Mohon tunggu...
Wiwik TriErnawati
Wiwik TriErnawati Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati masalah sosial

Penggerak Literasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Era Kesepian Digital, Mengatasi Keterasingan Dunia Yang Terhubung

17 September 2024   13:47 Diperbarui: 17 September 2024   14:08 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: gubukliterasi.com/

Smartphone dan aplikasi perpesanan memungkinkan kita untuk tetap berhubungan dengan teman, keluarga, dan rekan kerja. Namun, interaksi virtual yang instan ini juga memiliki keterbatasan. Percakapan yang dilakukan melalui pesan teks sering kali kehilangan elemen penting dalam komunikasi seperti ekspresi wajah, intonasi suara, dan bahasa tubuh. Semua ini adalah bagian dari komunikasi manusia yang memberikan rasa keintiman dan kedekatan.

Tanpa komponen ini, interaksi virtual menjadi terasa datar dan tidak memuaskan. Banyak orang yang menggantikan pertemuan langsung dengan percakapan digital yang tidak seimbang secara emosional. Dalam jangka panjang, ini bisa menyebabkan perasaan kesepian yang lebih dalam, karena manusia adalah makhluk sosial yang pada dasarnya membutuhkan kehadiran fisik untuk merasa terhubung secara penuh.

4. Algoritma dan Keterasingan

Salah satu masalah yang sering kali terabaikan dalam dunia digital adalah peran algoritma. Di balik layar platform seperti Facebook, Instagram, dan YouTube, ada sistem algoritmik yang menentukan konten apa yang muncul di feed kita. Algoritma ini dirancang untuk membuat kita tetap terlibat dan menghabiskan lebih banyak waktu di platform. Namun, sering kali algoritma ini menciptakan "ruang gema" di mana kita hanya melihat pandangan dan konten yang sejalan dengan keyakinan atau minat kita sendiri.

Akibatnya, kita semakin terasing dari perspektif lain dan komunitas yang lebih luas. Alih-alih memperluas jaringan sosial, algoritma ini mempersempit pandangan kita, yang pada akhirnya memperkuat perasaan kesepian. Kita mungkin merasa terhubung dengan orang-orang di sekitar kita, tetapi sebenarnya kita terjebak dalam ekosistem yang homogen, yang tidak memberikan kedalaman interaksi atau tantangan intelektual yang biasanya kita dapatkan dari pertemuan sosial yang lebih beragam.

5. Kesepian dalam Pekerjaan Digital

Perubahan terbesar lain yang datang dari dunia digital adalah transisi ke pekerjaan jarak jauh atau work from home (WFH). Pandemi COVID-19 mempercepat adopsi gaya kerja ini, dan banyak perusahaan sekarang mempertimbangkan untuk menjadikannya permanen. Sementara WFH memberikan fleksibilitas yang luar biasa, itu juga memunculkan isolasi sosial. Dalam lingkungan kerja yang fisik, ada percakapan informal, interaksi tatap muka, dan hubungan yang terbentuk secara alami antara rekan kerja. Ketika semua itu diubah menjadi rapat virtual dan pesan instan, hubungan-hubungan ini menjadi lebih mekanis dan tidak personal.

Rasa keterasingan dalam pekerjaan jarak jauh bisa menyebabkan perasaan terisolasi yang lebih dalam. Kehilangan percakapan santai di sekitar meja makan siang atau suasana kolaboratif kantor tidak hanya mengurangi rasa kebersamaan, tetapi juga menambah beban psikologis yang semakin membuat kita merasa sendiri.

6. Pengaruh Kesepian Digital pada Kesehatan Mental

Kesepian digital bukan hanya masalah emosional; ini juga berdampak langsung pada kesehatan mental. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang merasa kesepian, meskipun mereka aktif di media sosial, memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami depresi, kecemasan, dan stres. Ironisnya, meskipun teknologi digital dirancang untuk meningkatkan koneksi sosial, penggunaan yang berlebihan atau salah kaprah justru dapat memicu perasaan keterasingan dan depresi.

Selain itu, ketergantungan pada smartphone dan media sosial juga bisa mengurangi kualitas tidur dan mengganggu ritme hidup kita, yang pada akhirnya memengaruhi kesejahteraan kita secara keseluruhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun