Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tentang Anies Baswedan di Kancah Politik

15 Februari 2020   21:55 Diperbarui: 16 Februari 2020   10:42 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anies Baswedan. Ya nama itu, saat ini merupakan nama yang paling banyak disebut, ditulis, dan dibahas orang. Di Kompasiana saja entah berapa banyak kompasioner yang sudah membahas nama Anies Baswedan.

Hampir di setiap momen apalagi ketika terjadi banjir di Jakarta, nama Anies Baswedan muncul menjadi tema banyak tulisan. Nama gubernur DKI Jakarta itu diakui atau tidak telah menjadi inspirasi tulisan atau bahasan bagi banyak orang. 

Dibandingkan dengan gubernur di daerah lain se-Indonesia menurut Google Trends, nama Anies Baswedan merupakan gubernur yang paling populer. Popularitas Anies berada di angka 70,73% jauh di atas gubernur lain seperti Ridwan Kamil (gubernur Jawa Barat) atau Ganjar Pranowo gubernur Jawa Tengah). Apalagi dengan gubernur selain dua gubernur itu (gubernur Jawa Barat dan Jawa Tengah) (https://kitakini.news/).

Menurut Direktur Komunikasi Indonesia Indicator (I2), Rustika Herlambang, Anies Baswedan merupakan gubernur yang paling mendominasi pemberitaan media massa sepanjang tahun 2019 lalu.

Dalam paparan Rustika, Anies menghiasi sekitar 83.627 berita. Pernyataan Anies dikutip media sebanyak 190.574 pernyataan. Pemberitaan Anies banyak disorot terkait persoalan seputar DKI Jakarta, baik isu polemik maupun program kerja (https://rmco.id/).

Demikian pula hasil simpulan dari Direktur Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti.  Menurut Ray Rangkuti, Anies Baswedan merupakan salah satu sosok yang paling populer di Indonesia saat ini (https://nasional.kompas.com/).

Anies Baswedan memang tokoh yang paling populer saat ini. Akan tetapi populer belum tentu disukai. Ini terbukti dengan banyaknya komentar atau tulisan kontra Anies, yang selalu mem-bully, menyudutkan, atau bahkan menghujat Anies Baswedan.

Bagi sebagian orang sebaik apa pun yang dilakukan oleh Anies Baswedan, tak ada bagusnya. Selalu saja salah. Sebaliknya bagi sebagian orang yang lain yang pro Anies, setiap yang dilakukan oleh Anies Baswedan selalu ada saja argumentasi untuk membenarkannya.

Penulis dalam hal ini tidak mau terlibat ke dalam kelompok pro Anies atau kelompok kontra Anies. Sebab penulis bukan politikus atau pihak yang berkepentingan dengan masalah politik praktis.

Bagi penulis objektifitas adalah hal yang sangat penting. Siapa pun ketika memiliki kinerja bagus atau memberikan kontribusi yang baik patut diberikan apresiasi. Akan tetapi ketika ada hal-hal yang perlu dikritisi, maka kritik lah yang perlu disampaikan.   

Ada rasa penasaran di benak penulis, mengapa sebagian orang begitu "benci" terhadap Anies Baswedan ? Padahal dulu sebelum jadi gubernur DKI Jakarta, tak ada "pembenci" Anies seperti saat ini!

Berarti masalahnya adalah "status gubernur" yang disandang Anies. Bisa jadi sebagian orang belum bisa menerima kenyataan bahwa Anies Baswedan merupakan pemenang dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu. Artinya residu Pilkada DKI Jakarta itu masih ada. Entahlah.

Dulu penulis mengenal nama Anies Baswedan sebagai seorang akademisi dan intelektual hebat. Bayangkan di usia muda, yakni usia 38 tahun Anies sudah menjadi seorang Rektor. Waktu itu tahun 2007 Anies dilantik menjadi Rektor Universitas Paramadina. Universitas Paramadina adalah sebuah universitas yang didirikan oleh intelektual hebat Indonesia, yakni (alm.) Prof. Nurcholish Madjid.

