Beberapa hari yang lalu tersiar kabar ada seorang lelaki bernama Ismail Ahmad, warga Kepulauan Sula, Maluku Utara diamankan oleh Polres Kepulauan Sula gara-gara mengutip dan mengunggah guyonan (alm) Gus Dur tentang polisi jujur di Facebook miliknya. Menurut Ismail Ahmad seperti dilansir kompas.com (18/06/2020), dirinya mengunggah humor Gus Dur tentang polisi jujur itu pada hari Jum'at, 12 Juni 2020 sekitar  pukul 11.00 WIT.
Akan tetapi pihak kepolisian tidak menahan Ismail Ahmad. Ia hanya dimintai keterangan, diedukasi agar lebih bijak dalam menggunakan media sosial, dan selama dua hari dikenakan wajib lapor. Setelah ia diminta untuk menyampaikan permohonan maaf pada Selasa 16 Juni 2020, kemudian pihak kepolisian melepaskan yang bersangkutan, tidak dikenakan wajib lapor lagi.
Masalah Ismail Ahmad telah  selesai.  Akan tetapi "gaung" dari kasus itu masih bergema. Ada kesan pihak kepolisian terlalu reaktif dan berlebihan dalam masalah itu. Puteri Gus Dur sendiri, Alissa Wahid menyayangkan respons pihak kepolisian yang sempat memeriksa Ismail Ahmad. Menurut Alissa, kalau mau  menuntut harusnya polisi menuntut Gus Dur karena Ismail Ahmad hanya mengutip humor atau lelucon Gus Dur (bukan membuat humor sendiri).
Alissa sangat menyesalkan apa yang dilakukan oleh pihak kepolisian yang memperkarakan humor menjadi urusan hukum. Bahkan puteri Gus Dur itu menyebut saat ini Indonesia darurat humor.
Apa yang disampaikan Alissa Wahid tidaklah berlebihan. Sebab humor is humor. Di dalamnya banyak pesan moral yang harus dipahami dan dijadikan bahan perenungan, terutama oleh pihak yang dijadikan objek humor.
Barangkali humor bisa diibaratkan sebagai sebuah "kemasan sederhana" tapi mampu mengemas banyak sesuatu yang tidak bisa dikemas oleh banyak kemasan. Gus Dur dalam hal ini terbukti telah menggunakan "kemasan sederhana" itu dengan baik ketika ia ingin menyampaikan banyak hal kepada pihak tertentu atau kepada publik.
Humor-humor Gus Dur memang terasa menghujam dan "kasar", terutama oleh pihak yang dijadikan objek humor. Akan tetapi hal itu jika direnungkan secara jernih dan pemahaman yang baik, justeru merupakan sebuah satire dan berisi banyak pesan moral di dalamnya.
Seperti humor tentang polisi jujur yang diunggah oleh Ismail Ahmad itu. Humor tersebut jika  dipahami secara tekstual dan apa adanya mungkin akan membuat pihak kepolisian marah dan tersinggung. Tapi humor itu justeru bisa menjadi bahan introspeksi bagi pihak kepolisian, sebab Gus Dur tak mungkin menyampaikan sesuatu secara  asbun.
Sebagaimana pernah disampaikan oleh Hamid Basyaib, penulis buku "Ger-geran Bersama Gus Dur : Edisi Spesial Mengenang Gus Dur", bahwa Gus Dur sangat paham teori-teori "ilmiah" humor. Gus Dur mengerti aspek-aspek psikologi, sosiologi, antroplogi, Â taksonomi, bahkan politik humor. Â Jadi tak mungkin jika humor Gus Dur itu berisi pernyataan yang asbun.
Berkenaan dengan humor polisi jujur itu, sebenarnya agak sedikit aneh juga. Dulu waktu  Gus  Dur sendiri menyampaikan humor itu polisi tak bereaksi apa-apa dan biasa-biasa saja. Akan tetapi saat ini pihak kepolisian memberikan respons yang berbeda terhadap humor yang sama.
Selain humor tentang polisi jujur, banyak humor Gus Dur  lain yang  terasa menghujam dan "kasar". Seperti humor tentang anggota DPR yang sempat membuat sebagian anggota DPR waktu itu meradang dan kebakaran jenggot (walaupun tidak semua anggota DPR berjenggot). Waktu itu Gus Dur melempar humor berisi satire, dengan mengatakan bahwa anggota DPR tak ubahnya seperti Taman Kanak-kanak.
Seperti itulah humor Gus Dur, berisi satire dan pesan moral di dalamnya. Dan menurut Rocky Gerung satire merupakan sebuah keindahan naratif, yang memerlukan tiga cara dalam memahaminya. Pertama membaca kalimat abstrak, kedua menunda reaksi, dan ketiga  menemukan substansi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H