Tentu saja sang gadis sangat terpukul. Sang gadis merasa sangat kehilangan sang pangeran.
Saking cintanya kepada sang pangeran, sang gadis tiap hari menyiram makam sang pangeran dengan air bunga. Setelah beberapa hari kemudian terjadi sebuah keajaiban.
Dari atas makam sang pangeran tumbuh sebuah pohon yang tidak dikenal oleh masayarakat di sana sebelumnya. Pohon itu semakin lama semakin besar hingga akhirnya berbuah. Buah pohon itu berwarna hitam kecoklatan dan berbentuk memanjang. Â
Sang gadis penasaran dengan buah pohon yang tumbuh dari atas makam sang pangeran. Sang gadis pun mencoba memetik buah pohon itu.
Namun alangkah kagetnya sang gadis. Ketika tangannya mencoba memetik buah pohon itu, buah pohon yang tadinya memanjang jadi mengkerut membentuk seperti melingkar (dalam bahasa sunda "morongkol").
Si gadis mencoba lagi, tapi tetap tak bisa menjangkau buah itu. Bahkan sampai si gadis "jengke" (jinjit), tetap buah itu tak bisa dijangkau karena semakin "morongkol".
Orang-orang di kerajaan tersebut kemudian menyebut buah baru tersebut dengan "jengkol", yakni diambil dari kata "jengke" dan "morongkol".
Ternyata buah jengkol tersebut sangat disukai oleh masyarakat kerajaan tersebut. Buah jengkol tersebut mereka jadikan lauk untuk makan sehari-hari.
Itulah cerita asal-usul atau "sasakala" buah jengkol yang sempat penulis baca dulu dalam sebuah buku berbahasa Sunda. Benar atau tidak, namanya juga cerita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H