Pasca mundurnya Hanafi Rais dari jabatannya sebagai wakil ketua umum PAN periode 2020-2025, Ketua Fraksi PAN, dan Anggota DPR RI 2019-2024, isu akan adanya partai politik baru semakin kuat mengemuka. Para penggagas partai politik baru itu mayoritas orang-orang PAN yang merasa "sudah tidak satu visi" lagi dengan ketua umum PAN Zulkifli Hasan. Mungkin salah satunya Hanafi Rais dan sang ayah Amien Rais.
Dalam politik, hal seperti itu sah dan wajar. Ketika orang sudah merasa tidak satu visi, satu pandangan, atau satu haluan lagi, berpisah mungkin jalan yang terbaik. Bukan kali ini saja terjadi, sebelumnya hal itu telah dilakukan pula oleh banyak tokoh dan politisi.
Kita ingat dulu ketika Surya Paloh kalah dalam persaingan dengan Aburizal Bakrie memperebutkan posisi ketua umum Partai Golkar, ia kemudian mendirikan Partai Nasdem (Nasional Demokrat) yang berasal  dari Ormas Nasdem. Padahal sebelumnya Surya Paloh dengan berapi-api, berungkali menyampaikan bawa Ormas Nasdem tak  akan menjadi partai politik.
Sebelum Surya Paloh ada nama Prabowo Subianto, Soesilo Bambang Yudhoyono, dan Wiranto. Baik Prabowo, Soesilo Bambang Yudhoyono maupun Wiranto, ketiganya merupakan kader Partai Golkar. Mungkin karena merasa "sudah tidak satu visi" lagi dengan orang-orang Golkar, mereka kemudian masing-masing mendirikan partai politik baru.
Prabowo Subianto mendirikan Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya). Soesilo Bambang Yudhoyono mendirikan Partai Demokrat. Sementara Wiranto mendirikan partai Hanura (Hati Nurani Rakyat).
Selain mereka masih banyak lagi tokoh atau orang-orang yang "sudah tidak satu visi" dengan sejawatnya di partai, yang kemudian membentuk partai baru. Sebagian orang-orang PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) juga dulu asalnya adalah politisi PPP (partai Persatuan Pembangunan). Termasuk almarhum KH. Zaenudin MZ yang awalnya merupakan politikus PPP kemudian mendirikan partai baru, yakni PBR (Partai Bintang Reformasi).
Paling mutakhir adalah Fahri Hamzah dan Anis Matta. Keduanya beserta beberapa orang yang lain yang merasa "sudah tidak satu visi" lagi dengan sejawatnya di PKS (Partai Keadilan Sejahtera) mendirikan partai baru, yakni Partai Gelora.
Dengan demikian apa  yang sedang ramai dibicarakan, yakni akan dibentuknya partai politik baru oleh orang-orang PAN dan beberapa tokoh lain di luar PAN merupakan sesuatu yang sah dan wajar pula. Walau pun kemudian terkadang suka ada stigma negatif kepada orang-orang yang merasa "sudah tidak satu visi" lagi itu sebagai BSH (Barisan Sakit Hati). Itu sebuah resiko yang harus diambil.
Menurut bocoran dari salah seorang loyalis Hanafi Rais, Muhammad Asri Anas, sebagaimana dikutip dari https://www.cnnindonesia.com/ (07/05/2020), saat ini partai politik baru itu masih dalam tahap perumusan konsep. Partai politik baru itu nanti diharapkan berbasis intelektual, teknologi, dan memiliki big data. Platform partai adalah nasionalis agamis.
Target pembentukan partai politik baru ini menurut Anas, bisa memiliki perwakilan di 82 ribu desa atau kelurahan di seluruh Indonesia pada akhir tahun 2020 ini. Hanya saja Anas tidak menyebut kapan partai politik baru tersebut dideklarasikan.
Menurut tokoh PAN lain yang "sudah tidak satu visi" lagi dengan Zulkifli Hasan, Putra Jaya Husin menyebut bahwa progres persiapan pembentukan partai politik baru sudah mencapai 70 persen. Dengan mundurnya Hanafi Rais dari PAN, Â menurut Husin akan mempercepat pembentukan partai politik baru itu. Akan tetapi Husin pun tidak menyebut kapan partai politik baru tersebut dideklarasikan.
Apa yang disampaikan Muhammad Asri Anas atau Putra Jaya Husin semakin memperjelas bahwa isu pembentukan partai politik baru itu benar adanya. Â Kemunculannya hanya menunggu waktu saja.
Akan tetapi hal yang harus dipikirkan dan harus menjadi bahan pertimbangan oleh mereka yang akan mendirikan partai politik baru, saat ini jangan terlalu mengekspos wacana pembentukan partai politik baru secara besar-besaran. Apalagi sampai mengadakan deklarasi partai politik. Akibatnya akan tidak menguntungkan bagi partai politik  itu.
Dalam suasan pandemi Covid-19 seperti ini rakyat tidak akan terlalu tertarik dengan partai politik. Jika saat ini para politisi hanya sibuk dengan pembentukan dan deklarasi partai politik, rakyat akan berpandangan negatif. Mereka akan beranggapan bahwa para politisi hanya mementingkan kepentingan sendiri, minim empati, dan tidak memiliki sense of crisis.
Akan lebih baik jika para politisi yang akan membentuk atau mendirikan partai politik baru, mereka melakukannya secara silent sambil mempersiapkan segala sesuatunya dengan sebaik mungkin. Mereka juga bisa menunjukkan kontribusi nyata dengan ikut membantu penanganan Covid-19 dengan semaksimal mungkin, di lingkungan tempat mereka berada.
Pada akhirnya rakyat nanti akan tahu bahwa para politisi yang membuat partai politik baru itu ternyata orang-orang yang memiliki kepedulian dan perhatian kepada rakyat. Bukan orang-orang egois, bukan orang-orang yang minim empati, dan bukan orang-orang yang tidak memiliki sense of crisis. Dengan demikian nanti rakyat akan memiliki ketertarikan dengan partai politik baru tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H