Setelah Presiden Jokowi memberi warning para menterinya pada sidang kabinet paripurna tanggal 18 Juni 2020 lalu (baru viral 10 hari kemudian), Presiden Jokowi kembali melakukan hal yang sama pada rapat terbatas yang digelar di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (07/07/2020). Hanya saja warning presiden kali ini tidak sekeras warning pertama.
Dalam rapat terbatas tersebut Presiden Jokowi kembali mengungkap kekesalan kepada para menterinya yang dianggap tidak memiliki sense of crisis di tengah pandemi Covid-19 dan bekerja biasa-biasa saja seperti tidak dalam keadaan krisis. Oleh karena itu kemudian presiden meminta jajarannya untuk bekerja lebih keras lagi, lebih cepat, dan tidak bekerja dengan cara biasa.
Para menteri diminta presiden untuk membuat terobosan dalam menjalankan SOP (Standar Operasional Prosedur). Tidak menggunakan SOP normal, tapi SOP yang smart shortcut. Â
Presiden, dalam rapat itu juga sempat menyentil beberapa kementerian/lembaga yang dianggap lambat dalam menggunakan anggaran. Padahal anggaran yang dimiliki sangat  besar. Kementerian/lembaga yang disentil presiden itu adalah Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), Kemensos (Kementerian Sosial), Kemenhub (Kementerian Perhubungan), Polri (Kepolisian Republik Indonesia), dan termasuk Kemenhan (Kementerian Pertahanan).
Disentilnya beberapa nama kementerian/lembaga memunculkan tafsiran dan spekulasi dari beberapa pihak bahwa presiden sedang marah atau kesal kepada menteri-menteri yang ada di kementerian/lembaga itu. Kalau memang ada tafsiran seperti itu, berarti presiden juga sedang marah atau kesal kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ?
Mungkin dan wajar saja jika presiden marah atau kesal kepada para menterinya, termasuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Sebab para menteri adalah pembantu presiden.
Kalau begitu apakah ada kemungkinan menteri-menteri yang kementeriannya disentil akan diganti atau di-reshuffle ? Bisa jadi. Sebab masalah ganti mengganti menteri adalah hak prerogatif presiden sendiri. Seandainya presiden memiliki pertimbangan lain, siapa pun dari menteri-menterinya bisa diganti.
Akan tetapi menurut pengamat politik dan pendiri Lembaga Survei Kedai Kopi, Hendro Satrio, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto merupakan satu dari empat menteri yang bisa dibilang aman (tidak akan diganti) dan layak dipertahankan. Tiga orang  lainnya adalah Menteri BUMN Erick Tohir, Menteri Luar  Negeri, Retno Marsudi, dan Menteri PUPR Basuki Hadimoeljono.
Apa yang  dikatakan oleh  Hendri Satrio bisa jadi benar, tapi mungkin juga salah. Sebab politik sangat dinamis.  Bisa saja suatu waktu Presiden Jokowi memiliki pertimbangan politik yang "mengharuskan" mengganti Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Hanya saja kalau hal itu terjadi, maka bisa dipastikan konstelasi politik akan berubah secara drastis. Prabowo Subianto dengan Geindranya tentu akan beralih posisi, dari koalisi menjadi oposisi. Bukan tidak mungkin jargon 01 dan 02 akan muncul kembali.
Dengan munculnya kembali 01 dan 02, maka perkubuan akan kembali terjadi. Para pendukung kedua kelompok masing-masing akan menggalang kekuatan. Ujung-ujungnya rakyat kembali yang susah dan menjadi korban.
Hal itu tentu tak diharapkan oleh semua, termasuk oleh Presiden Jokowi sendiri. Dengan demikian walau pun bukan hal yang tidak mungkin Presiden Jokowi mengganti Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, tetapi nampaknya Presiden Jokowi tak akan melakukannya. Risiko politiknya terlalu besar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H