Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Ketika Serangan Fajar Sudah Dianggap Wajar

13 Februari 2024   23:50 Diperbarui: 13 Februari 2024   23:53 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi serangan fajar (Sumber: tribunnews.com)

Di hari pertama masa tenang, seorang teman bikin status di akun sosial medianya. Dia bikin caption "Menerima Serangan Fajar". Saya kurang tahu persis apakah itu sebuah kelakar atau bukan.

Serangan fajar dalam pemahaman masyarakat memiliki konotasi tentang praktek bagi-bagi uang atau logistik berupa sembako menjelang pemungutan suara pada waktu pemilu (pemilihan umum).

Praktek bagi-bagi uang atau logistik berupa sembako tersebut biasanya dilakukan oleh tim sukses caleg (calon anggota legislatif) atau tim sukses paslon (pasangan calon) capres-cawapres (calon presiden-calon wakil presiden) kepada calon pemilih.

Namanya juga serangan fajar. Praktek kotor menjelang pemungutan suara itu dilakukan sebelum pagi hari. Bisa malam hari menjelang pemungutan suara atau dini hari hari H pemungutan suara.

Tentu saja karena merupakan sebuah praktek kotor, serangan fajar dilakukan secara diam-diam. Biasanya tim sukses melakukannya secara door to door.

Serangan fajar mungkin sulit dibuktikan, atau setidaknya tak ada masyarakat yang mau melaporkan ketika hal itu mereka alami. Sebab selain akan bermasalah dengan tim sukses (mungkin dapat tekanan atau ancaman), juga seolah-olah akan mempersulit diri sendiri. Akhirnya mereka lebih memilih diam.

Salah seorang teman yang pernah jadi bagian tim sukses seorang caleg mengatakan bahwa ketika mendatangi calon pemilih secara door to door ada semacam "transaksi". Kurang lebih begini, "Ini uang transport atau uang saku, tapi tolong nitip coblos nomor sekian dari partai politik anu."

Sebagian masyarakat calon pemilih justru sebenarnya mereka memang menantikan adanya serangan fajar. Mereka menganggap serangan fajar itu merupakan sebuah hal yang wajar adanya.

Mereka menganggap serangan fajar sebagai sebuah "simbiosis mutualisma", saling menguntungkan. Caleg atau capres membutuhkan suara pemilih, mereka membutuhkan uang atau logistik lainnya.

Di sebagian masyarakat Sunda bahkan ada guyonan yang akhirnya jadi jargon "pilih mah mending nu kahartos sareng nu karaos".  Artinya kurang lebih "yang dipilih itu mending yang ngerti dan sudah terasa (pemberiannya)".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun