Logikanya sederhana. Jangankan siswa yang usianya belum dewasa, orang-orang yang sudah dewasa saja mengalami kesulitan ketika diatur untuk melakukan physical distancing. Guru juga tidak akan selalu bisa memantau atau memperhatikan para siswa dalam melakukan physical distancing.
Sekolah Calon Perwira TNI Angkatan Darat (Secapa TNI AD) di Bandung mungkin bisa dijadikan bukti sahih akan sulitnya menjaga penularan Covid-19 dalam sebuah satuan pendidikan. Padahal semua orang tahu, sebagai sebuah lembaga pendidikan militer Secapa TNI AD tentu memiliki disiplin yang tinggi dan protokol kesehatan yang ketat. Tapi toh kena juga.
Sebagaimana dilansir banyak media, beberapa hari yang lalu tersiar kabar bahwa di Secapa TNI AD ada 1.262 orang yang positif Covid-19. Mereka terdiri dari peserta didik dan beberapa pelatih. Sehingga kemudian Secapa TNI AD menjadi kluster baru penyebaran virus Corona (Covid-19).
Itu satuan pendidikan militer yang tingkat disiplinnya sangat tinggi. Apalagi satuan pendidikan biasa yang tingkat disiplinnya relatif rendah.
Hal tersebut mengandung arti bahwa pembelajaran tatap muka dalam tahun ajaran baru ini memang belum bisa dilaksanakan sebagaimana biasa. Kalau pun dipaksakan akan berdampak kurang baik dan bisa mengancam kesehatan dan keselamatan semua unsur yang ada di satuan pendidikan.
Sementara itu jika pembelajaran dilakukan secara daring (dalam jaringan) alias online, juga bukan tanpa masalah. Ada banyak kendala atau kesulitan bagi siswa atau murid dalam melakukan pembelajaran secara daring.
Pembelajaran secara daring akan berjalan dengan baik jika ada beberapa hal, seperti media, yakni smartphone atau laptop. Kemudian ada jaringan internet. Terakhir ada "bahan bakar" untuk jaringan internet tersebut, yakni berupa kuota internet.
Apabila ketiga hal itu tidak ada, maka pembelajaran secara daring tidak akan bisa dilaksanakan. Masalahnya, apakah semua siswa atau murid bisa memiliki atau memenuhi ketiga hal tadi?
Mengenai smartphone atau laptop, bagi sebagian orang tua siswa mungkin sudah bukan lagi barang mewah. Bahkan tidak sedikit dari mereka memberikannya secara berlebih kepada anak-anak mereka. Tapi bagi sebagian orang tua, jangankan membelikan smartphone atau laptop untuk anaknya, untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari saja mereka kesulitan.
Kemudian mengenai jaringan internet. Tidak semua wilayah Indonesia sama. Ada yang memiliki jaringan internet bagus ada yang kurang bagus. Apabila siswa atau murid berada di wilayah yang memiliki jaringan internet kurang bagus, mereka tidak akan bisa memiliki koneksi internet.
Terakhir mengenai kuota internet. Bagi sebagian orang tua siswa atau siswa, kuota internet mungkin tidak masalah. Sewaktu kuota habis tinggal mengisinya dengan men-debet dari ATM, SMS banking, atau membelinya dari konter pulsa.