Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tabungan Siswa, Nikmat Membawa Sengsara

25 Juni 2023   10:07 Diperbarui: 25 Juni 2023   10:12 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tabungan siswa (Sumber: tribunnews.com)

Beberapa hari terakhir menjelang akhir tahun pelajaran sekolah viral pemberitaan tentang tabungan siswa yang macet di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Nominalnya cukup fantastis mencapai lebih dari Rp. 7 miliar.

Kasus tersebut kemudian sampai memaksa Bupati Pangandaran turun tangan. Termasuk pula pihak kepolisian Pangandaran.

Kasus macetnya uang tabungan siswa di akhir tahun pelajaran sesungguhnya sebuah masalah klasik. Kasus tersebut terus ada dan terjadi dari tahun ke tahun sejak zaman "dahulu kala". Tidak hanya terjadi di Pangandaran tapi juga di banyak daerah lainnya.

Di kalangan para guru bahkan sampai muncul peribahasa "nikmat membawa sengsara" (plesetan atau kebalikan dari sengsara membawa nikmat). Maksudnya ketika meminjam atau menggunakan uang tabungan siswa terasa nikmat. Tapi di akhir tahun pelajaran ketika harus mengembalikan membuat sengsara dan menderita.

Penggunaan uang tabungan siswa oleh guru sesungguhnya tidak masalah asalkan ketika di akhir tahun pelajaran saat harus dikembalikan kepada para siswa uang tabungan tersebut ada.

Masalahnya sebagian guru yang "meminjam" uang tabungan siswa tersebut tidak mengukur diri. Dia menggunakan uang tabungan siswa dalam jumlah cukup besar tanpa bisa mengkalkulasi, apakah dirinya bisa mengembalikan uang tabungan siswa di akhir tahun atau tidak.

Sebagian guru yang "meminjam" uang tabungan siswa bermodal nekat dan menganut filosofi "bagaimana nanti". Mereka tidak bisa memastikan sumber keuangan yang mereka miliki untuk mengganti atau mengembalikan uang tabungan siswa yang digunakan.

Akibatnya mereka tersedak alias keselek uang tabungan. Mereka tidak bisa mengembalikan uang tabungan siswa sebesar nominal yang digunakan.

Saya kebetulan tinggal dekat di sebuah sekolah dasar. Di saat guru-guru lain sibuk mengisi buku rapor siswa, beredar kabar ada seorang guru di sekolah dasar tersebut tidak masuk sekolah selama beberapa hari.

Setelah ditelusuri ternyata guru yang bersangkutan sedang sibuk mencari uang untuk mengganti uang tabungan yang dia gunakan. Nominalnya cukup besar mencapai jutaan rupia.

Ternyata sang guru sekolah dasar tersebut menggunakan uang tabungan tanpa sepengetahuan kepala sekolah dan bendahara tabungan. Dia kebetulan guru kelas. Sebagai guru kelas setiap harinya dia menerima setoran uang tabungan dari siswa di kelasnya.

Uang tabungan siswa yang diterima setiap hari itu dia gunakan untuk berbagai kebutuhan pribadi. Per harinya mungkin tidak sampai jutaan, hanya ratusan ribu. Namun ketika dikumulatifkan dalam satu tahun nominalnya jadi besar.

Jelas hal itu kemudian membuat sang guru kelimpungan. Dia harus mencari uang ke sana ke mari untuk menutup uang tabungan siswa yang digunakannya.

Itu hanya salah satu kasus tentang penggunaan tabungan siswa oleh guru. Di luar itu sangat banyak  kasus lain yang membuat guru sebagai "peminjam" uang tabungan benar-benar kelimpungan.

Seperti kasus seorang guru di sebuah sekolah dasar lain, masih di dekat rumah. Sang guru sampai mau menggadaikan tanah/sawah untuk menutup uang tabungan siswa yang digunakannya.

Itu masih mendingan ada sumber keuangan yang bisa digunakan untuk menutup atau mengembalikan uang tabungan siswa. Bagaimana jika tidak ada sumber keuangan yang bisa digunakan?

Dalam kata lain jika guru yang menggunakan uang tabungan siswa tidak memiliki sumber keuangan untuk menutup atau mengembalikan uang tabungan siswa, maka tabungan itu akan macet dan bermasalah.

Kalau sudah begitu citra guru-guru di sekolah yang bersangkutan akan buruk di mata siswa dan orang tua siswa yang tabungannya belum dikembalikan. Bisa juga urusan berlanjut ke kepolisian. Seperti yang terjadi di Pangandaran itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun