Artikel ini merupakan tugas mata kuliah Kajian Pedagogi yang diampu oleh Dr. Rulam Ahmadi, M.Pd., Prodi Magister Pendidikan Bahasa Inggris, Pascasarjana UNISMA Malang.
Pendahuluan
Motivasi belajar merupakan elemen penting yang harus dimiliki oleh setiap siswa dalam melakukan aktifitas belajar. Keberhasilan siswa dalam belajar dapat ditentukan oleh motivasi yang dimilikinya. Tinggi rendahnya motivasi dapat menentukan tinggi rendahnya usaha atau semangat seseorang untuk beraktivitas yang tentu saja akan berpengaruh terhadap pencapaian yang diperolehnya. Banyak siswa yang tidak berhasil mencapai prestasi maksimal karena motivasi belajar yang kurang.
Motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Motivasi menggerakkan individu, mengarahkan tindakan serta memilih tujuan belajar yang dirasa paling berguna lagi kehidupan individu. Dalam proses belajar, motivasi mendorong siswa untuk berusaha mencapai tujuan, dan mengatasi tantangan yang mereka hadapi. Motivasi menjadi alasan yang membuat siswa berbuat, membuat mereka tetap berbuat dan menentukan ke arah mana yang hendak mereka perbuat. Siswa yang memiliki motivasi mempunyai komitmen tinggi. Mereka lebih aktif terlibat dalam pembelajaran dan mampu mempertahankan fokus dengan lebih baik. Sebaliknya, siswa yang tidak atau kurang memiliki motivasi akan mengalami kesulitan dalam mempertahankan minat dalam belajarnya sehingga memengaruhi pencapaian prestasinya.
Menumbuhkan motivasi belajar pada siswa seringkali menjadi tantangan bagi pendidik. Banyak siswa yang menunjukkan kurangnya minat atau keterlibatan dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor baik dari dalam diri siswa sendiri seperti minat, kesiapan, atau kebutuhan maupun faktor dari luar seperti kurangnya pengakuan dan penghargaan, pengalaman sebelumnya yang negatif, atau lingkungan belajar yang kurang mendukung.
Teori belajar operant conditioning yang dikembangkan oleh B.F. Skinner dapat menjadi alternatif solusi dalam menghadapi tantangan tersebut. Teori ini menekankan bahwa perilaku individu dipengaruhi dan dapat dimodifikasi oleh konsekuensi yang mengikutinya (Safira et al., 2024). Menurut Skinner, perilaku manusia dipengaruhi oleh konsekuensi yang diterimanya dan dapat diprediksi serta dikendalikan melalui manipulasi lingkungan. Cara yang efektif untuk mengubah dan mengontrol perilaku adalah dengan melakukan reinforcement (penguatan) baik positif maupun negatif. Pemberian penguatan positif untuk perilaku yang diinginkan dapat meningkatkan keinginan siswa untuk belajar. Sedangkan pemberian penguatan negatif dapat membantu siswa menghindari perilaku yang tidak diinginkan.
Dengan memahami prinsip dan penerapannya, teori belajar operant conditioning dapat membantu pendidik dalam menciptakan lingkungan belajar yang mendukung perilaku positif sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar pada siswa.
Dasar Teori Operant Conditioning
Pada dasarnya operant conditioning merupakan sistem umpan balik sederhana. Prinsip utama dari teori ini adalah bahwa konsekuensi yang mengikuti perilaku akan memengaruhi kemungkinan perilaku tersebut terjadi kembali di masa depan. Skinner menjelaskan bahwa tingkah laku merupakan hasil respon individu terhadap peristiwa (stimulus) yang terjadi di lingkungannya. Ketika pola Stimulus-Respon (S-R) tertentu diperkuat (diberi penghargaan), individu dikondisikan untuk merespons. Bila reward (hadiah) atau penguat mengikuti respon terhadap sebuah stimulus maka respon itu menjadi lebih mungkin muncul di masa yang akan datang.
