Publikasi WHO tersebut bagi sebagian orang bisa jadi menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan. Mereka khawatir dan takut bahwa cacar monyet akan menjadi pandemi baru. Padahal dampak pandemi covid-19 selama kurang lebih dua tahun masih terasa sampai saat ini.
Namun dalam hal ini barangkali kita tidak perlu khawatir dan takut berlebihan. Sebab cacar monyet berbeda dengan covid-19. Baik dari segi kecepatan penularannya maupun dari akibat infeksinya.
Menurut para epidemiolog, penularan penyakit cacar monyet lebih lambat dari penularan covid-19. Selain itu virus cacar monyet tidak mudah menular dari satu orang ke orang lain. Hal ini berbeda dengan virus corona yang sangat menular.
Kendati demikian, siapa pun tetap harus waspada. Jangan sampai terkena atau terinfeksi penyakit cacar monyet ini. Apalagi di Indonesia sendiri belum terkonfirmasi ada kasus penyakit cacar monyet.
Salah satu bentuk kewaspadaan adalah dengan mengenal bagaimana gejala dari penyakit cacar monyet. Hal itu untuk memudahkan penanganan jika ada gejala-gejala seperti gejala penyakit cacar monyet.
Menurut WHO, beberapa gejala umum dari penyakit cacar monyet adalah sakit kepala, demam, sakit tenggorokan, kedinginan, rasa lelah, nyeri otot, dan pembengkakan kelenjar getah bening (limfadenopati).
Setelah itu pada fase berikutnya muncul ruam pada kulit. Biasanya dimulai dari wajah kemudian menyebar ke seluruh tubuh lainnya secara bertahap.Â
Ruam pada kulit awalnya berupa bintik merah, kemudian lepuh berisi cairan bening, lepuh berisi nanah, selanjutnya mengeras atau keropeng lalu rontok.
Penyakit cacar monyet bisa dicegah dengan vaksinasi. Kendati tidak/belum ada vaksin khusus untuk cacar monyet, tapi vaksin untuk cacar biasa (smallpox) bisa digunakan.
Beberapa upaya lain untuk mencegah penularan penyakit cacar monyet adalah dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.Â
Selain itu juga menghindari kontak langsung dengan orang yang terinfeksi, termasuk material yang terkontaminasi (tempat tidur, pakaian, handuk, dan lain-lain).