Pernyataan Wakil Bendahara Umum PAN, Rizki Aljupri beberapa hari yang lalu sewaktu mengomentari mundurnya Hanafi Rais dari PAN (Partai Amanat Nasional) mungkin sulit dipercaya oleh para loyalis Hanafi Rais atau Amien Rais. Pernyataan Rizki yang menyebut partainya justeru bersyukur dengan keluarnya kader yang membuat PAN terbebas dari orang dengan karakter sengkuni, ibarat perkataan si Malin Kundang anak durhaka.
Walaupun pernyataan Rizki ditujukan kepada Hanafi Rais, tapi jelas itu juga seolah-olah menyerang Amien Rais. Sebab selama ini pihak-pihak yang menjadi musuh politik atau tidak suka terhadap Amien Rais seringkali menyebut Amien Rais sebagai sengkuni.
Tidak heran jika kemudian Ketua DPW (Dewan Pimpinan Wilayah) PAN Yogyakarta, Nazaruddin merespon keras pernyataan Rizki. Nazaruddin meradang dengan menyebut gaya Rizki yang menyerang pribadi mirip gaya BuzzeRp dan cebong biru.
Sejarah memang tidak bisa dibantah, bahwa Amien Rais lah pendiri PAN. Bagi PAN, Amien Rais ibarat seorang ibu. Ya, Amien Rais lah yang telah melahirkan dan  membesarkan PAN.
Tentu saja Amien Rais bukanlah satu-satunya orang yang membidani lahirnya PAN. Tapi tanpa Amien Rais waktu itu, mungkin PAN tidak akan pernah ada. Sebab magnet PAN ada dalam diri Amien Rais.
Sebagai pendiri partai, Amien Rais tentu sangat paham arah dan tujuan PAN. Amien Rais ingin PAN lebih memihak kepada rakyat, bukan kepada penguasa. Oleh karena itu Amien Rais kemudian menjadi kontra dengan Zulkifli Hasan yang lebih kompromistis dengan pemerintah.
Klimaksnya pada Kongres V PAN di Kendari Pebruari lalu. Zulkifli Hasan membangun kekuatan untuk melawan Amien Rais dan para loyalisnya. Hasilnya, Zulkifli Hasan dan kubunya berhasil mengalahkan Amien Rais dan para loyalisnya yang lebih mendukung Mulfachri Harahap. Â
Tidak sampai di situ, pasca Kongres V PAN perseteruan terus berlanjut. Amien Rais sang "pemilik partai" disisihkan dari kepengurusan partai. Amien Rais tak dianggap lagi oleh kubu Zulkifli Hasan.
Bahkan ada nada-nada pembicaraan dari sebagian kader PAN yang terkesan mengecilkan Amien Rais. Secara politik mereka tidak salah. Tapi secara  etika, hal itu bisa ditafsirkan sebagai bentuk sikap tidak tahu diri, kurang ajar, atau tidak sopan terhadap orang tua.
Rizki Aljupri telah merepresentasikan sikap sebagian kader PAN seperti itu. Mereka tidak memiliki lagi sikap hormat terhadap Amien Rais sebagai "ibu kandung" yang telah melahirkan dan membesarkan mereka. Mereka tak ubahnya seperti Malin Kundang.
Dalam politik mungkin hal itu wajar dan biasa. Sehingga kader-kader PAN yang "durhaka" terhadap Amien Rais tak perlu merasa bersalah atau minta maaf.
Kata-kata "sengkuni" yang keluar dari mulut Rizki Aljupri jelas bukan kebetulan atau slip of tongue. Kata itu lahir dari pandangan dan sikap seseorang.
Sengkarut yang terjadi di tubuh PAN hari ini mungkin disayangkan oleh sebagian orang, mengingat PAN adalah partai yang benar-benar bercita rasa reformasi. Menyelamatkan PAN dari perpecahan barangkali sebuah mission impossible Zulkifli Hasan saat ini.
Isu akan dibentuknya partai baru sempalan dari PAN yang dimotori oleh Amien Rais semakin kencang terdengar. Deklarasinya mungkin hanya tinggal menunggu waktu saja. Ini tentunya kabar buruk bagi PAN.
Seluntur-lunturnya pengaruh Amien Rais, pasti masih memiliki kharisma yang besar di mata para loyalisnya. Sehingga sangat mungkin akan banyak pemilih PAN yang pindah pilihan mengikuti Amien Rais. Kalau hal itu terjadi, mungkin nanti kita tidak akan menemukan lagi nama "PAN" di kertas suara pada pemilu 2029.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H