Sebagaimana telah disampaikan oleh Juru Bicara Vaksin Covid-19 Kementerian Kesehatan RI, Siti Nadia Tarmizi pada bulan Januari lalu, bahwa pemerintah hanya membutuhkan waktu 15 bulan untuk merampungkan proses vaksinasi kepada 181,5 juta penduduk Indonesia. Pelaksanaan vaksinasi akan dilakukan secara bertahap, terhitung mulai Januari 2021 hingga Maret 2022.
Periode vaksinasi pertama selama 4 bulan, yaitu mulai Januari 2021 hingga April 2021. Sedangkan periode vaksinasi kedua selama 11 bulan, yaitu mulai April 2021 hingga Maret 2022.
Sementara itu target vaksinasi adalah 67-70 persen penduduk Indonesia (kurang lebih 181 juta orang). Tujuan vaksinasi itu sendiri untuk memunculkan herd immunity (kekebalan kelompok) terhadap virus corona. Â
Pelaksanaan program vaksinasi periode pertama ditandai dengan pemberian vaksin perdana kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Rabu, 13 Januari 2021 lalu. Selain Presiden Jokowi, vaksinasi perdana juga diberikan kepada Panglima TNI, Kapolri, Menteri Kesehatan RI, beberapa perwakilan Ormas, tokoh agama, anak muda, pengusaha, dan beberapa orang lainnya. Â
Setelah pemberian vaksin perdana kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan beberapa orang pejabat dan perwakilan beberapa unsur masyarakat itu, program vaksinasi periode pertama juga kemudian akan diberikan kepada beberapa kelompok masyarakat sebagai kelompok prioritas yang rentan penularan virus corona. Mereka adalah tenaga kesehatan, petugas pelayan publik, tokoh agama, pelaku ekonomi, guru, aparatur kementerian/lembaga, anggota legislatif, dan terakhir masyarakat sipil lainnya.
Walau pun vaksin sangat penting untuk bisa segera mengakhiri pandemi covid-19, tapi tidak semua orang dapat menerima program vaksinasi. Ada beberapa warga masyarakat yang menyatakan tidak mau atau menolak untuk divaksin. Alasannya bermacam-macam.
Mereka, kelompok anti-vaksin yang menyatakan menolak untuk divaksin itu mungkin sebenarnya tidak menolak vaksin. Mereka hanya belum memahami hal sebenarnya tentang vaksin. Mereka juga mungkin termakan hoaks tentang vaksin yang  beredar luas di media sosial.
Bagi mereka yang menolak untuk divaksin, tanggal 9 Februari 2021 lalu, Presiden Jokowi (Joko Widodo) secara resmi telah menerbitkan Perpres (Peraturan Presiden) Nomor 14 Tahun 2021. Walau pun Perpres tersebut tidak khusus membahas sanksi bagi mereka yang menolak untuk divaksin, tapi poin yang menarik dan banyak dibahas adalah tentang hal itu.
Penerapan sanksi bagi mereka yang tidak mengikuti vaksinasi dalam Perpres itu pun bukanlah sanksi pidana seperti banyak diperbincangkan, melainkan sanksi administratif.
Sanksi administratif yang dimaksud ada tiga, yaitu pertama, penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial. Kedua, penundaan atau penghentian layanan adminitrasi pemerintahan. Ketiga, denda. Â Â
Eksekusi sanksi administratif yang dimaksud tidak dilakukan oleh pemerintah pusat, melainkan oleh kementerian, lembaga, pemerintah daerah, atau badan sesuai dengan kewenangannya. Oleh karena itu sanksi administratif satu daerah dengan lainnya mungkin akan berbeda.Â
Sanksi administratif yang diterapkan di DKI Jakarta dengan Jawa Barat misalnya, tidak sama. Bagi penolak vaksinasi di DKI Jakarta, sebagaimana disampaikan oleh wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, yang dilansir kompas.com (16/02), akan dikenakan dua sanksi. Pertama, bantuan sosial (bansos) nya dihapus dan kedua, dikenakan denda Rp. 5 juta.
Sementara di Jawa Barat, Gubernur Jawa Barat menyebut mendukung penerapan sanksi sebagaimana tertuang dalam Perpres Nomor 14 Tahun 2021 (bisnis.com, 17/02). Artinya bagi penolak vaksinasi di Jawa Barat bantuan sosial (bansos) nya juga mungkin dicabut. Selain itu mereka juga akan dikenai denda seperti penolak vaksinasi di DKI Jakarta, hanya nominalnya berbeda.
Ridwan Kamil nampaknya tidak akan membuat aturan baru untuk nominal denda bagi penolak vaksinasi di Jawa Barat, sebab menurutnya UU Wabah tahun 1984 sudah cukup. Aturan itu tinggal disosialisasikan secara masif. Dalam UU Wabah tahun 1984 tersebut denda yang dikenakan sebesar Rp. Â 1 juta.
Lain DKI Jakarta dan Jawa Barat lain lagi Jawa Tengah. Jawa Tengah dalam  hal ini tidak mengikuti DKI Jakarta dan Jawa Barat mengenai pengenaan sanksi bagi mereka yang menolak untuk divaksin.
Terkait dengan hal itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengaku tak sepakat dengan pengenaan sanksi bagi mereka yang menolak untuk divaksin. Menurut Ganjar, energi yang ada akan habis bila membicarakan sanksi pada saat ini. Selain itu menurut Ganjar, vaksin yang tersedia di Indonesia pun masih dalam jumlah yang terbatas (bisnis.com, 17/02).
Dalam hal ini Ganjar Pranowo berpandangan bahwa mereka yang menolak untuk divaksin sebaiknya diedukasi ketimbang dihukum. Menurut Ganjar, tak masalah jika vaksinasi terhadap mereka yang menolak untuk divaksin ditunda terlebih dahulu. Saat masa penundaan itu pemerintah dapat menggalakan sosialisasi dan edukasi kepada mereka.
Pemberian vaksin terhadap mereka yang menolak untuk divaksin menurut Ganjar, bisa juga digeser waktunya ke jadwal penyuntikan gelombang terakhir. Jadi pemberian vaksin terhadap mereka yang menolak untuk divaksin tidak usah dipaksakan sesuai jadwal.
Ganjar lebih memilih untuk melakukan sosialisasi dan edukasi terlebih dahulu. Ganjar tak sepakat dengan kebijakan pemberian sanksi kepada mereka yang menolak divaksin virus covid-19.
Apa yang disampaikan oleh Ganjar sepertinya cukup moderat dan bijak. Ganjar benar, mungkin sanksi bukan sebuah solusi yang harus dikedepankan dulu sebelum ada maksimalisasi sosialisasi dan edukasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H