Jutaan umat Islam, para jemaah haji dari seluruh penjuru dunia yang sedang melaksanakan ibadah haji, hari ini tanggal 9 Dzulhijjah 1445 Hijriyah (15 Juni 2024) semua berkumpul di satu tempat yang disebut (padang) Arafah. Mereka melaksanakan salah satu rukun haji, yakni wukuf di Arafah.
Wukuf secara bahasa artinya berhenti atau diam. Sebab memang dalam prosesi wukuf semua jemaah haji berhenti atau diam di padang Arafah, mulai tergelincir matahari (waktu dhuhur) sampai dengan terbenam matahari (waktu maghrib).
Tak ada diskriminasi dalam prosesi wukuf. Semua jemaah haji yang jumlahnya jutaan orang itu diperlakukan sama dan setara tanpa melihat status sosial mereka.
Bisa dipastikan bahwa dari jutaan orang jemaah haji itu memiliki beragam perbedaan, baik dari latar belakang status sosial, ekonomi, atau yang lainnya. Di antara mereka pasti ada yang status sosial atau ekonominya tinggi, tapi pasti banyak pula yang status sosial atau ekonominya biasa-biasa saja.
Diantara jutaan jemaah haji itu pasti ada pejabat, konglomerat, birokrat, teknokrat, aristokrat, atau ningrat. Tapi bisa dipastikan pula diantara jutaan jemaah haji itu banyak rakyat atau masyarakat biasa.
Diantara jutaan jemaah haji itu pasti banyak orang yang secara ekonomi cukup mapan atau bahkan berlebihan. Tapi bisa dipastikan pula di antara jutaan jemaah haji itu banyak orang yang secara ekonomi pas-pasan.
Kita mungkin pernah mendengar informasi bahwa diantara jemaah haji itu ada yang menabung belasan sampai puluhan tahun untuk bisa berangkat ibadah haji. Sebab mereka tidak memiliki cukup uang untuk berangkat melaksanakan ibadah haji kecuali menabung dalam waktu yang lama. Artinya secara ekonomi mereka itu pas-pasan.
Diantara jutaan jemaah haji itu juga pasti banyak yang secara fisik berbeda satu sama lain. Ada yang berkulit putih, ada yang berkulit hitam, ada yang berkulit coklat, atau ada pula yang berkulit kuning langsat.
Selain itu di antara mereka pasti ada yang berbadan tinggi, tapi pasti ada diantara mereka yang berbadan pendek. Di antara mereka pasti ada yang berbadan gemuk, tapi pasti ada diantara mereka yang berbadan kurus. Belum lagi di antara mereka yang berbeda bentuk wajah, model rambut, dan lain-lain.
Semua perbedaan di antara jemaah haji itu ketika wukuf sama sekali tidak boleh ditunjukkan atau diperlihatkan, bahkan harus dihilangkan. Semua jemaah haji yang jumlahnya jutaan orang itu harus memakai pakaian yang sama, dua helai kain putih tak berjahit.
Selain harus mengenakan dua helai kain warna putih tak berjahit, semua jemaah haji juga tanpa kecuali harus hadir atau berdiam diri di Arafah yang suhunya pasti panas. Jika tidak, konsekuensinya ibadah haji mereka tidak sah.
Di (padang) Arafah tak akan terlihat dan sulit dibedakan mana orang kaya, orang terhormat, atau masyarakat biasa. Semua lebur dalam satu pakaian "seragam" dengan warna yang sama, yakni warna putih. Semua harus menanggalkan status sosial, ekonomi, atau yang lainnya.
Tidak ada ciri yang membedakan antara orang kaya, orang terhormat, atau masyarakat biasa. Kita pasti tidak akan tahu mana orang kaya, orang terhormat, atau masyarakat biasa, kecuali kita sudah mengetahui sebelumnya.
Wukuf dengan demikian memiliki makna simbolik ajaran tentang persamaan atau kesetaraan harkat martabat kemanusiaan. Rela atau tidak, semua orang diperlakukan sama ketika wukuf.
Ajaran tentang persamaan atau kesetaraan harkat martabat kemanusiaan ini seyogianya dipahami oleh seluruh jemaah haji. Sehingga ketika telah selesai melaksanakan ibadah haji mereka bersikap egaliter terhadap yang lainnya.
Semua jemaah haji dengan demikian tidak punya sifat atau sikap merasa lebih tinggi antara satu dari yang lainnya. Semua jemaah haji juga tidak punya sifat atau sikap merasa lebih mulia antara satu dari yang lainnya. Hal itu dikarenakan semua manusia itu pada dasarnya sama. Yang membedakan ternyata hanyalah pakaian semata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H