Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Memahami Hikmah Kehidupan

12 Desember 2020   19:42 Diperbarui: 12 Desember 2020   19:46 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar pixabay.com

Pernahkah kita menggerutu, ngomel, atau protes kepada Tuhan tentang apa yang menimpa diri karena merasa tidak sesuai dengan keinginan kita? Kita inginnya begini tapi Tuhan memberinya begitu, atau sebaliknya. Bisa jadi diantara kita ada yang pernah melakukannya.

Hidup memang berjalan tidak (selalu) sesuai dengan keinginan kita, tapi mungkin berjalan demi kebaikan kita. Hanya kita tidak paham akan maksud dan tujuan Tuhan yang sebenarnya. Pikiran kita tidak bisa menjangkau Pikiran-Nya.

Kita seringkali melihat "keburukan" sebagai murni keburukan. Padahal bisa jadi "keburukan" itu sesungguhnya merupakan kebaikan yang tersembunyi bagi kita. Hanya saja kita belum bisa memahaminya.

Seperti ketika suatu waktu misalnya, kita akan pergi ke suatu kota yang cukup jauh  dengan menggunakan bus umum antar kota. Kita berdiri di pinggir jalan raya untuk menyetop bus umum jurusan kota yang akan kita tuju.

Cukup lama kita menunggu. Setelah sekira 25 menit bus yang kita maksudkan baru muncul di depan kita. Kita pun menyetop bus itu.

Akan tetapi bukannya berhenti, bus itu malah melaju kencang, padahal kita sedang tergesa-gesa memburu waktu.  Bagaimana perasaan kita waktu itu ?

Saat itu sangat mungkin kita akan merasa kesal, jengkel, dan marah kepada sopir dan kernet bus. Sudah lama menunggu bus, tapi ketika distop bus tidak berhenti.

Dalam pikiran kita "bus yang tidak berhenti ketika distop" merupakan sebuah keburukan, karena hal itu tidak sesuai dengan keinginan kita. Padahal bisa jadi persepsi kita tentang hal tersebut sesungguhnya salah besar.

Mungkin dalam keadaan masih merasa kesal, jengkel, dan marah, kita berdiri lagi menunggu bus. Sekira setengah jam, bus yang kita tunggu baru datang lagi. Kita naik bus itu, dengan perasaan yang masih kesal, jengkel, dan marah kepada sopir dan kernet bus yang lebih dulu lewat tadi.

Bisa jadi kita berpikir, seandainya bus pertama tadi berhenti kita tidak akan terlambat tiba di kota yang kita tuju. Selain itu kita tidak harus berdiri lagi selama 30 menit di pinggir jalan.

Selang satu jam bus yang kita naiki berjalan, di depan terlihat ada kerumunan dan jalan pun menjadi macet. Ternyata di depan ada kecelakaan lalu lintas, ada mobil bus yang menabrak pohon karena rem blong.

Sejurus kemudian kita tahu, bus yang mengalami rem blong itu ternyata bus yang kita stop tapi tidak mau berhenti. Bus itulah yang telah membuat kita merasa kesal, jengkel, dan marah. Bagaimana perasaan kita setelah mengetahui hal itu ?

Hampir bisa dipastikan, rasa kesal, jengkel, dan marah akan hilang seketika, berganti dengan rasa syukur. Bagaimana jadinya kalau bus yang rem blong itu waktu kita stop berhenti dan kita ada di dalamnya ?

Persepsi kita tentang "bus yang tidak berhenti ketika distop" merupakan sebuah keburukan seketika akan berganti. Pasti persepsi kita akan berubah seketika, bahwa "bus yang tidak berhenti ketika distop" merupakan sebuah kebaikan bagi kita. Ternyata persepsi kita tentang keburukan berubah hanya dalam selang waktu satu jam saja menjadi kebaikan.

Seperti itulah kehidupan. Banyak hal yang kita anggap sebagai "keburukan", justru hakikatnya mungkin adalah kebaikan bagi kita. Hanya saja kita tidak tahu "kebaikan yang tersembunyi" dalam sesuatu yang kita anggap "buruk" itu.

Mungkin kita menggerutu, ngomel, atau protes kepada Tuhan ketika kita tidak memiliki sesuatu yang dimiliki oleh orang lain. Mungkin kita menggerutu, ngomel, atau protes kepada Tuhan ketika kita tidak mendapatkan sesuatu yang kita inginkan.

Padahal dalam segala apa yang menimpa kita mungkin ada "kebaikan yang tersembunyi", yang tidak kita tahu. Kita hanya menilai dan melihat sesuatu dari luarnya saja, bukan dari hakikat sesuatu. "Kebaikan yang tersembunyi" itulah yang disebut dengan hikmah.

Kita tidak pernah tahu hikmah kehidupan yang sesungguhnya, kalau kita tidak memiliki ketajaman pikiran dan kebijakan hati. Bagi orang yang cerdas dan bijak, keburukan belum tentu dipandang sebagai sebuah keburukan. Sebaliknya kebaikan pun belum tentu dipandang sebagai sebuah kebaikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun