Sejak pertengahan Maret 2020, pemerintah mengimbau semua warga masyarakat untuk #diRumahSaja demi memutus rantai penyebaran wabah Covid-19. Tak terkecuali para ASN (Aparatur Sipil Negara), yang terdiri dari PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Mereka pun diimbau untuk #diRumahSaja melakukan WFH (Work From Home).
Sewaktu #diRumahSaja apakah para ASN melakukan WFH atau tidak, memang agak sulit mengontrolnya. Berbeda dengan, ketika para ASN melakukan WFO (Work From Office). Tapi paling tidak, bagi para ASN yang melakukan WFH ada evidence dari hasil pekerjaannya berupa laporan atau bukti fisik lainnya.
Ternyata dalam pandangan Menteri PAN-RB (Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi) Tjahjo Kumolo, para ASN sewaktu #diRumahSaja atau selama WFH tidak semua ASN produktif. Banyak ASN yang tidak bisa menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
Oleh karena itu Tjahjo Kumolo saat ini, sebagaimana dilansir kompas.com, jum’at (19/06/2020) tengah menyusun strategi untuk memangkas ASN yang tidak produktif itu, tapi memang tidak mudah. Menurut Tjahjo, diperlukan strategi untuk ASN yang tidak produktif itu secara bermartabat.
Dalam pandangan Tjahjo saat ini Indonesia kelebihan ASN yang tidak diperlukan, tetapi kekurangan tenaga yang dibutuhkan. Istilahnya “too many, but not enough”. Untuk itu Tjahjo terus berkoordinasi dengan BKN (Badan Kepegawaian Negara) untuk mencari solusi terbaik.
Rencana dan langkah yang akan dilakukan oleh Men-PAN-RB Tjahjo Kumolo merupakan langkah maju, walau pun bisa dikatakan agak terlambat. Sebab masalah ASN atau PNS yang kurang produktif itu, pada waktu menteri sebelum Tjahjo Kumolo sendiri pun sudah terdeteksi.
Masalah tersebut memang salah satu masalah dalam birokrasi kita. Banyak ASN yang sebenarnya sudah “mentok”, sudah tidak lagi kompeten. Tetapi masih “bertengger” dengan nyaman sebagai ASN atau PNS.
Masalah lainnya dalam birokrasi kita adalah penumpukan ASN atau PNS dalam satu unit kerja, satuan kerja, atau dalam bidang tertentu. Dalam unit kerja, dalam satuan kerja, atau dalam bidang tertentu kelebihan pegawai, sementara dalam unit kerja, dalam satuan kerja, atau dalam bidang tertentu lain kekurangan banyak pegawai.
Akibatnya akan terjadi ASN yang sibuk harus menanggung beban kerja yang banyak di satu sisi, dan di sisi lain ada ASN yang bisa santai karena beban kerjanya dikerjakan oleh banyak ASN. Dengan demikian evaluasi dan rasionalisasi ASN mutlak perlu dilakukan demi birokrasi yang lebih baik.
Ada ungkapan menarik dari MenPAN-RB terkait pemangkasan ASN yang tidak produktif perlu dilakukan secara bermartabat. Pemangkasan dalam bahasa dunia swasta itu kan sama dengan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Tentu saja pemangkasan atau PHK terhadap ASN harus dilakukan secara bermartabat, tidak boleh sewenang-wenang.
Pemerintah melalui MenPAN-RB harus pula segera melakukan pemetaan ulang para ASN sesuai dengan kompetensi dan kebutuhan unit kerja, satuan kerja, atau bidang tertentu. Kalau ini sudah dilakukan, maka Indonesia tidak akan kelebihan ASN yang tidak diperlukan dan tidak akan kekurangan tenaga yang dibutuhkan.