Banyak orang under estimate terhadap (kemampuan) mereka. "Bisa apa atau kontribusi apa yang bisa para artis berikan dalam kapasitasnya sebagai legislator?", mungkin seperti itu kurang lebih pertanyaan yang menggelayut di benak banyak pihak yang ditujukan kepada para artis.
Herannya sebagian orang terkadang "tidak adil" atau "tidak fair". Mereka mempertanyakan/mempermasalahkan kapasitas atau kompetensi artis, tapi tidak dengan profesi lainnya.
Mungkin jarang ada orang yang mempertanyakan/mempermasalahkan kapasitas atau kompetensi profesi akuntan, pengacara, pebisnis, atau yang lainnya. Padahal sama saja dengan profesi artis, mereka bisa jadi memiliki kompetensi dalam bidang politik, tapi mungkin juga tidak.
Artinya profesi artis atau bukan, mereka tidak auto kompeten dalam bidang politik sebagai legislator. Di sisi lain mereka juga mungkin lebih kompeten, bahkan dibandingkan dengan para politisi itu sendiri.
Dulu ada nama Tantowi Yahya, seorang artis dan legislator. Tantowi Yahya merupakan artis parlemen yang hebat.
Kemudian sekarang misalnya ada juga nama Dede Yusuf, Desy Ratnasari, Nurul Arifin atau Rieke Diah Pitaloka. Mereka cukup vokal sebagai artis parlemen. Â
Dalam hal ini siapa pun hendaknya tidak terjebak dengan status "artis". Apalagi ada semacam persepsi bahwa artis itu "tidak pintar" atau "tidak memiliki isi kepala", sehingga tidak layak mewakili rakyat.
Jadi untuk menilai layak atau tidaknya seseorang mewakili rakyat jadi anggota legislatif, jangan lihat status artisnya. Supaya fair dan adil, dalam hal ini lihatlah kemampuannya.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H