Gatot Nurmantyo merupakan salah seorang deklarator KAMI. Deklarator KAMI yang lain adalah para tokoh nasional lintas agama, suku, dan bidang, seperti Din Syamsudin (tokoh agama), Rizal Ramli (mantan menteri), Said Didu (mantan sekretaris BUMN), Rocky Gerung (pemikir), Rafly Harun (pakar hukum tata negara), Ahmad Yani (politisi), dan lain-lain.
Para tokoh yang bergabung bersama KAMI dikenal sebagai tokoh yang selama ini kritis terhadap pemerintah. Oleh karena itu tak sedikit pihak yang menyebut KAMI sebagai gerakan politik, bukan gerakan moral. Dugaan itu wajar adanya.
Sebagaimana wajar pula jika ada pihak yang menyebut KAMI sebagai sebagai gerakan oposisi non-partai politik. Hal itu tak bisa dipungkiri, sebab narasi-narasi yang disampaikan KAMI cukup tajam "menyerang" pemerintah.
Hanya saja apa yang dilakukan oleh KAMI selama ini masih berada dalam bingkai konstitusi. Artinya apa yang dilakukan KAMI merupakan sesuatu yang legal, tidak menyalahi, bahkan sesuai dengan undang-undang.
Masalah penilaian apa yang dilakukan oleh KAMI itu baik atau tidak baik hanya masalah persepsi. Hal itu lebih kepada, di posisi mana si penilai berada.
Kalau si penilai berada di posisi yang setuju dengan apa yang dilakukan pemerintah tentu akan menyebut apa yang dilakukan para tokoh KAMI sebagai sesuatu yang tidak baik dan keliru. Sebaliknya jika si penilai berada di posisi yang kurang setuju dengan apa yang dilakukan pemerintah, tentu akan menyebut apa yang dilakukan para tokoh KAMI sebagai sesuatu yang baik dan benar.
Sebagaimana halnya dulu waktu zaman Orde Baru ada beberapa kelompok "pengganggu" pemerintah, seperti PRD (Partai Rakyat Demokratik) di bawah pimpinan Budiman Sujatmiko. Kemudian ada PUDI (Partai Uni Demokrasi Indonesia) di bawah pimpinan Sri Bintang Pamungkas.
Selain itu ada sebuah kelompok lain yang muncul di era  tahun 80 an yang cukup fenomenal karena didirikan oleh lima puluh orang tokoh nasional ternama dan kritis terhadap pemerintah, yang disebut dengan "Petisi 50". Di sana ada nama mantan gubernur Jakarta yang sangat terkenal, Ali Sadikin. Di samping itu ada nama mantan Ketua MPRS Jenderal AH. Nasution, mantan Kapolri Jenderal (polisi) Hoegeng Iman Santoso, mantan Perdana Menteri  M. Natsir, dan lain-lain.
Keberadaan mereka sesuatu yang legal karena tidak bertentangan dengan undang-undang. Akan tetapi pihak pemerintah Orde Baru memandangnya sebagai gerakan atau kelompok ilegal. Mereka dianggap sebagai gerakan atau kelompok yang mengganggu stabilitas nasional.
Apakah Petisi 50, PRD, atau PUDI itu baik atau buruk? Jawaban terhadap pertanyaan ini tidak bisa dijawab dengan mendasarkan kepada Undang-undang. Jawaban pertanyaan seperti itu tergantung siapa yang menjawab.
Langkah Politik Gatot Nurmantyo (?)