Lobang digali menggali lobang
Untuk menutup lobang
Tertutup sudah lobang yang lama
Loba baru terbuka
Itulah salah satu bait lagu dari Si Raja Dangdut Rhoma Irama yang populer era tahun 90 an. Lagu itu menggambarkan tentang utang yang begitu lekat dan sulit dilepaskan dari kehidupan keseharian banyak orang. Bahkan untuk membayar utang, tidak bisa tidak kecuali harus dengan cara berutang lagi.
Walau pun lagu itu merupakan lagu lawas, tapi isinya masih relevan dengan kehidupan orang-orang pada saat ini. Apalagi pada saat ini berutang seperti menjadi trend dan gaya hidup. Bukankah kartu kredit yang dibanggakan sebagai salah satu ciri manusia kekinian itu adalah kartu utang ?
Orang-orang sekarang juga tak cukup berutang secara off line kepada tetangga, saudara, teman, atau pihak perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Selain itu mereka tak jarang mengikuti gaya hidup masa kini, berutang secara online kepada banyak pihak yang gencar menawarkan pinjaman online melaui media sosial.  Â
Bahkan banyak hal yang dimiliki orang-orang saat ini hasil dari berutang. Baik barang-barang yang nilainya besar seperti mobil dan rumah, ataupun barang-barang yang nilainya tak terlalu besar dan barang-barang yang nilainya kecil sekalipun seperti pakaian, alat-alat rumah tangga, dan sebagainya.
Begitu eratnya utang dalam kehidupan keseharian banyak orang. Sehingga ada sebuah pembenaran tentang kewajaran orang berutang, seperti dalam sebuah "adagium" begini, "ciri manusia hidup itu berutang, sebab hanya orang yang sudah meninggal yang tak punya utang".
Memang benar juga, siapa sih saat ini orang yang tak pernah berutang ? Tidak orang kaya tidak orang miskin, tidak orang kota tidak orang desa, tidak tua tidak muda, semua pasti pernah berutang. Kalau pun tidak pernah berutang berupa uang atau barang, siapa pun pasti pernah berutang budi atau berutang janji.
Selain sebagai sebuah kebutuhan, berutang itu juga memang menyenangkan. Hanya membayarnya saja yang tidak menyenangkan.
Banyak orang  yang berapi-api, semangat 45 waktu mau berutang. Akan tetapi sayang ketika waktu membayar utang,  tak sedikit dari mereka yang mendadak lesu darah dan amnesia. Tak bersemangat dan lupa kapan harus membayar utang.
Bahkan ada yang mengibaratkan, banyak orang ketika berutang seperti tokoh pewayangan Bima. Hanya saja ketika tiba waktu membayar berubah seperti Arjuna.
Berutang sesungguhnya sebuah upaya untuk mengatasi salah satu masalah dalam hidup. Akan tetapi jika dibiasakan, justru hidup itu sendiri yang akan bermasalah.
Artinya berutang itu hanya dilakukan pada waktu darurat saja, tidak setiap waktu tidak setiap kesempatan. Kalau berutang sudah menjadi kebiasaan tidak hanya dalam waktu darurat saja, maka utang itu akan menjadi sebuah beban. Lebih jauh lagi, bahkan utang bisa melilit kehidupan seseorang.
Tak sedikit orang yang menjadi stress akibat terlilit utang. Bahkan ada orang yang sampai mengakhiri hidupnya disebabkan karena tidak  kuat menanggung beban hidup akibat lilitan utang.
Oleh karena itu ketika berutang kita harus mengukur kemampuan sendiri, apakah akan mampu membayar atau mengembalikan utang itu atau tidak. Kalau sekiranya mampu, boleh. Tetapi sekiranya tidak akan mampu, jangan sekali-kali berutang di luar batas  kemampuan.
Hal yang tak kalah pentingnya adalah kita harus senantiasa ingat bahwa berutang itu hanya dilakukan pada waktu darurat saja, sebab pada dasarnya utang adalah sebuah beban.Â
Dalam salah satu haditsnya, Nabi SAW mengingatkan, Â "...Sesungguhnya utang adalah kehinaan di siang hari dan kesengsaraan di malam hari...".
Peringatan Nabi saw. tersebut sungguh kontekstual dengan kondisi saat ini. Betapa kita menyaksikan banyak orang yang menjadi ketakutan di siang hari dan gelisah di malam hari akibat dikejar-kejar debt collector. Jangan sampai kita seperti itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H