Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bendungan Cisuru, Jejak Kolonial Belanda yang Sarat Manfaat

18 Agustus 2022   19:21 Diperbarui: 24 Agustus 2022   16:27 2729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saluran air Irigasi Cihea (Dokumentasi pribadi)

Dalam rangka Hari Ulang Tahun ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia (HUT 77 RI) tahun 2022 ini, saya tertarik untuk membahas salah satu peninggalan kolonial Belanda yang ada di daerah saya, Cianjur. Peninggalan kolonial Belanda yang dimaksud adalah Bendungan Cisuru.

Bendungan Cisuru bukanlah bendungan besar. Tetapi tidak pula berukuran sangat kecil. Artinya Bendungan Cisuru merupakan bendungan berukuran sedang.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Bendungan Cisuru yang terletak di Kampung Cisuru, Desa Sukarama, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, adalah bukti nyata keberadaan orang-orang Belanda di sana. Kalaulah tidak ada Bendungan Cisuru tersebut, mungkin tak akan ada orang yang mengira bahwa orang-orang Belanda pernah ada di di wilayah itu.

Sebab Desa Sukarama adalah sebuah desa terpencil, yang lokasinya cukup jauh, baik dari ibukota kecamatan Bojongpicung, apalagi dari ibu kota kabupaten Cianjur. Desa Sukarama sendiri terletak di arah tenggara ibukota Kecamatan Bojongpicung dan berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat dan Kecamatan Cibeber, Cianjur. 

Aliran sungai yang dibendung menjadi Bendungan Cisuru adalah Sungai Cisokan. Sungai Cisokan ini merupakan anak Sungai Citarum.

Bagian hulu Sungai Cisokan sendiri berada di daerah Cililin, Bandung Barat. Sungai Cisokan melintasi dua wilayah kabupaten, yakni Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Cianjur.

Bendungan Cisuru berusia sekira 125 tahun. Berarti bendungan tersebut dibangun di penghujung tahun 1.800-an. Menurut banyak sumber, Bendungan Cisuru dibangun pada masa pemerintahan Bupati Cianjur RAA Prawiradirja II (1862-1910).

Kendati sudah berusia lebih dari 100 tahun, kondisi bendungan masih terlihat kokoh. Bendungan Cisuru juga masih berfungsi dengan baik. Hal itu menunjukkan hebatnya teknologi yang digunakan kolonial Belanda saat itu.

Bendungan Cisuru adalah salah satu infrastruktur yang penting dan vital peninggalan kolonial Belanda. Bagaimana tidak, Bendungan Cisuru menjadi sumber air satu-satunya bagi Irigasi Cihea.

Saluran air Irigasi Cihea (Dokumentasi pribadi)
Saluran air Irigasi Cihea (Dokumentasi pribadi)

Irigasi Cihea merupakan sebuah irigasi yang mengalir sepanjang puluhan kilo meter dan mengairi ribuan hektar sawah yang ada di tiga wilayah kecamatan, yakni kecamatan Bojongpicung, kecamatan Haurwangi, dan kecamatan Ciranjang.

Irigasi Cihea mampu mengairi sekira 5.481,7 hektar sawah. Selain itu Irigasi Cihea juga mampu memenuhi kebutuhan air untuk kebutuhan rumah tangga ratusan keluarga yang ada di sepanjang aliran irigasi.

Menurut Sejarawan Reiza Dienaputra (UNPAD) dalam buku, "Cianjur: Antara Priangan dan Buitenzorg, Sejarah Cikal Bakal Cianjur dan Perkembangannya Hingga 1942" (Bandung 2004), menyebutkan keberadaan Irigasi Cihea berhasil mengubah Cianjur menjadi daerah penghasil beras di wilayah Priangan. Irigasi Cihea juga masih menjadi satu-satunya sistem pengairan yang relatif sangat baik untuk seluruh Keresidenan Priangan.

Wilayah Priangan adalah suatu wilayah yang ada di Jawa Barat, yang meliputi kabupaten/kota Sukabumi, kabupaten Cianjur, Bandung Raya, kabupaten Sumedang, kabupaten Garut, kabupaten/kota Tasikmalaya, kabupaten Ciamis, kota Banjar, dan kabupaten Pangandaran.

Irigasi Cihea yang sumber utama airnya dari Bendungan Cisuru itu memang luar biasa. Betapa tidak, karena hulu Irigasi Cihea merupakan area yang hampir mustahil bisa dilewati air karena berupa tebing berbatu cadas.

Namun dengan kemampuan teknologi yang dimiliki kolonial Belanda, air dari Bendungan Cisuru bisa melewati dan mengalir ke Irigasi Cihea. Caranya, kolonial Belanda saat itu melubangi tebing yang keras berbatu cadas itu.

Terowongan air Irigasi Cihea (Sumber: bppcijati.blogspot.com)
Terowongan air Irigasi Cihea (Sumber: bppcijati.blogspot.com)

Setelah itu kolonial Belanda membuat terowongan air melewati tebing yang sudah dilubangi itu. Jika tidak memiliki kemampuan teknologi yang hebat, mungkin tak akan pernah terpikirkan membuat terowongan air melewati tebing yang keras.

Beberapa kilo meter dari hulu Irigasi Cihea, kolonial Belanda juga membuat "jembatan air" untuk menyeberangkan air ke wilayah Desa Sukarama lainnya yang terhalang oleh semacam jurang kecil. "Jembatan air" merupakan bukti lain kehebatan teknologi yang dimiliki oleh kolonial Belanda.

Jembatan air Irigasi Cihea (Dokumentasi pribadi)
Jembatan air Irigasi Cihea (Dokumentasi pribadi)

Tentu saja proyek terowongan air dan jembatan air yang sangat berat dan seperti hampir tidak mungkin itu memakan banyak korban jiwa dari rakyat Indonesia sendiri. Khususnya penduduk yang ada di sekitar Kecamatan Bojongpicung, Cianjur.

Mereka adalah rakyat yang dijadikan pekerja paksa oleh kolonial Belanda untuk melubangi tebing dan membuat terowongan air berdiameter 3 meter sepanjang 1.200 meter. Kemudian membuat jembatan air dan setelah itu membuat saluran irigasi sepanjang puluhan kilo meter dengan lebar 5-10 meter.

Sebagian pekerja yang tewas saat itu memang bukan semata-mata karena kelelahan dijadikan pekerja paksa, tapi karena wabah malaria yang mengganas. Penduduk setempat juga tidak sedikit yang meninggal akibat wabah malaria tersebut.

Pengorbanan para pekerja yang membuat terowongan air dan saluran irigasi Cihea tidaklah sia-sia. Pengorbanan mereka bahkan bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Cianjur, khususnya penduduk yang ada di kecamatan Bojongpicung dan sekitarnya sampai saat ini.

Bendungan Cisuru yang menjadi pemasok utama air Irigasi Cihea menjadi salah satu bukti keberadaan dan peninggalan kolonial Belanda di wilayah kecamatan Bojongpicung, Cianjur. Peninggalan kolonial Belanda tersebut benar-benar sarat manfaat. Terutama bagi sektor pertanian di wilayah kecamatan Bojongpicung dan sekitarnya.

Penulis membayangkan seandainya Bendungan Cisuru dan Irigasi Cihea tidak ada, maka daerah Bojongpicung dan sekitarnya akan menjadi daerah rawan air. Sebab wilayah itu tidak memiliki sumber air lain yang cukup memadai.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun