Isu adanya rencana kudeta terhadap kepemimpinan ketua umum Partai Demokrat yang terjadi di internal Partai Demokrat seperti yang disampaikan langsung oleh sang ketua umum Partai Demokrat sendiri, AHY (Agus Harimurti Yudhoyono), Senin (01/02) cukup mengagetkan banyak pihak. Hal itu karena selama ini Partai Demokrat terlihat adem dan tanpa masalah. Selain itu AHY menjadi nahkoda Partai Demokrat juga belum lagi genap satu tahun.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa AHY terpilih menjadi ketua umum Partai Demokrat dalam Kongres V Partai Demokrat di Jakarta, 15 Maret 2020 lalu. Waktu itu AHY terpilih secara aklamasi setelah seluruh pemilih hak suara yang berjumlah 604 orang sepakat untuk memilih AHY.
Ada lima orang yang diduga sebagai dalang yang akan melakukan kudeta, seperti disampaikan oleh AHY sendiri melalui konferensi pers yang disiarkan melaui akun youtube Agus Yudhoyono, Senin (01/02). Walau pun saat konferensi pers AHY tidak menyebut nama, tetapi belakangan pihak internal Partai Demokrat kemudian membuka nama lima orang yang disebut sang ketua umum.
Mereka adalah Jhoni Allen Marbun (kader Partai Demokrat aktif), Marzuki Alie (kader Partai Demokrat yang sudah 6 tahun tidak aktif), Nazaruddin (mantan kader Partai Demokrat), dan Darmizal (mantan kader Partai Demokrat). Sedangkan satu orang dari eksternal Partai Demokrat yang disebut sebagai AHY berasal dari lingkaran kekuasaan Presiden Joko Widodo adalah Moeldoko (kepala Kantor Staf Kepresidenan/KSP).
Beberapa nama yang disebut sebagai dalang kudeta pun bereaksi, Marzuki Ali misalnya. Mantan Ketua DPR RI itu berang. Ia mengancam tidak segan-segan untuk membongkar keburukan Partai Demokrat jika terus disinggung AHY.
Marzuki menyebut tuduhan kepada dirinya sebagai bagian dari kelompok yang ingin melakukan kudeta tidak memiliki dasar dan bukti. Kabarnya Marzuki Alie telah berkirim pesan WA kepada pendiri dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat, yang juga mantan Presiden RI dua periode, yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk membuktikan keterlibatan dirinya dalam isu kudeta terhadap Ketua Umum Partai Demokrat, AHY.
Berbeda dengan Marzuki Alie, terduga dalang kudeta lainnya, Darmizal tidak menampakkan sikap emosional. Ia tidak membantah atau membenarkan tuduhan namanya ikut disebut sebagai salah seorang dalang kudeta terhadap AHY.
Darmizal juga secara blak-blakan mengakui sering bertemu dengan terduga kudeta lainnya yang berasal dari lingkaran kekuasaan Presiden Joko Widodo, yakni  Kepala Kantor Staf Kepresidenan Jenderal (TNI) Moeldoko. Namun ia membantah jika pertemuannya dengan Moeldoko membahas Partai Demokrat.
Darmizal juga berterus terang bahwa sejumlah kader atau faksi yang ada di internal Partai Demokrat kurang puas dengan kepemimpinan Ketua Umum Partai Demokrat saat ini, yakni AHY. Menurut Darmizal, mereka menginginkan Moeldoko sebagai pengganti AHY. Darmizal sendiri menyebut mantan Panglima TNI di masa SBY itu dipandang sebagai tokoh yang sangat baik untuk menjadi pemimpin Partai Demokrat saat ini dan nanti ke depan.
Sementara itu Moeldoko, satu-satunya terduga dalang kudeta yang yang berasal dari eksternal Partai Demokrat, pun mengakui bahwa dirinya memang pernah bertemu dengan banyak kader Partai Demokrat yang datang ke rumahnya. Namun pertemuan itu tidak hanya membahas politik, tapi juga banyak hal.
Moeldoko tidak menampik jika banyak kader Partai Demokrat yang datang curhat ke rumahnya juga membicarakan tentang situasi yang tengah dihadapi Partai Demokrat. Sebagai pendengar yang baik, dirinya mendengarkan curhatan para kader Partai Demokrat itu.
Menyimak dari apa yang disampaikan oleh Darmizal dan Moeldoko nampaknya ada sebuah kesesuaian. Antara Moeldoko dan Darmizal, serta sejumlah kader Partai Demokrat memang pernah melakukan komunikasi yang cukup intens.
Dalam hal ini tuduhan yang disampaikan oleh AHY kepada Moeldoko dan Darmizal, Â serta yang lainnya tentu didukung oleh data-data yang telah AHY dan pengurus Partai Demokrat lain kumpulkan. Sehingga kemudian sampai kepada kesimpulan bahwa Moeldoko dan Darmizal, Â serta yang lainnya memang patut diduga sebagai dalang kudeta terhadap kepemimpinan AHY.
Sebagai seorang Ketua Umum partai politik yang cukup besar, AHY tidak mungkin gegabah menyampaikan sesuatu yang tidak didukung oleh sejumlah data. Kredibilitas dan wibawa AHY dan Partai Demokrat sendiri akan dipertaruhkan jika AHY berkata asbun. Â
Masalahnya, apakah AHY akan mampu mengelola isu kudeta tersebut sehingga dirinya bisa selamat dari kudeta dan partai yang dipimpinnya itu tetap kondusif? Seharusnya bisa, sebab isu kudeta tersebut sudah dibuka ke hadapan publik. Â
Berbeda halnya jika isu kudeta tersebut tidak dibuka ke hadapan publik. Mungkin kudeta yang dikhawatirkan akan benar-benar terjadi.
Dalam hal ini AHY bisa belajar kepada Tommy Soeharto dengan Partai Berkarya nya. Kalau tidak hati-hati, bukan tidak mungkin Partai Demokrat bernasib seperti Partai Berkarya yang diambil alih oleh Muchdi PR secara diam-diam.
Sebagaimana diketahui bersama, waktu itu sejumlah kader Partai Berkarya mengadakan Munaslub secara diam-diam di rumah mantan Danjen Kopassus Muchdi PR. Mereka mengklaim Munaslub tersebut telah sesuai AD/ART. Atas dasar itu pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM kemudian mengeluarkan SK kepengurusan Partai Berkarya di bawah kepemimpinan Muchdi PR.
Tommy Soeharto pun tidak bisa berbuat banyak. Partai Berkarya lepas dari tangannya.
Mengantisipasi jangan sampai apa yang terjadi di Partai Berkarya tidak terjadi pula di Partai Demokrat, mungkin AHY perlu segera melakukan "bersih-bersih". Langkah ini harus dilakukan sesegera mungkin. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H