Kalau tidak begitu, ketika petugas kereta api memeriksa karcis, sebagian anak-anak akan bersembunyi di dalam WC. Ada juga yang naik ke atap kereta api. Mereka tidak memikirkan keselamatan, yang penting aman tidak ditagih karcis.
Tak heran jika atap kereta api zaman bapakmu itu berjubel oleh para penumpang. Mereka adalah "para penumpang gelap" yang cari aman, bersembunyi dari petugas kereta api. Padahal kalau pun beli tiket kereta api, harganya sangat murah.
Dasar, orang-orang yang mau gratisan ternyata tidak hanya ada pada saat ini. Saat itu pun banyak orang-orang yang cari gratisan.
Hal yang mungkin sulit untuk dilupakan juga adalah "perjuangan" untuk bisa masuk ke dalam gerbong kereta api. Para penumpang harus antri dan siap berdesak-desakan untuk masuk ke dalam gerbong kereta api. Padat dan sesaknya antrean mungkin lebih dari antrean orang-orang yang akan mencairkan BLT (Bantuan Langsung Tunai).
Di dalam gerbong kereta api kita jangan terlalu berharap bisa duduk dengan nyaman. Kadang karena antrean di belakang, kita tak bisa duduk karena kursi sudah penuh. Terpaksa kita harus berdiri sambil berdesak-desakan.
Tidak hanya penumpang, para penjual asongan yang menjual aneka makanan dan barang yang beragam juga sangat banyak, sehingga semakin menambah padatnya gerbong kereta api.
Bahkan tak jarang ada penumpang atau pedagang yang membawa ayam atau kambing. Sehingga bisa dibayangkan bagaimana aneka aroma di dalam gerbong kereta api. Dengan demikian, seharum dan sebanyak apa pun parfum yang digunakan, akan kalah oleh aneka aroma yang ada di gerbong kereta api.
Selain para penumpang dan para pedagang, di dalam gerbong kereta api juga tak jarang ada orang-orang yang suka memanfaatkan keadaan. Namun mereka sesungguhnya "pemalu". Sebab mereka suka mengambil dompet para penumpang secara diam-diam. Kalau tidak keberatan, kita sebut saja mereka itu pencopet.
Suasana naik kereta api seperti zaman bapakmu itu mungkin sudah tidak ada saat ini. Tapi biarlah hal itu menjadi kenangan bagi mereka yang sudah berusia "mapan".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H