Rakyat tidak bisa menentukan langsung wakilnya, karena pilihan rakyat "diwakili" oleh partai politik.
Hal itu juga menjadi kontradiksi dengan istilah "wakil rakyat" itu sendiri. Sebab faktanya para calon anggota lesgislatif bukan "wakil rakyat" tapi "wakil partai politik".
Para calon anggota legislatif yang dipilih langsung oleh rakyat juga sebenarnya tidak serta merta menunjukkan bahwa dia itu berkualitas, dikenal, atau bisa mewakili aspirasi.
Sebab faktanya tidak sedikit anggota legislatif terpilih bukan karena dia berkualitas, dikenal, atau bisa mewakili aspirasi, tapi karena faktor lain. Tak sedikit pula calon anggota legislatif setelah terpilih menjadi lupa dengan para pemilihnya.
Artinya sama saja, rakyat atau partai politik yang menentukan calon anggota legislatif tidak terlalu berpengaruh signifikan bagi rakyat.
Hanya saja jika rakyat yang benar-benar memilih calon wakilnya, hal itu berarti sesuai dengan makna demokrasi itu sendiri. Itu saja.
Alternatif pertama, parliamentary treshold sebesar 7% dan berlaku nasional. Kabarnya alternatif pertama ini didukung oleh fraksi/partai Nasdem dan fraksi/partai Golkar.Â
Alternatif kedua, parliamentary treshold sebesar 5% untuk DPR RI, 4% untuk DPRD provinsi, dan 3% untuk DPRD Kabupaten/kota. Kabarnya alternatif kedua ini disetujui fraksi/partai PDI-P.
Terakhir alternatif ketiga, parliamentary treshold sebesar 4% untuk DPR RI, dan 0% untuk DPRD provinsi dan untuk DPRD Kabupaten/kota. Kabarnya alternatif ketiga ini didukung oleh fraksi/partai PKS, PAN, dan PPP.
Pada pemilu lalu (2019) parliamentary treshold (ambang batas parlemen) sebesar 4%. Dengan parliamentary treshold sebesar itu hanya ada 9 (sembilan) partai politik yang berhasil lolos. Apalagi jika parliamentary treshold dinaikkan menjadi lebih dari 4%.