Penolakan juga datang dari Fraksi PAN (Partai Amanat Nasional) seperti yang disampaikan oleh Wakil Ketua Fraksinya, Partaonan Daulay. Menurut Daulay, pembahasan RUU HIP menuai polemik sehingga penggantian namanya tak akan menyelesaikan masalah. Pihaknya merasa khawatir jika pembahasan RUU yang berkenaan dengan Pancasila itu dilanjutkan akan menimbulkan kecurigaan di kalangan masyarakat.
Selain itu perdebatan terkait RUU HIP tersebut dalam pandangan Daulay, sudah memecah belah pikiran dan pandangan masyarakat. Kalau dilanjutkan dengan mengubah judul dipastikan tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan tetap akan mendapatkan penolakan dari masyarakat luas.
Selain mereka di atas, tentu masih banyak lagi pihak lain yang tetap menyatakan penolakannya terhadap RUU HIP kendati diubah menjadi RUU PIP. Sebab yang mereka inginkan bukan mengganti nama tapi tidak melanjutkan pembahasan alias mencabut RUU tersebut.
Fenomena kuatnya arus penolakan terhadap RUU HIP atau RUU PIP, seharusnya bisa dibaca secara bijak oleh pihak pengusul, DPR, dan termasuk oleh pemerintah. Apalagi pembahasan RUU itu dilakukan di tengah musibah global yang sampai saat ini masih belum berakhir, yakni pandemi Covid-19.
Tidak salah jika banyak pihak yang mengatakan bahwa sebaiknya para legislator dan pemerintah untuk lebih fokus saja kepada penanganan pandemi Covid-19 yang telah menyebabkan banyak korban jiwa dan kerugian ekonomi yang luar biasa.
Pandangan dari para penolak RUU HIP juga yang menyebut masalah kurang urgensinya pembahasan RUU tersebut, sepertinya juga tidak salah. Sebab banyak hal lain yang lebih urgen untuk dibahas yang menyangkut kesejahteraan dan kebutuhan mendasar rakyat yang lain.
Kalau boleh dianalogikan, RUU HIP itu bukan "pangan" yang menjadi kebutuhan primer rakyat, melainkan sebagai "sandang" yang "hanya" merupakan kebutuhan sekunder. Â
Artinya kalau pun DPR dan pemerintah tidak fokus atau bahkan tidak melanjutkan pembahasan RUU HIP untuk sementara waktu, hal itu tak akan membuat rakyat "mati". Berbeda halnya dengan, ketika DPR dan pemerintah tidak fokus menangani masalah pandemi Covid-19, membahas masalah ekonomi, atau membahas masalah kesejahteraan rakyat misalnya, maka rakyat bisa "mati".
Dengan demikian, dalam hal ini diperlukan kebijakan dan kepekaan dari DPR, pemerintah, dan semua pihak untuk membuat skala prioritas demi kebaikan rakyat secara keseluruhan. Semua harus bisa mengenyampingkan "ego sektoral" masing-masing.
Apakah pembahasan RUU tentang Pancasila tidak baik ? Tentu tidak. Hanya saja untuk saat ini mungkin momennya kurang pas, kurang tepat.
Selama bertujuan untuk kebaikan rakyat, bangsa, dan negara pembahasan RUU tentang Pancasila masih terus bisa dilakukan. Tentu saja dengan mengeliminir bagian-bagian yang berpotensi menimbulkan masalah untuk saat ini dan di kemudian hari.