Hal itu tentu sah-sah saja. Walau pun jika dilihat dari sudut pandang mazhab Syafi'i dan Hambali, ibadah umrah cukup satu kali dilaksanakan seumur hidup.
Mereka yang melaksanakan ibadah umrah, sudah pasti memiliki kesalehan ritual yang tinggi. Mereka berupaya mendekatkan diri kepada Tuhan dengan ritual-ritual yang dilaksanakan selama di tanah suci.
Akan tetapi sebagian dari mereka yang berkali-kali melaksanakan ibadah umrah bisa disebut sebagai orang yang "egois". Mereka lebih fokus mempertebal kesalehan ritual, tetapi mereka melupakan kesalehan sosial. Padahal kesalehan sosial ini harusnya pararel dengan kesalehan ritual yang dimilikinya.
Sebagian dari mereka yang berkali-kali melaksanakan ibadah umrah lupa bahwa ibadah umrah yang dilakukan kedua kalinya atau lebih adalah sunnah. Mereka lupa bahwa membantu anak yatim, meringankan beban tetangga yang kesusahan, atau menolong orang lain yang membutuhkan pertolongan adalah wajib.
Faktanya mereka lebih suka dan lebih mengutamakan untuk mengerjakan yang sunnah daripada yang wajib. Mereka merasa begitu dekat dengan Tuhan karena melaksanakan ibadah umrah berkali-kali. Namun sedikit dari mereka yang merasa berdosa karena membiarkan anak  yatim, tetangga, dan lain-lain dalam kesusahan.
Sebagai "alat ukur" untuk membuktikan hal itu cukup mudah dan sederhana. Mereka yang akan melaksanakan ibadah umrah untuk kedua kalinya atau lebih, kita coba minta untuk membatalkan pelaksanaan ibadah umrahnya itu.
Kemudian uang untuk biaya ibadah umrah yang nominalnya kurang lebih sebesar Rp. 25 juta itu kita sarankan diberikan untuk membantu pendidikan anak yatim misalnya. Bisa juga kita anjurkan untuk membangun fasilitas umum. Mereka bersedia atau tidak?
Mungkin hanya sedikit saja dari mereka yang menyatakan bersedia. Atau mungkin  juga diantara mereka tidak ada yang bersedia sama sekali.
Padahal membantu pendidikan anak yatim atau membangun fasilitas umum adalah amal jariyah yang nilai kebaikannya sangat besar dan langgeng. Kebaikan dari ibadah sosial itu akan terus mengalir walau pun si pelakunya  sudah meninggal dunia.
Itulah fakta yang  harus dihadapi umat Islam Indonesia saat ini. Kesalehan ritualnya relatif tinggi tapi kesalehan sosialnya rendah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H