Judul di atas bukan berarti sebuah "harapan" tapi lebih kepada sebuah warning agar kita semua waspada. Hal itu dikarenakan, sebagaimana prediksi dari BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) yang menyebutkan bahwa puncak musim hujan tahun 2020 ini bukan bulan januari tapi kisaran bulan Februari-Maret.
Kita bisa bayangkan, jika hujan di malam tahun baru yang seperti itu saja sudah menyebabkan banjir besar yang cukup masif di beberapa kota apalagi hujan pada puncak musim hujan. Bukan tidak mungkin banjir yang diakibatkan hujan pada puncak musim hujan (Februari-Maret) akan lebih besar dan lebih masif lagi.
Banjir akibat hujan di malam tahun baru kemarin, terutama yang terjadi di ibukota Jakarta mengakibatkan banyak kerugian.
Selain telah mengakibatkan kerugian harta benda yang tak terhingga berupa rumah, mobil, dan barang berharga lainnya, juga telah merampas kenyamanan, ketenangan, dan ketentraman hidup warga masyarakat.
Kerugian itu masih ditambah lagi dengan lumpuhnya aktivitas ekonomi. Selain itu banjir  di awal tahun baru kemarin juga telah memicu bibit-bibit kerusakan hubungan sosial antar warga dengan warga dan warga dengan pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Banyak warga masyarakat yang kurang puas dengan cara pemerintah Provinsi DKI Jakarta di bawah komando sang Gubernur Anies Baswedan menangani banjir. Sehingga kemudian muncul banyak komentar bernada kritik bahkan caci maki dialamatkan kepada Gubernur Anies Baswedan.
Lihat saja komentar warga di twitter misalnya. Bahkan kemudian ada muncul hastag yang jadi trending topik, yang cukup provokatif, #4niesHancurkanJakarta, #AniesGabisakerja, atau #aniesmundur.
"Pertengkaran" warga dengan warga di media sosial tak kurang serunya. Antara warga yang Pro kepada Anies Baswedan dan warga yang kontra pun ramai saling bersahutan. Bagi warga yang "bukan pendukung Anies", Â banjir di awal tahun baru itu mungkin menjadi semacam amunisi untuk menyerang Anies sekaligus sebagai pelampiasan "dendam politik" selama ini.
Padahal kalau semua mau berfikir jernih, logis, dan objektif, banjir di Jakarta bukan melulu urusan Anies Baswedan. Jakarta sudah identik dengan banjir. Siapa pun yang menjadi gubernur di sana, pasti tidak terlepas dari masalah banjir. Bahkan istilahnya, malaikat pun yang jadi gubernur di DKI Jakarta tak akan terlepas dari tanggung jawab masalah banjir.
Sewaktu gubernur Foke (Fauzi Bowo) misalnya, di Jakarta terjadi banjir. Sebelum gubernur Foke pun di Jakarta terjadi banjir. Begitu pula setelah gubernur Foke, baik waktu Jokowi atau pun Ahok di Jakarta tetap terjadi banjir.
Apalagi banjir kemarin merupakan banjir yang diakibatkan curah hujan tinggi. Antara volume air hujan yang jatuh dari langit tidak seimbang dengan kemampuan tanah menyerap air hujan itu.
Hal tersebut antara lain karena di Jakarta, wilayah resapan air sudah sedemikian sempit dikarenakan permukaan tanah dipenuhi rumah pemukiman, gedung-gedung perkantoran, atau hamparan beton dan aspal.Â
Daerah lain yang wilayah resapan airnya relatif masih lebih luas dari Jakarta pun dan tidak biasa banjir, di awal tahun baru kemarin mengalami banjir besar. Ini sebagai bukti bahwa memang benar, curah hujan yang tinggi merupakan faktor dominan banjir besar yang melanda beberapa kota dan wilayah di awal tahun baru itu.
Masalah banjir barangkali tidak sepenuhnya bisa dikendalikan oleh pejabat yang bertanggung jawab di suatu wilayah, seperti DKI Jakarta misalnya. Anies baswedan sebagai orang nomor satu di DKI Jakarta tidak berhak disalahkan sepenuhnya karena tidak bisa menahan datangnya banjir.
Hal yang bisa diambil pertanggung jawaban dari Anies adalah "kelalaian" dalam antisipasi dampak banjir. Karena ada kesan bahwa pemerintah provinsi DKI agak lamban dan kurang antisipatif dalam penanggulangan akibat banjir di awal tahun baru itu.
Saling menyalahkan tentu tidak menjadi sebuah solusi. Banjir telah terjadi. Banyak korban banjir menanti kepedulian dari sesamanya. Selain itu dalam beberapa waktu ke depan kita akan berhadapan dengan bulan Februari-Maret, yang disebut oleh BMKG sebagai puncak musim hujan. Artinya ancaman atau potensi terjadinya banjir belum berakhir.
Banjir masih mungkin terjadi. Semoga para pejabat daerah lebih gesit, lebih peka, dan lebih maksimal lagi dalam mengantisipasi masalah banjir dan dampaknya. Termasuk dalam hal ini bagi orang nomor satu di DKI Jakarta, gubernur Anies Baswedan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H