, saling membantu, dan juga saling menguatkan satu sama lain.
Idealnya apa yang didapatkan dan dilaksanakan para jemaah haji di Tanah Suci selama 40 hari itu bisa diterapkan pula di tanah air. Mereka idealnya bisa mengimplementasikan hasil "diklat" di Tanah Suci itu dalam kehidupan sehari-hari pasca mereka kembali dari sana.
Para jemaah haji atau siapa pun, ketika berada di Tanah Suci bersikap dan memiliki sifat yang baik itu merupakan sesuatu yang wajar. Sebab waktu dan tempat, juga situasi dan kondisi sangat memungkin dan kondusif.
Ibaratnya seperti orang bersikap dan berbuat baik ketika berada di tempat ibadah, seperti di masjid misalnya, itu merupakan sesuatu yang wajar adanya. Sebab masjid memang tempat orang melakukan kebaikan.
Tantangan sesungguhnya adalah justru ketika orang berada di luar masjid. Apakah masih bisa tetap bersikap dan berbuat baik?
Nah para jemaah haji pun demikian. Tantangan sesungguhnya adalah justru ketika mereka sudah kembali dari Tanah Suci ke tanah air. Apakah mereka bisa kontinyu terus melakukan kebaikan-kebaikan dan masih memiliki sikap dan sifat yang terkandung dalam nilai-nilai ibadah haji?
Seandainya para jemaah haji bisa konsisten dan kontinyu terus melakukan kebaikan-kebaikan dan terus memiliki sikap dan sifat sebagaimana terkandung dalam nilai-nilai ibadah haji, hal itu merupakan sesuatu yang hebat dan luar biasa. Berarti ibadah haji yang dilaksanakannya bisa masuk kategori "mabrur". Insya Allah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H