Mohon tunggu...
Wiwik TriErnawati
Wiwik TriErnawati Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati masalah sosial

Penggerak Literasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kumpul Kebo: Antara Kebebasan Moral dan Moral Universal

13 Januari 2025   13:35 Diperbarui: 13 Januari 2025   13:35 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: CNBC Indonesia

 

Fenomena "kumpul kebo," atau kohabitisi sebuah istilah yang merujuk pada hidup bersama tanpa ikatan pernikahan, telah menjadi sorotan yang tak pernah kehilangan relevansinya. Di satu sisi, ada kelompok yang memandangnya sebagai ancaman terhadap nilai-nilai tradisional. Di sisi lain, ada yang melihatnya sebagai wujud kebebasan individu dalam menentukan jalan hidup.

Seperti yang dikutip dari beberapa sumber. Peningkatan Kasus Kumpul Kebo di Indonesia adalah sebagai berikut: studi tahun 2021 berjudul "The Untold Story of Cohabitation" menemukan bahwa kumpul kebo lebih banyak terjadi di wilayah Indonesia bagian Timur, khususnya di Manado, Sulawesi Utara. Sedangkan menurut data PK21, sekitar 69,1% pasangan kohabitasi mengalami konflik yang berpotensi mengganggu kesejahteraan psikologis. Beberapa bentuk konflik tersebut meliputi penurunan tegur sapa, pisah ranjang (0,62%), dan kekerasan dalam rumah tangga (0,26%).

Di wilayah Asia yang menjunjung tinggi budaya, tradisi, serta agama, "kumpul kebo" masih menjadi hal tabu. Kalaupun terjadi, "kumpul kebo" biasanya hanya berlangsung dalam waktu yang singkat dan dinilai sebagai langkah awal menuju pernikahan.

Alasan itu antara lain terkait beban finansial, prosedur perceraian yang terlalu rumit, hingga penerimaan sosial. Dalam dunia yang terus berubah dan semakin pluralistik, bagaimana kita menilai fenomena ini dari sudut pandang universalitas moral? Mari kita coba mengurai kompleksitas ini dengan pendekatan yang mendalam namun tetap komunikatif.

1. Apa Itu Universalitas Moral?

Bayangkan dunia di mana semua orang sepakat tentang apa yang benar dan salah, terlepas dari latar belakang budaya, agama, atau tradisi. Inilah gagasan utama dari universalitas moral: prinsip-prinsip etis yang berlaku secara universal, mencakup penghormatan terhadap hak asasi manusia, keadilan, dan martabat individu. Tetapi apakah prinsip ini benar-benar dapat diterapkan untuk memahami fenomena kumpul kebo? Dan lebih penting lagi, apakah kumpul kebo melanggar prinsip-prinsip ini atau justru menjadi bagian dari perkembangan dinamika moral modern?

Universalitas moral mengajarkan kita untuk tidak hanya terjebak pada norma lokal, tetapi juga melihat lebih luas. Dalam konteks kumpul kebo, ini berarti bertanya: Apakah hidup bersama tanpa pernikahan merusak martabat manusia? Apakah tindakan ini menciptakan ketidakadilan bagi individu atau masyarakat? Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kita dapat menilai fenomena ini dengan cara yang lebih seimbang.

2. Kumpul Kebo dan Martabat Manusia

Salah satu fondasi dari universalitas moral adalah penghormatan terhadap martabat manusia. Dalam fenomena kumpul kebo, martabat manusia bisa dipandang dari dua sisi:

  • Kebebasan Individu: Dalam era modern, kebebasan pribadi sering kali menjadi landasan utama dalam pengambilan keputusan, termasuk keputusan untuk hidup bersama tanpa pernikahan. Pasangan yang memilih jalan ini mungkin merasa bahwa kebahagiaan dan kenyamanan mereka tidak memerlukan validasi dari institusi formal seperti pernikahan. Dari sudut pandang universalitas moral, kebebasan ini dihormati selama tidak melanggar hak-hak pihak lain.
  • Tanggung Jawab Moral: Namun, kebebasan harus diiringi dengan tanggung jawab. Hubungan yang tidak memiliki landasan hukum atau komitmen formal bisa menimbulkan risiko, baik bagi pasangan maupun anak-anak yang mungkin lahir dari hubungan tersebut. Apakah kebebasan ini merugikan orang lain? Pertanyaan ini menjadi kunci untuk mengevaluasi kumpul kebo secara adil.

