Berbagai kegiatan KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) yang dilangsungkan di sejumlah tempat, baik pertemuan, silaturahmi, atau pun deklarasi hampir selalu mendapat reaksi negatif dari sejumlah pihak. Ironisnya ada sinyalemen bahwa pihak-pihak yang menolak KAMI, yang melakukan upaya pelarangan, penjegalan, atau pembubaran kegiatan KAMI itu merupakan massa bayaran. Â
Sinyalemen itu sempat disampaikan oleh presidium KAMI sendiri, Gatot Nurmantyo sewaktu melakukan kegiatan silaturahmi dan deklarasi di Surabaya, Senin (28/09), yang mendapat penolakan dari sejumlah pihak. Waktu itu Gatot Nurmantyo mengatakan kepada para wartawan bahwa keberadaan KAMI menjadi berkah karena ada rezeki bagi rekan-rekan yang ikut demo.
Bukan tanpa alasan Gatot Nurmantyo mengatakan hal itu. Sewaktu kegiatan silaturahmi dan deklarasi KAMI di Surabaya, ada dua orang demonstran yang mengaku ikut demo karena dibayar. Begitu pula sewaktu kegiatan silaturahmi dan deklarasi KAMI di Bandung (07/09), ada seorang demonstran yang tertangkap dan mengaku ikut demo dibayar seratus ribu rupiah.
Mereka yang mengaku dibayar mungkin hanya oknum, tidak mewakili massa demonstran atau pihak yang menolak KAMI. Akan tetapi pandangan atau penilaian terhadap massa lain yang ikut demo adalah massa bayaran juga tak akan terelakkan.
Anggaplah massa yang menolak KAMI, yang sempat tertangkap itu hanya oknum. Artinya massa yang lain, yang melakukan upaya pelarangan, penjegalan, atau pembubaran kegiatan KAMI adalah murni karena tidak setuju atau tidak sepaham dengan KAMI.
Kalau pun begitu, apakah mereka berhak melakukan itu terhadap KAMI ? Mereka adalah rakyat sipil, warga negara biasa, bukan aparat keamanan. Tindakan yang mereka lakukan terhadap KAMI apa pun alasannya tidak bisa dibenarkan secara hukum.
Dalam negara demokrasi, tidak boleh ada dominasi satu kelompok terhadap kelompok lain. Terlebih lagi tidak boleh ada kelompok yang mencoba melakukan tindak kekerasan atau persekusi terhadap kelompok lain.
Apalagi jika kelompok yang melakukan tindak kekerasan atau persekusi itu melakukannya atas nama demokrasi atau Pancasila. Tentu merupakan suatu hal yang kontradiksi dengan nilai-nilai demokrasi dan Pancasila itu sendiri.
Lagi pula apa yang dilakukan oleh KAMI tidaklah bertentangan dengan konstitusi. Mereka tidak melakukan kegiatan yang anarkis, subversif, apalagi membahayakan keselamatan negara.
Orang-orang KAMI hanya melakukan kritik, saran, membuka diskursus tentang negara, dan beberapa hal lainnya. Semuanya masih dalam bingkai konstitusi. Â
Kalau pun ada reaksi negatif  kepada KAMI bukanlah karena apa yang dilakukan oleh KAMI itu menyalahi konstitusi, tapi karena alasan politis atau karena masalah suka dan tidak suka saja. Akan tetapi itu semua tidak bisa dijadikan pembenaran atas tindakan yang  tidak konstitusional terhadap KAMI.