Kampanye Pilpres (pemiliham umum presiden) di kampus? Mengapa tidak? Kampanye di kampus malahan bagus. Sebab kampus adalah tempat persemaian, tempat tumbuh dan tempat berkembangnya ide-ide, gagasan-gagasan, atau konsep-konsep beragam disiplin keilmuan. Baik dalam bidang sosial, politik, ekonomi, hukum, tata negara, dan lain-lain.
Para calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) adalah calon pemimpin bangsa. Oleh karenanya rakyat berhak tahu apa "isi kepala" para calon pemimpin bangsa itu tentang suatu hal.
Tempat yang tepat dan kondusif untuk menguji dan membedah "isi kepala" para calon pemimpin bangsa itu, ya kampus. Sebab di kampus para capres dan cawapres bisa dengan leluasa menyampaikan "isi kepalanya" tentang banyak hal di depan para akademisi, kaum intelektual, dan juga para mahasiswa.
Setelah itu diharapkan ada adu argumentasi, adu ide, adu gagasan, atau adu konsep antara para capres-cawapres dengan audiens yang diwakili oleh depan para akademisi, kaum intelektual, dan juga para mahasiswa tadi. Di sana akan kelihatan capres-cawapres mana yang memiliki ide, gagasan, atau konsep yang baik dan tepat untuk mengelola negara jika terpilih sebagai presiden-wakil presiden nanti.
Jadi sejatinya bukan suatu masalah jika kampus digunakan untuk kampanye pilpres. Namun untuk kampanye partai politik (parpol) sepertinya tidak dulu. Sebab kampanye parpol sejauh ini tidak fokus pada penyampaian ide, gagasan, konsep, atau program, tapi lebih ke arah gebyarnya para peserta kampanye.
Tapi tunggu dulu. Semua harus clear dulu, apakah secara aturan kampanye di kampus itu diperbolehkan? Jangan sampai mau melakukan suatu hal yang bagus tapi menabrak aturan.
Dalam pernyataan Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari, larangan dalam Undang-undang (UU) Pemilu itu bukan kegiatan kampanye, tapi menggunakan fasilitas kampus untuk kampanye. Pernyataan Hasyim Asy'ari tersebut harus diuji dulu, logis atau tidak.
Dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, Bagian Keempat tentang Larangan dalam Kampanye, Pasal 280 ayat 1 (h) memang disebutkan bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye Pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
Memang benar seperti dikatakan Hasyim Asy'ari bahwa di sana tidak ada kata-kata larangan "kegiatan kampanye". Ada juga larangan "menggunakan fasilitas".
Pernyataan Hasyim Asy'ari agak absurd. Di satu sisi (menurut Hasyim Asy'ari) kegiatan kampanye di kampus dibolehkan, tapi (menurut UU Pemilu) tidak boleh menggunakan fasilitas kampus.
Jadi kalau begitu, kegiatan kampanye nya di mana? Kan tidak boleh menggunakan fasilitas kampus. Artinya kegiatan kampanye tidak boleh di gedung kampus, tidak boleh di halaman kampus, tidak boleh di lapangan parkir kampus, dan seterusnya. Berarti kalau begitu sama sajadengan  tidak boleh kampanye di kampus.
Sama juga ketika dikatakan bahwa kegiatan kampanye tidak dilarang di tempat ibadah. Sebab yang dilarang adalah "menggunakan fasilitas" tempat ibadah.
Kalau menggunakan fasilitas tempat ibadah dilarang, kegiatan kampanyenya di mana? Di dalam masjid misalnya, tidak boleh. Di halaman masjid tidak boleh. Di teras masjid juga tidak boleh. Artinya sama saja tidak boleh melakukan kegiatan kampanye di tempat ibadah.
Ketua KPU RI sebaiknya mengkaji lagi pernyataannya. Sebab apa yang ia sampaikan tentang kebolehan kampanye di tempat pendidikan (kampus) agak absurd.
Faktanya Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) RI juga tidak setuju dengan pernyataan Ketua KPU RI. Bawaslu berpegang pada Pasal 280 ayat 1 (h) UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.
Dengan begitu, sekali lagi Ketua KPU RI sebaiknya mengkaji lagi pernyataannya.. Jangan sampai nanti KPU membuat Peraturan KPU (PKPU) sebagai aturan turunan dari UU Nomor 7 Tahun 2017 sekaligus sebagai pedoman pemilu tapi tabrakan dengan aturan yang ada di atasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H