Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Masa Hanya Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution yang Dipermasalahkan?

21 Juli 2020   22:12 Diperbarui: 22 Juli 2020   14:55 840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Majunya anak dan menantu Presiden Joko Widodo, yakni Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution dalam kontestasi Pilkada Solo dan Medan menjadikan isu politik dinasti ramai diperbincangkan banyak kalangan. Tuduhan bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi sedang membangun dinasti politik pun berhembus kencang.

Tentu saja Gibran dan Bobby menjadi perbincangan hangat karena ia adalah anak dan menantu dari orang nomor satu di negeri ini. Seandainya mereka berdua bukan anak dan menantu presiden, mungkin adem-adem saja.

Saat ini Gibran sudah pasti mendapat tiket di Pilkada Solo melalui PDI-P. Sedangkan Bobby digadang-gadang akan diusung partai Golkar di Pilkada Medan. Akan tetapi sampai saat ini belum ada pernyataan secara resmi dari internal partai Golkar.

Gibran dapat previllege dari PDI-P sebagai partai pengusung di Pilkada Solo. Bahkan demi Gibran PDI-P rela "membuang" kader setianya, Achmad Purnomo yang lebih dulu dipersiapkan sebagai calon walikota Solo. Tentu saja PDI-P pasti memiliki kalkulasi politik yang matang, sehingga berani memberi "karpet merah" kepada Gibran.

Banyak pihak menyebut bahwa previllege yang diberikan PDI-P kepada Gibran tidak lain karena Gibran bukan orang biasa, tapi anak seorang Presiden, yang bernama Joko Widodo. Faktanya memang begitu. Gibran memang anak seorang  presiden RI.

Akan tetapi dalam beberapa kesempatan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa terjunnya sang anak sulung, Gibran Rakabuming Raka termasuk sang menantu ke kancah politik dengan mencalonkan diri  menjadi calon kepala daerah tidak termasuk dari politik dinasti. Hal itu dikarenakan dirinya tak pernah mencampuri atau mengkondisikan anak atau menantunya. Jabatan kepala daerah rakyat sendiri yang menentukan bukan presiden.

Menurut persepsi Presiden Jokowi, politik dinasti itu jika seseorang yang memiliki ikatan keluarga diberi atau diangkat dalam suatu jabatan. Jadi kalau seseorang tidak diberi atau diangkat dalam suatu jabatan, tapi dipilih atau ditentukan oleh rakyat walau seseorang itu ada ikatan keluarga bukanlah politik dinasti.

Senada dengan Presiden Jokowi, partai pengusung Gibran di Pilkada Solo, yakni PDI-P melalui kadernya Ahmad Basarah juga menepis anggapan pencalonan Gibran Rakabuming Raka menjadi Calon Walikota Solo sebagai politik dinasti. Menurut Basarah, politik dinasti adalah politik  regenerasi kekuasaan atau jabatan politik yang  bersifat turun temurun tanpa adanya proses elektoral dan pemilihan langsung oleh rakyat.

Presiden Jokowi, PDI-P, atau pun siapa saja boleh memberikan definisi atau tafsiran tentang politik dinasti. Memang Mahkamah Konstitusi pun membolehkan politik dinasti. Artinya politik dinasti tidak bertentangan dengan undang-undang. Jadi sah-sah saja jika Gibran,  Bobby, atau yang lainnya terlibat atau melibatkan diri dalam politik dinasti.

Sesungguhnya tidak fair jika publik terus mempermasalahkan Gibran atau Bobby. Sebab dalam hal ini Gibran dan Bobby tidak sendirian. Selain Gibran dan Bobby yang anak dan menantu seorang presiden, banyak pula anak, keponakan, atau keluarga pejabat publik yang terjun dalam ajang Pilkada.  

Sebutlah anak perempuan Wakil Presiden KH. Ma'ruf Amin, Siti Nur Azizah yang akan  maju di Pilkada Tangerang Selatan. Kemudian ada keponakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo yang juga akan maju menjadi Calon Walikota Tangerang Selatan menjadi kompetitor anak perempuan Wakil Presiden KH. Ma'ruf Amin.

Selain mereka, banyak isteri atau kerabat dari kepala daerah yang juga maju dalam Pilkada 2020. Seperti isteri Walikota Batam, Marlin yang akan mencalonkan diri di Pilkada Kepulauan Riau sebagai calon wakil gubernur. Kemudian ada isteri mantan Bupati Mojokerto, Ikhfina Fahmawati yang akan maju dalam Pilkada Mojokerto.

Di negeri ini, politik dinasti atau dinasti politik memang bukan hal yang aneh, baik di Pilkada, pemilu legislatif, atau dalam pemerintahan dan birokrasi. Di Sulawesi misalnya, dikenal ada keluarga "Limpo" yang menguasai politik dan pemerintahan di sana. Publik tentu famiiliar dengan nama-nama seperti Syahrul Yasin Limpo, Dewi Yasin Limpo, Tanri Olle Yasin Limpo, dan Limpo-Limpo lainnya.

Seperti halnya di Sulawesi, di Banten juga ada dinasti politik yang begitu kuat menguasai politik dan pemerintahan di sana. Yaitu dinasti politik dari Ratu Atut Chosiyah. Sebutlah nama Airin Rahmi Diany (adik ipar Ratu Atut/Walikota Tangerang Selatan), Ratu Tatu Chasanah (adik Ratu Atut/Bupati Serang), Haerul Jaman (adik tiri Ratu Atut/mantan Walikota Serang), dan lain-lain.

Mata publik menatap tajam kepada Gibran dan Bobby karena keduanya ada kaitan erat dengan Presiden RI. Keduanya disorot karena memang keduanya anak dan menantu Presiden RI.

Presiden Jokowi mungkin tidak pernah mencampuri atau mengkondisikan sang anak dan menantu dalam pencalonan keduanya menjadi calon walikota. Akan tetapi tanpa dikondisikan pun pihak partai politik atau pihak yang berkepentingan mempertimbangkan dan "mengistimewakan" keduanya justru karena anak dan menantu seorang presiden.

Coba saja jika Gibran dan Bobby bukan anak dan menantu Presiden RI. Apakah akan ada partai politik atau kekuatan politik yang melirik keduanya ? Belum tentu.

Sebagai warga negara Gibran dan Bobby memiliki hak dipilih dan memilih. Secara aturan pun tak ada yang melarang  keduanya mencalonkan diri jadi  kepala daerah atau terjun ke dunia politik. Hanya saja secara etika mungkin keduanya tidak etis mencalonkan diri menjadi  calon kepala daerah ketika sang bapak atau mertua masih berkuasa.

Hal itu akan menimbulkan kesan aji mumpung atau memanfaatkan orang tua dan mertua. Memang benar seperti dikatakan Presiden Jokowi bahwa semua tergantung pilihan rakyat. Akan tetapi sedikit banyak  rakyat juga  akan melihat siapa di belakang keduanya.

Akan berbeda halnya jika Gibran dan Bobby maju dalam pilkada atau terjun dalam politik setelah Presiden Jokowi tidak berkuasa lagi. Kesan aji mumpung atau memanfaatkan orang tua dan mertua tidak akan ada.

Mengapa politik dinasti atau politik kekerabatan dipermasalahkan banyak pihak ? Diakui atau tidak, politik dinasti atau politik kekerabatan akan menyebabkan persaingan tidak sehat. Warga masyarakat yang baik dan berkualitas yang "bukan siapa-siapa" akan kehilangan kesempatan dalam pertarungan politik.

Selain itu sirkulasi kekuasaan akan berputar-putar di sekitar elit yang sedang berkuasa atau memiliki kekuasaan. Politik dinasti atau politik kekerabatan juga berpotensi menciptakan konspirasi kepentingan keluarga atau kelompok dan juga menciptakan nepotisme.     

Lebih jauh lagi politik dinasti atau politik kekerabatan berpotensi menciptakan penyalahgunaan kekuasaan, termasuk penyalahgunaan anggaran. Kalau sudah begitu, maka akan terjadi kebocoran sumber-sumber keuangan. Dalam bahasa lain akan mudah terjadinya perbuatan korupsi dalam lingkaran kekuasaan.

Kalau seperti itu jelaslah bahwa politik dinasti atau politik kekerabatan tidak baik bagi rakyat dan tidak sehat bagi demokrasi. Politik dinasti atau politik kekerabatan, dengan demikian pantas untuk dipermasalahkan. Politik dinastinya yang dipermasalahkan, bukan orangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun