Pasca RUU (Rancangan Undang-undang) Cipta Kerja disahkan menjadi UU (Undang-undang) oleh DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia) pada tangggal 5 Oktober lalu, telah mengundang gelombang demonstrasi para buruh, mahasiswa, dan beberapa elemen masyarakat lain. Mereka melakukan demonstrasi selama tiga hari berturut-turut mulai tanggal 6-8 Oktober lalu di berbagai kota di Indonesia. Sebagian demonstrasi itu berakhir rusuh dan tidak sedikit para demonstran diamankan oleh aparat kepolisian.
Selain itu disahkannya RUU Cipta Kerja juga mengundang polemik di masyarakat. Banyak tokoh nasional, ekonom, politisi, serikat pekerja, bahkan dua ormas Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah dan NU (Nahdhatul Ulama) ikut bersuara mempersoalkan UU Cipta Kerja tersebut. Â Â
Sementara itu pihak pemerintah tetap keukeuh pada pemahamannya bahwa UU Cipta Kerja justru untuk kebaikan masyarakat dan para pekerja sendiri. Bahkan pihak pemerintah menyarankan kepada pihak-pihak yang tidak setuju terhadap UU Cipta Kerja untuk membaca terlebih dahulu undang-undang tersebut secara keseluruhan agar bisa memahami substansi undang-undang itu.
Sikap pemerintah seperti itu terlihat jelas dari pernyataan presiden Jokowi sendiri. Termasuk pernyataan dari para menteri dan stafnya.Â
Pernyataan Presiden Jokowi bisa disimak misalnya dari pernyataan resmi pasca gelombang demonstrasi surut, Jum'at (09/10). Presiden Jokowi saat itu angkat bicara menjelaskan mengenai kontroversi UU Cipta Kerja. Â
Menurut presiden Jokowi, UU Cipta Kerja bertujuan untuk menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi para pencari kerja dan para pengangguran. UU Cipta Kerja juga akan memudahkan masyarakat, khususnya usaha mikro kecil untuk membuka usaha baru. Selain itu Presiden Jokowi menyebut aturan yang ada dalam UU Cipta Kerja mencegah kemungkinan korupsi.
Oleh karena itu Presiden Jokowi menilai adanya unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja  dilatarbelakangi oleh disinformasi mengenai substansi undang-undang tersebut dan hoax di media sosial. Seperti mengenai penghapusan upah minimum, penghitungan upah minimum per-jam, dan cuti, serta PHK sepihak oleh perusahaan.
Senada dengan presiden Jokowi, beberapa orang menteri juga menyampaikan hal yang sama. Seperti telah disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Â
Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bahwa keberadaan UU Cipta Kerja harus diambil spirit positifnya agar pemerintah Indonesia semakin maju untuk menyejahterakan rakyatnya. Luhut meminta publik untuk bersabar mendengarkan keterangan resmi dari kementerian terkait.
Luhut tidak mau ada kegaduhan lantaran belum memahami secara seksama substansi UU Cipta Kerja. Lantas, Luhut menyarankan semua agar tenang. Kalau cinta negara ini, baca dulu nanti baru berkomentar. Â
Tak jauh beda dengan Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah mengklaim bahwa UU Cipta Kerja telah mengakomodir banyak aspirasi pekerja. Oleh karena itu Ida Fauziyah menilai aksi mogok nasional yang dilakukan para pekerja menjadi tidak relevan.
Begitupula Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut UU Cipta Kerja merupakan upaya pemerintah memberi lapangan kerja baru bagi masyarakat. UU Cipta Kerja menurutnya dapat menggerakkan rakyat untuk membuka usaha sendiri dengan memanfaatkan fasilitas yang diberikan pemerintah bagi pelaku usaha mikro dan kecil.
Selain itu Airlangga Hartarto juga menegaskan bahwa UU Cipta Kerja lebih mengutamakan kepentingan masyarakat dengan memberikan berbagai macam kemudahan untuk mengembangkan  usahanya. Hal itu karena menurut Airlangga, UU Cipta Kerja memberikan kemudahan perizinan tunggal bagi UMK melalui pendaftaran dan memberikan insentif fiskal dan pembiayaan untuk pengembangan pemberdayaan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah).
Intinya UU Cipta Kerja menurut pemerintah sendiri seluruhnya baik, tak ada kekurangan sama sekali. Bahkan pemerintah secara implisit menyebut bahwa mereka yang kontra atau menolak UU Cipta Kerja tersebut tidak memahami substansi dari undang-undang itu. Â Â
Pemerintah  dalam hal ini seolah-olah menafikan daya pemahaman mereka yang kontra atau menolak UU Cipta Kerja. Pemerintah seperti ingin mengatakan bahwa hanya dirinya lah yang bisa memahami dan boleh menafsirkan UU Cipta Kerja dengan benar.
Padahal mereka yang kontra atau menolak UU Cipta Kerja bukanlah orang-orang atau pihak sembarangan, yang daya nalarnya rendah. Mereka juga tidak semua para politisi yang memiliki kepentingan untuk menaikan elektabilitas mereka misalnya.
Apalagi jika bicara dua ormas Islam terbesar di Indonesia saat ini, Muhammadiyah dan NU. Kedua ormas Islam itu bukan partai politik yang memiliki kepentingan politik. Kedua ormas Islam itu merupakan representasi kekuatan umat Islam  yang ada di Indonesia saat ini.
Pemerintah mungkin boleh mengabaikan suara-suara tokoh yang terafiliasi kepada kekuatan  partai politik tertentu, sebab "suara" mereka mungkin subjektif. Akan tetapi pemerintah perlu mendengarkan suara kedua ormas Islam itu karena "suara"  mereka objektif semata-mata untuk  kemaslahatan dan kebaikan rakyat Indonesia.
Oleh karena itu pemerintah sebaiknya tidak egois, merasa benar sendiri, apalagi terkesan keras kepala tidak mau mendengar saran masukan dari banyak elemen masyarakat. Indonesia adalah negara yang berdasarkan demokrasi, bukan berdasarkan otoritarianisme. Â
Membangun negara tidak bisa hanya oleh pemerintah sendiri tapi juga harus bersama-sama dengan rakyat. Artinya pemerintah dengan rakyat harus seiring sejalan, harmonis.
Tak ada kata terlambat, masih ada waktu bagi pemerintah (baca : presiden) meninjau kembali UU Cipta Kerja tersebut, yakni dengan menerbitkan Perppu. Mempersilahkan pihak-pihak yang kontra atau menolak UU Cipta Kerja untuk mengajukan judicial review kepada MK (Mahkamah Konstitusi) justru bisa dibaca sebagai sikap egois dan keras kepala dari pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H