Melalui banyak karya sastra, teater, drama, dan buku, Cak Nun juga berupaya memberikan pencerahan, pendidikan, dan wawasan kepada rakyat. Tercatat sudah puluhan karya sastra teater, drama, dan buku yang telah dihasilkan oleh Cak Nun. Selain memberikan pencerahan, pendidikan, dan wawasan kepada rakyat, karya-karya Cak Nun juga berisi bayak kritik sosial dan kritik terhadap penguasa (pemerintah).
Adapun bentuk kepedulian dan kasih sayang Cak Nun kepada negeri ini, yakni dengan seringnya ia melontarkan kritikan terhadap para penguasa negeri. Kritik-kritik yang sering ia sampaikan tak jarang membuat panas telinga pihak yang dikritiknya.
Akan tetapi semua kritikan Cak Nun dijamin seratus persen "objektif". Sebab Cak Nun tak punya kepentingan apa pun dengan semua kritiknya. Hal  yang sangat berbeda dengan kritik-kritik yang disampaikan oleh para politisi atau pihak oposisi yang sarat dengan kepentingan, atau dalam rangka melakukan bargaining politik.
Apabila Cak Nun mau dan merasa perlu menyampaikan kritik kepada penguasa (pemerintah), ia akan melakukannya dengan tanpa beban. Cak Nun tak merasa khawatir penguasa (pemerintah) tersinggung atau marah karena kritikannya. Tak ada sesuatu pun yang Cak Nun inginkan dari penguasa (pemerintah).
Bahkan ada quote Cak Nun yang sangat viral dan terkesan sombong, yakni "Saya tidak pernah mau dipanggil ke istana dan saya tidak bangga sama sekali. Hina kalau saya sampai ke sana". Ungkapan itu menurut Cak Nun tidak bermakna sombong karena memang rakyatlah pemegang kedaulatan, sementara presiden hanya buruh outsourcing 5 tahun.
Beberapa kritik tajam Cak Nun kepada penguasa saat ini antara lain tentang rencana pemindahan ibukota yang ia nilai sebagai rencana terlalu gegabah. Kemudian mengenai peran pemerintah yang seperti tidak ada untuk rakyatnya. Cak Nun juga menilai bahwa saat ini Indonesia sudah masuk darurat demokrasi. Â Â
Selain itu tentu saja sangat  banyak kritik Cak Nun lainnya terhadap pemerintah sebagai bentuk kepeduliannya terhadap negeri ini. Dalam negara demokrasi, kritikan adalah sebuah keniscayaan. Bukan sesuatu yang haram, walau pun faktanya tidak disukai oleh penguasa.
Kritikan-kritikan terhadap penguasa sesungguhnya baik untuk keseimbangan dan sebagai mekanisme kontrol supaya penguasa tidak kebablasan dalam membuat dan menjalankan kebijakan-kebijakannya. Kritikan-kritikan, dengan demikian diperlukan di negeri yang demokratis seperti Indonesia ini.
Orang-orang seperti Cak Nun perlu ada dan terus ada. Bahkan negeri ini kelihatannya butuh lebih banyak lagi Cak Nun lain. Susah memang, tapi perlu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H