Suatu waktu seorang teman lama menelpon, memberi tahu bahwa besok hari dirinya akan dilantik sebagai seorang kepala sekolah. Dia minta bertemu sebelum dilantik. Saya bilang oke, besok kita ketemu.
Pada waktu yang ditentukan kami bertemu di suatu tempat. Kami berbincang-bincang sambil menikmati kopi hitam dan goreng pisang yang masih panas.
Setelah beberapa lama kami ngobrol, sang teman menyampaikan sebuah permintaan. Dia meminta saya untuk memberikan "nasehat" supaya dirinya menjadi seorang kepala sekolah yang baik.
Diminta memberikan "nasehat" saya agak bingung juga. Namun saya berusaha memenuhi permintaan sang teman.
Saya sampaikan kepada sang teman, "Ambillah apa yang menjadi hak kita dan jangan sekali-kali mengambil sesuatu yang bukan hak kita. Suatu waktu ente mungkin akan ada dalam situasi yang memungkinkan bisa menyalahgunakan anggaran. Dan itu adalah sebuah godaan sekaligus tantangan. Tergoda atau tidak".
Saya kemudian memberi contoh dari banyak kasus bahwa tidak sedikit oknum kepala sekolah yang korup. Mereka tidak tahan ketika melihat dana BOS (Bantuan Operasional Siswa) yang jumlahnya tidak kecil atau ketika melihat dana proyek pembangunan sekolah yang melimpah. Akhirnya mereka meyelewengkan sebagian dari dana-dana itu.
Mereka, para oknum kepala sekolah yang meyelewengkan dana BOS atau anggaran proyek pembangunan sekolah mungkin pada mulanya tidak memiliki niat atau keinginan untuk melakukan penyelewengan. Tapi karena ada kesempatan, mereka pun melakukan tindakan yang seharusnya tidak mereka lakukan.
Sebagaimana halnya para oknum pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi. Mulanya mungkin mereka tidak punya niat melakukan korupsi. Namun karena ada kesempatan, mereka pun melakukannya.
Termasuk mereka yang melakukan kejahatan lainnya, seperti kejahatan seksual misalnya yang belakangan menyeruak ke permukaan. Seperti kasus Herry Wirawan tahun 2021 lalu, yang divonis pidana mati karena melakukan kekerasan seksual terhadap 13 santri di pondok pesantren Manarul Huda miliknya. Â Â
Kemudian kasus yang masih cukup baru, yakni pelecehan dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh anak seorang Kiayi pimpinan pondok pesantren Shiddiqiyah, Ploso, Jombang, Jawa Timur, bernama Moch. Subchi Azal Tsani alias Bechi. Dan lain-lain.
Saya sampaikan kepada sang teman, bahwa mereka orang-orang yang melakukan pencabulan atau kekerasan seksual pun sama. Mungkin mulanya mereka tidak memiliki niat untuk melakukan pencabulan atau kekerasan seksual. Namun karena mereka memiliki kesempatan yang cukup terbuka, mereka pun tergoda dan kemudian melakukannya.
Intinya mereka yang melakukan suatu kejahatan karena ada kesempatan adalah orang-orang yang tidak bisa menjaga konsistensi moralnya. Mereka tidak bisa menahan diri untuk melakukan kejahatan karena ada kesempatan.
Tidak salah jika dikatakan bahwa kejahatan bisa terjadi bukan karena adanya niat saja, tapi juga karena ada kesempatan. Artinya kalau ada niat untuk berbuat kejahatan, kesempatan bisa dicari.
Sebaliknya ketika ada kesempatan untuk melakukan kejahatan walau pun mulanya tidak ada niat, niat bisa muncul belakangan. Kejahatan pun bisa terjadi. Banyak kasus bisa jadi contoh dalam hal ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H