Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Larangan Itu untuk Kebaikan

2 Desember 2019   22:29 Diperbarui: 2 Desember 2019   22:36 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak orang tua sering melarang anaknya yang masih kecil untuk tidak melakukan hal-hal yang bisa membahayakan dirinya. Misalnya bermain api, bermain di pinggir kali, atau bermain menggunakan peralatan tajam (golok, pisau, gunting, dan sebagainya). 

Bagi orang tua larangan yang diberikan kepada anaknya yang masih kecil itu adalah bentuk kasih sayang dan proteksi agar anaknya tidak menjadi celaka. 

Sebaliknya bagi si anak, larangan orang tua mungkin dipahami sebagai bentuk pengekangan akan kebebasan dirinya melakukan perbuatan yang "menyenangkan".

Perspektif orang tua dan anak, keduanya bertumpu pada logika masing-masing. Logika orang tua dan logika anak, jika dibandingkan tentu saja kedudukan logika orang tua lebih tinggi daripada logika anak. 

Atas dasar itu larangan orang tua adalah kebaikan bagi si anak, walau pun menurut si anak adalah keburukan yang diberikan oleh orang tuanya.

Di jalan raya, banyak larangan diperuntukkan bagi para pengendara kendaraan. Misalnya larangan membawa muatan melebihi kapasitas, larangan mendahului dari sebelah kiri, larangan melebihi kecepatan yang ditentukan, dan sebagainya. 

Bagi sebagian pengendara kendaraan, larangan itu kadang membuat kurang nyaman. Oleh karena itu tidak sedikit pengendara kendaraan yang melanggar atau tidak mengindahkan larangan-larangan tadi. 

Padahal jika dipikir secara matang, larangan yang diberikan kepada para pengendara kendaraan itu justeru untuk kebaikan, untuk keamanan, dan keselamatan mereka sendiri. 

Si pembuat aturan tentu memiliki pertimbangan yang objektif, pertimbangan yang lebih luas untuk kepentingan banyak orang, Sedangkan pertimbangan si pengendara kendaraan adalah subjektif karena hanya demi kepentingan dirinya.  

Tuhan menurunkan aturan bagi manusia berupa agama. Agama berisi ajaran-ajaran bagi manusia sebagai "aturan hidup". Pada dasarnya ajaran-ajaran agama, jika diklasifikasikan hanya ada dua : perintah dan larangan. 

Perintah adalah sesuatu yang harus dikerjakan. Sementara larangan adalah sesuatu yang tidak boleh dikerjakan. Baik perintah atau larangan, keduanya adalah untuk kebaikan manusia sendiri. 

Menjalankan perintah-perintah Tuhan akan membuat manusia memperoleh banyak kebaikan. Begitupula menjauhi larangan-larangan Tuhan akan membuat manusia terhindar dari banyak keburukan yang terkandung dalam larangan-larangan itu.

Dalam Islam misalnya, ada larangan minum-minuman keras, berjudi, dan sex bebas. Larangan-larangan tersebut Tuhan turunkan adalah untuk kebaikan manusia sendiri. 

Minuman minuman keras dilarang karena minuman keras sebagaimana dijelaskan para ahli kesehatan bisa merusak syaraf-syaraf otak dan jantung. Berjudi dilarang karena bisa mengakibatkan kebangkrutan. 

Alih-alih menjadi kaya malah banyak orang menjadi pailit karena judi. Sementara sex bebas dilarang, antara lain karena perilaku seperti itu ternyata bisa mengakibatkan bermacam-macam penyakit kelamin sekaligus menularkannya satu sama lain. Salah satunya penyakit HIV/AIDS.

Berbicara tentang HIV/AIDS, banyak orang mempunyai anggapan bahwa penyakit tersebut merupakan penyakit kutukan. Penderitanya adalah "pendosa". Mungkin saja benar, tapi faktanya tidak seperti itu. 

Banyak orang terkena HIV/AIDS bukan karena melakukan sex bebas, tapi karena terinfeksi melalui jarum suntik misalnya. Mungkin juga orang terkena HIV/AIDS karena transfusi darah. Padahal mereka orang baik-baik. Mereka hanya terkena sial saja.

Mereka yang terinfeksi HIV/AIDS, siapa pun, baik "pendosa" atau pun "orang sial", mereka adalah warga negara juga, manusia juga, tidak sepantasnya mendapat perlakuan yang diskriminatif, dan stigma negatif. 

Mereka juga tidak boleh dikucilkan dari pergaulan sosial.  Justeru mereka harus diberi motivasi dan disupport agar tetap semangat dalam menghadapi hidup ini dan tetap memberi manfaat bagi diri sendiri dan juga orang lain. 

Hal yang tidak kalah pentingnya juga adalah peran pemerintah. Pemerintah harus hadir untuk para penderita HIV/AIDS dengan memberikan perhatian dan bantuan yang mereka butuhkan. Mereka adalah bagian dari warga negara juga.

Tanggal 1 Desember adalah hari HIV/AIDS sedunia. Dalam momentum itu semoga para penderita HIV AIDS 2019 bisa lebih produktif dan memiliki semangat yang tinggi untuk tetap bisa hidup secara wajar dan normal. Selain itu semoga di tahun berikutnya para penderita HIV/AIDS berkurang secara signifiikan dari penderita HIV/AIDS tahun ini.

Salah satu upaya agar penderita HIV/AIDS berkurang antara lain adalah dengan menumbuhkan kesadaran beragama untuk tidak melakukan larangan terkait sex bebas. Semua harus kembali kepada agama. 

Sebab ajaran agama tentang larangan sex bebas bersumber dari Tuhan yang memiliki "logika" yang lebih tinggi dari logika manusia.    "Logika" Tuhan tidak akan bisa dicapai oleh logika manusia. Tuhan "tidak punya kepentingan" apa pun. 

Tuhan membuat larangan secara objektif, untuk kebaikan dan kepentingan manusia sendiri.  Hanya saja manusia terkadang salah menerima kebaikan Tuhan. 

Sebagaimana halnya anak kecil yang tidak bisa menerima larangan dari orang tuanya, atau pengendara kendaraan yang kurang nyaman dengan larangan lalu lintas di jalan raya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun