Dalam perebutan gelar Piala Super Spanyol, Barca juga kalah dari "musuh bebuyutan" nya, Real Madrid. Barca kalah 2-3 dari Los Blancos.
Di tiga ajang Barca telah gagal mendapatkan gelar juara. Bagaimana dengan gelar La Liga? Secara teori Barca memang masih bisa mengejar atau melampaui pemimpin klasemen sementara Real Madrid.
Namun marjin poin Barca dan Madrid terpaut cukup jauh. Saat ini Madrid sudah mengemas 72 poin. Sementara Barca baru mengemas 60 poin.
Dengan sisa laga 7-8 pertandingan lagi, cukup berat bagi Barca untuk terus bersaing dengan Madrid sampai akhir kompetisi. Madrid juga tentu akan berusaha sekuat tenaga untuk tetap menjaga jarak dengan Barca.
Artinya Barca musim ini bisa jadi tidak akan dapat gelar juara sama sekali. Kalau hal itu terjadi, sebuah ironi bagi Barca.
Musim lalu Barca memecat pelatih asal Belanda yang juga salah satu legenda Barca sendiri, yakni Ronald Koeman. Koeman dianggap gagal menangani Barca. Padahal musim lalu Koeman mampu mempersembahkan sebuah gelar juara, yakni Copa del Rey.
Posisi Koeman kemudian digantikan oleh salah seorang legenda Barca juga, Xavi Hernandez. Xavi dijadikan pelatih oleh Barca karena dianggap sukses menangani Al-Sadd Sport Club (Qatar). Xavi diharapkan bisa mendongkrak prestasi Barca kembali.
Ukuran prestasi adalah trofi alias gelar juara. Tanpa sebuah trofi atau gelar juara, sebuah klub sulit untuk disebut berprestasi.
Nah kalau sudah demikian, apa gunanya Barca mengganti pelatih? Bukankah pelatih terdahulu sudah terbukti bisa memberikan sebuah trofi?
Tapi proyeksi Barca mungkin jangka panjang. Kalau lah saat ini Xavi belum bisa memberikan sebuah trofi atau gelar juara, tidak apa-apa. Mungkin di masa mendatang Barca akan bisa menjadi tim yang selalu panen prestasi lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H