3. Dampak Sosial yang Tidak Bisa Diabaikan

Ketika membahas fenomena seperti kumpul kebo, kita tidak bisa mengabaikan dampaknya terhadap masyarakat. Dalam universalitas moral, keadilan sosial menjadi aspek penting yang harus dipertimbangkan. Berikut adalah beberapa dampak sosial yang sering muncul:

  • Ketidakpastian Hukum: Tanpa ikatan pernikahan, pasangan yang hidup bersama tidak memiliki perlindungan hukum yang sama. Misalnya, jika terjadi perpisahan, salah satu pihak bisa saja dirugikan secara ekonomi atau emosional karena tidak ada landasan hukum yang mengatur hak dan kewajiban mereka.
  • Anak-Anak dalam Hubungan Kumpul Kebo: Ketika ada anak yang lahir dari hubungan ini, mereka mungkin menghadapi tantangan yang tidak dihadapi anak-anak dari pasangan menikah, seperti stigma sosial atau ketidakpastian hukum terkait hak asuh dan warisan. Dalam universalitas moral, hak anak untuk mendapatkan perlindungan dan stabilitas harus menjadi prioritas utama.
  • Perubahan Norma Sosial: Kumpul kebo juga memengaruhi norma sosial tentang pernikahan dan keluarga. Bagi sebagian orang, ini mungkin dianggap sebagai bentuk kemajuan. Namun, bagi yang lain, ini bisa dilihat sebagai ancaman terhadap stabilitas nilai-nilai tradisional yang telah lama menopang masyarakat.

4. Antara Relativitas Budaya dan Prinsip Universal

Salah satu tantangan terbesar dalam menerapkan universalitas moral adalah keberadaan relativitas budaya. Di satu sisi, setiap masyarakat memiliki norma dan nilai-nilai unik yang tidak bisa diabaikan. Di sisi lain, ada prinsip-prinsip universal seperti keadilan dan martabat manusia yang melampaui batas-batas budaya.

Dalam kasus kumpul kebo, prinsip universalitas moral mengajak kita untuk mencari titik tengah. Bagaimana kita menghormati kebebasan individu tanpa mengabaikan nilai-nilai tradisional yang penting bagi masyarakat tertentu? Bagaimana kita mendorong dialog antara kelompok yang memiliki pandangan berbeda tentang fenomena ini?

5. Menjaga Keseimbangan antara Kebebasan dan Tanggung Jawab

Universalitas moral bukan tentang menghakimi, tetapi tentang mencari keseimbangan. Dalam konteks kumpul kebo, ini berarti menghormati kebebasan individu untuk memilih jalan hidup mereka, sambil memastikan bahwa pilihan tersebut tidak merugikan orang lain. Prinsip-prinsip berikut dapat membantu kita mencapai keseimbangan ini:

  • Prinsip Tidak Merugikan: Apakah keputusan untuk hidup bersama tanpa menikah menimbulkan kerugian signifikan bagi individu lain atau masyarakat?
  • Prinsip Kebebasan yang Bertanggung Jawab: Apakah pasangan dalam hubungan kumpul kebo memahami dan menerima tanggung jawab moral atas keputusan mereka?
  • Prinsip Keadilan Sosial: Apakah fenomena ini menciptakan ketidakadilan yang merugikan pihak-pihak tertentu, seperti anak-anak atau pasangan yang lebih rentan?

Penutup:

Kumpul kebo adalah cerminan dari dinamika sosial yang terus berkembang. Dengan pendekatan universalitas moral, kita tidak hanya melihat fenomena ini sebagai "benar" atau "salah," tetapi juga sebagai peluang untuk memahami perubahan nilai-nilai sosial secara lebih dalam. Di dunia yang semakin pluralistik, dialog yang inklusif dan penuh penghormatan menjadi kunci untuk menciptakan masyarakat yang adil dan seimbang.

Pada akhirnya, tantangan terbesar adalah bagaimana kita bisa menjaga keseimbangan antara kebebasan individu dan tanggung jawab sosial. Universalitas moral memberikan kerangka kerja yang berharga untuk menavigasi tantangan ini, membantu kita membangun dunia di mana martabat, keadilan, dan kebebasan dihormati oleh semua.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun