Bahkan mereka bekerja di hari-H dari pagi hari sampai pagi hari lagi secara marathon tiada henti.
Hal yang cukup menyusahkan dan menguras tenaga para petugas KPPS bukanlah pemungutan suara. Hal yang cukup berat bagi mereka adalah penghitungan suara dan penyelesaian administrasi yang banyak dan cukup rumit (bagi orang kebanyakan pada umumnya).
Tak mengherankan jika banyak petugas KPPS mengalami kelelahan. Bahkan di Pemilu 2019 lalu, jumlah petugas KPPS yang dinyatakan meninggal luar biasa banyak sampai mencapai ratusan orang.
Menurut Ketua KPU (Komisi Pemilihan Umum) saat itu, Arief Budiman, jumlah petugas KPPS yang meninggal dunia ada sebanyak 894 orang. Sedangkan jumlah petugas KPPS yang mengalami sakit ada 5.175 orang. Jumlah yang tidak sedikit.
Berkaca dari hal tersebut, nampaknya aturan pemilu perlu diubah. Jumlah parpol perlu disederhanakan dan pemilihan anggota legislatif diserahkan kembali kepada parpol masing-masing.
Apakah dengan banyaknya parpol pada waktu pemilu akan membuat kualitas demokrasi menjadi lebih baik? Belum tentu juga. Bisa jadi pilihan rakyat malah bias. Rakyat pemilih bingung harus pilih parpol yang mana, akhirnya mereka memilih sekenanya.
Rakyat pemilih yang memilih parpol berdasarkan pemahaman mereka tentang AD/ART atau platform parpol yang bersangkutan, mungkin jumlahnya tidak banyak. Tidak sedikit rakyat pemilih memilih parpol hanya berdasarkan mood saja.
Artinya apa? Banyaknya parpol peserta pemilu tidak akan jadi jaminan rakyat pemilih memilih dengan tepat. Justru dengan banyaknya parpol peserta pemilu, rakyat pemilih terutama mereka yang sudah pada sepuh akan mengalami kesulitan menentukan pilihannya.