Penulis cukup terkejut ketika pada Pilpres 2014 Anies Baswedan terjun ke kancah politik praktis dengan menjadi juru bicara dan tim sukses pasangan Jokowi-JK (Jusuf Kalla). Sebagai seorang konseptor, Anies Baswedan membuat jargon yang menjadi populer waktu itu, yang cukup berperan dalam memenangkan pasangan Jokowi-JK. Jargon yang dimaksud adalah "Orang Baik Pilih Orang Baik" dan "Jokowi Adalah Kita".

Setelah Pilpres 2014 usai dan pemenangnya adalah pasangan Jokowi-JK, sebagai orang yang "berkeringat" untuk pasangan itu Anies Baswedan kebagian jatah "kue". Waktu itu Anies Baswedan diberi jabatan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Akan tetapi jabatan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang disandang Anies  tidak lama. Hanya kurang lebih dua tahun menduduki jabatan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, akhirnya Anies Baswedan di-reshuffle dari kabinet.

Perihal reshuffle terhadap Anies Baswedan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, ada beberapa rumor yang berkembang. Sebagian ada yang mengatakan bahwa apa yang dilakukan Anies selama menduduki jabatan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tidak sesuai ekspektasi Presiden Jokowi.

Akan tetapi ada juga rumor yang menyatakan bahwa reshuffle terhadap Anies Baswedan karena desakan partai politik yang belum kebagian jatah "kue". Entahlah.

Sebagaimana diketahui bersama tidak lama setelah di-reshuffle dari kabinet, Anies Baswedan kemudian "dipungut" oleh bekas lawan politik bosnya (Jokowi), yakni Prabowo Subianto.

Waktu itu tahun 2017 pada Pilkada DKI Jakarta, Anies Baswedan dipasangkan dengan Sandiaga Uno oleh Prabowo Subianto. Dalam Pilkada DKI Jakarta yang sangat luar biasa dan berdarah-darah itu, pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno berhasil menjadi pemenangnya.

Apakah setelah menjadi gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kemudian akan menjadi Presiden RI sebagaimana halnya Joko Widodo ? Entahlah. Itu urusan politik praktis. Bagi penulis tidak hanya Anies Baswedan, siapa pun yang memiliki kapasitas menjadi presiden RI berhak untuk memilih dan dipilih oleh rakyat.

Hanya saja saat ini Anies Baswedan memang memiliki modal sosial yang cukup besar untuk menjadi presiden RI ke-8, yakni berupa popularitas yang tinggi. Walau pun itu bukan jaminan otomatis akan dipilih mayoritas rakyat.

Selain itu Anies Baswedan juga memiliki modal lain berupa keturunan dan darah kepemimpinan yang mengalir dalam dirinya. Sebagaimana diketahui Anies Baswedan merupakan cucu dari pejuang kemerdekaan Abdurrahman Baswedan.

Bagi penulis, membicarakan Anies Baswedan sekarang menjadi presiden RI merupakan sesuatu yang prematur. Sebab walaupun memiliki kapasitas, popularitas, dan darah kepemimpinan belum tentu juga ada partai politik yang mau mencalonkannya sebagai calon presiden. Anies Baswedan tidak memiliki partai politik dan bukan pengurus partai politik.

Kalau pun nanti ada partai politik yang mau mencalonkan Anies Baswedan sebagai calon presiden, belum tentu juga mayoritas rakyat akan memilihnya. Lagi pula Pilpres 2019 baru saja berlalu. Pilpres selanjutnya masih lama. Mengapa harus ribut masalah calon presiden dari sekarang ?

Menurut penulis, daripada membicarakan Pilpres yang masih jauh, akan lebih baik jika semua mengawal hasil Pilpres yang baru saja lewat. Apakah pemenang Pilpres kemarin berkinerja baik, berpihak untuk kepentingan rakyat atau tidak. Apakah janji-janji kampanyenya bisa direalisasikan atau tidak. Apakah masalah-masalah bangsa saat ini seperti korupsi dan kemiskinan bisa diselesaikan atau tidak. Itu akan lebih produktif daripada membicarakan sesuatu yang masih jauh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun