Selain berat, juga ada perasaan "hampa" dalam diri jemaah haji ketika mau meninggalkan Tanah Suci. Hal itu merupakan sesuatu yang wajar, sebab mereka akan kembali dari kehidupan yang "sakral" kepada kehidupan yang "normal".
Setelah kembali dari Tanah Suci, tentu saja jemaah haji akan kembali kepada aktivitas masing-masing seperti sebelum berangkat ibadah haji.
Jemaah haji yang berprofesi sebagai pedagang, mereka kembali akan melakukan aktivitas dagang. Jemaah haji yang berprofesi sebagai petani, mereka kembali akan melakukan aktivitas tani. Jemaah haji yang berprofesi sebagai guru, mereka kembali akan melakukan aktivitas mengajar.
Demikian juga jemaah haji yang berprofesi sebagai aparatur pemerintah, mereka kembali akan menjadi abdi negara dan pelayan masyarakat. Begitupula jemaah haji yang lainnya, akan kembali kepada aktivitasnya semula.
Kembali dari kehidupan yang "sakral" kepada kehidupan yang "normal" mungkin membutuhkan jeda waktu beberapa saat untuk beradaptasi lagi. Oleh karenanya jemaah haji yang baru kembali dari Tanah Suci biasanya tidak ke mana-mana dulu, tidak keluar rumah dulu dalam waktu beberapa hari.
Selain karena biasanya banyak tamu yang berkunjung, jemaah haji yang baru kembali dari Tanah Suci membutuhkan waktu untuk "menetralisir" pikiran yang mungkin masih "tertinggal" di Tanah Suci.
Dalam istilah Sunda disebut dengan "ngumpulkeun pangacian". Maksudnya mengumpulkan pikiran, ingatan, atau kesadaran yang mungkin masih tertinggal di tempat lain atau di luar diri. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H