Dua kali publik menyaksikan aksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjukkan kekesalan dan kemarahan kepada para menterinya yang dianggap bekerja biasa-biasa dan tidak memiliki sense of crisis dalam situasi pandemi Covid-19 ini. Pertama pada sidang paripurna kabinet 18 Juni lalu, yang videonya baru diunggah sepuluh hari kemudian. Kedua pada rapat terbatas kabinet tanggal 7 juli, di Istana Kepresidenan Jakarta.
Kekesalan dan kemarahan Presiden Jokowi tersebut lantas memunculkan isu tidak sedap bagi para menteri yang ada di Kabinet Indonesia Maju. Apalagi kalau bukan  berhembusnya isu reshuffle kabinet. Terlebih lagi dalam kekesalan dan kemarahannya itu, Presiden Jokowi menyebut secara eksplisit kata-kata "reshuffle".
Kemudian Muncullah spekulasi dan prediksi, menteri apa saja yang aman tidak akan terkena reshuffle dan menteri apa saja yang akan terkena reshuffle. Muncul pula nama-nama baru yang disebut-sebut akan menjadi pengganti menteri akan  terkena reshuffle itu.
Beberapa nama menteri yang disebut para pengamat sebagai menteri yang aman tidak akan terkena reshuffle antara lain Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, dan Menteri BUMN Erick Thohir. Selain itu ada pula Menteri Luar  Negeri Retno Marsudi dan Menristek Bambang Brodjonegoro. Â
Sedangkan menteri yang santer disebut banyak pihak akan terkena reshuffle cukup banyak. Mereka antara lain Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri  Kesehatan Terawan Agus  Putranto, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah, dan Menteri Agama  Fachrul Razy. Selain itu ada Menteri KKP Edhy Prabowo, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri  Sosial  Juliari P. Batubara, Menteri  Koperasi dan UKM Teten Masduki, Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali, dan Menparekraf Wishnutama Kusubandio.
Beberapa nama baru pun bermunculan, yang disebut-sebut akan menggantikan beberapa menteri yang akan terkena reshuffle tadi. Sebutlah nama Triawan Munaf yang disebut akan menggantikan Menparekraf Wishnutama Kusubandio. Kemudian ada nama Rachmat Gobel yang akan menggantikan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Bahkan muncul nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang disebut-sebut akan menggantikan Menteri  Koperasi dan UKM Teten Masduki.
Sementara itu sang pemilik hak prerogatif reshuffle sendiri, yakni Presiden Jokowi sampai saat ini justeru tak terdengar melakukan "follow up", yang mengarah kepada akan terjadinya reshuffle itu. Angin reshuffle justeru seperti mereda begitu saja.
Dalam hal ini Menteri Sekretaris Negara Pratikno bahkan membuyarkan isu reshuffle, dengan menyebut  bahwa isu reshuffle saat ini sudah tidak relevan karena kinerja para menteri membaik. Para menteri di Kabinet Indonesia Maju telah menunjukkan kemajuan signifikan pasca dimarahi Presiden Jokowi. Kemarahan Presiden Jokowi pada sidang kabinet paripurna tanggal 18 Juni lalu menurut Pratikno bukan berarti sebuah sinyal reshuffle, melainkan teguran kepada para menteri yang dianggapnya tak bekerja maksimal dalam penanganan  virus Corona.
Apa yang disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno mungkin benar, tapi mungkin juga tidak. Sebab pemilik hak prerogatif reshuffle tetaplah presiden dan tidak tergantung pendapat pihak lain, termasuk pendapat Menteri Sekretaris Negara. Menteri Sekretaris Negara Pratikno mungkin hanya sedang berusaha menenangkan semua  pihak agar tidak  terjadi  kegaduhan.
Sebagian pengamat meyakini bahwa reshuffle tetap akan dilakukan oleh Presiden Jokowi, hanya menunggu waktu yang tepat saja. Hal itu seperti disampaikan pengamat politik dan peneliti Indonesian Public Institute, Karyono Wibowo, misalnya. Menurut Karyono, sekarang ini Kabinet Indonesia Maju baru bekerja  selama sembilan bulan. Sedangkan reshuffle biasanya atau idealnya akan dilakukan saat kabinet sudah satu tahun bekerja.
Seandainya prediksi Karyono benar, maka reshuffle akan terjadi paling tidak sekitar bulan Oktober  tahun 2020 ini. Dan apa yang disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno pun hanya menjadi  semacam "dongeng  pengantar  tidur" saja bagi para menteri yang pada akhirnya terkena reshuffle.
Akan tetapi  jika prediksi Karyono meleset, berarti apa yang disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno benar-benar menjadi "oase di gurun pasir" bagi para  menteri  yang ramai dibicarakan akan terkena reshuffle.Â
Hanya saja jika reshuffle sungguh-sunggguh tidak dilakukan oleh Presiden Jokowi, maka aksi kekesalan dan kemarahan yang diperlihatkan Presiden Jokowi pada dua kali rapat dengan para menteri sebagai para pembantunya itu menjadi tidak bermakna. Tudingan sebagian pihak yang menyebut kekesalan dan kemarahan Presiden Jokowi sebagai acting, setting an, atau drama saja bisa menjadi benar adanya.
Dalam hal ini  Presiden Jokowi  harus benar-benar berpikir untuk  kepentingan  rakyat. Kalau memang sebagian pembantunya itu kurang bisa bekerja secara maksimal, lebih baik untuk diganti saja dengan mereka yang memiliki  kemampuan lebih baik. Presiden tidak perlu terus mempertahankan  mereka yang kurang bisa bekerja karena hal itu  akan merugikan rakyat.
Presiden jangan terlalu mengedepankan rasa sungkan dan rasa tidak enak hati dengan partai politik jika harus melakukan reshuffle kabinet. Walaupun tentu saja bukan berarti pula presiden boleh mengabaikan partai politik. Dalam hal ini presiden perlu melakukan komunikasi yang baik dengan partai politik pengusung dirinya terkait rencana reshuffle kabinet.
Presiden juga harus membuktikan dugaan sebagian pihak yang menyebut ada  beberapa  menteri yang memiliki kedekatan khusus, sehingga walau pun berkinerja kurang maksimal sekali pun tidak akan diganti, sebagai hal tidak benar. Seperti Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto misalnya. Ia disebut-sebut sebagai menteri kesayangan Presiden Jokowi. Â
Orang-orang terbaik yang memiliki kemampuan lebih dari para menteri yang saat ini dianggap kurang bisa bekerja secara maksimal, pasti selalu ada. Baik mereka yang  berasal dari partai politik maupun dari luar partai politik. Â
Presiden Jokowi bisa memilih mereka untuk menggantikan para menteri yang saat ini dianggap kurang bisa bekerja secara maksimal. Hal itu perlu dilakukan demi untuk kepentingan rakyat.
Rakyat butuh pelayanan yang lebih baik dari para peyelenggara negara. Sementara jika sebagian penyelenggara negara itu tidak bisa mewujudkan apa yang menjadi kebutuhan rakyat, tentu  sebuah kerugian bagi rakyat.
Dengan demikian reshuffle kabinet berada diantara hak prerogatif presiden sendiri dan kepentingan rakyat. Presiden bisa menggunakan hak prerogatifnya itu demi untuk kepentingan rakyat. Sebab dalam negara demokrasi, rakyat adalah pemegang kekuasaan yang sesungguhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H