Respons yang dihasilkan oleh subjek didik merupakan hasil dari stimulus yang diberi penguatan. Skinner membagi pengaruh penguatan menjadi dua, yaitu reinforcement atau penguatan dan punishment atau hukuman. Reinforcement merupakan konsekuensi yang memperkuat tingkah laku tertentu. Dampak tingkah laku atau peristiwa yang memperkuat tingkah laku tersebut dapat berupa perilaku menyenangkan (penguatan positif) dan tidak menyenangkan (penguatan negatif).
Penguatan positif merupakan rangsangan yang dapat memperkuat atau mendorong suatu respon tertentu. Penguatan ini dapat berbentuk reward atau hadiah, baik verbal maupun non-verbal. Penguatan positif memberikan konsekuensi yang menyenangkan subjek didik untuk melakukan tingkah laku tertentu. Penguatan negatif merupakan stimulus yang mendorong seseorang untuk menghindari tingkah laku tertentu karena dampaknya adalah tidak menyenangkan. Dengan kata lain, penguatan negatif akan menjadi penguat perilaku seseorang karena menghindari rangsangan ataupun konsekunsi yang kurang menyenangkan.
Berbeda dengan penguatan negatif, hukuman akan menghasilkan penekanan atau pengurangan pada respon atau tingkah laku karena konsekuensinya. Pada teori operant conditioning, hukuman dapat berupa pemberian stimulus yang tidak menyenangkan (presentation punishment) dan menghilangkan konsekuensi yang menyenangkan (removal punishment).
Apabila diaplikasikan dalam teori pembelajaran, maka teori operant conditioning adalah proses belajar dengan mengendalikan semua respons, kemudian disesuaikan dengan konsekuensi. Dengan demikian, individu akan cenderung mengulang respons-respons yang diikuti oleh penguatan. Proses belajar yang baik akan terjadi jika pendidik mampu mengendalikan seluruh respons yang muncul dari siswa selaku subjek didik, kemudian memberikan penguatannya supaya mereka mampu mencapai tujuan belajar. Pembentukan perubahan perilaku ini harus dilakukan secara berulang-ulang agar benar-benar membentuk suatu kebiasaan.
Penerapan dalam Pembelajaran
Penerapan teori operant conditioning dalam pembelajaran dapat berupa pemberian penguatan dan hukuman. Penguatan positif berupa reward atau penghargaan akan berdampak positif bagi siswa, antara lain menimbulkan respon positif, menciptakan kebiasaan untuk terus melakukan pekerjaan, serta menimbulkan perasaan senang karena mendapat imbalan ketika melakukan pekerjaan. Sedangkan pemberian hukuman atau sanksi kepada subjek didik bertujuan untuk mencegah tingkah laku yang tidak diinginkan. Hukuman yang diberikan haruslah untuk meluruskan tingkah laku siswa, bersifat edukatif, dan proporsional (Arifin dan Humaedah, 2021). Berikut beberapa contoh penerapan teori belajar operant conditioning dalam pembelajaran yang dapat dilakukan pendidik:
1. Pemberian reward berupa pujian, hadiah, atau penghargaan.
Pendidik dapat memberikan reward secara verbal melalui pujian atau non verbal berupa hadiah pada peserta didik yang menunjukkan perilaku atau pencapaian yang baik. Hal ini dapat meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi untuk terus belajar. Pendidik juga dapat memberikan ucapan seperti “semangat, hebat, bagus sekali,” tulisan, gambar, atau simbol-simbol seperti emoji senyum, jempol atau bintang. Pendidik juga dapat memberikan poin atau sticker pada peserta didik yang dapat menyelesaikan tugas dengan baik. Hal ini dapat mendorong peserta didik yang lain untuk melakukan hal yang sama.
2. Penguatan Negatif
Pendidik dapat memberikan teguran atau tidak memberikan hadiah kepada peserta didik yang tidak atau belum menunjukkan perilaku yang diinginkan sehingga peserta didik tersebut akan termotivasi untuk terus belajar dan meningkatkan kemampuannya. Pendidik juga dapat memberikan pengurangan tugas pada peserta didik yang telah menunjukkan perilaku yang sesuai.
3. Hukuman (presentation punishment)
Hukuman diberikan untuk mengatasi perilaku yang tidak diinginkan. Pemberian hukuman dapat diberikan sebagai alternatif terakhir. Terhadap peserta didik yang menunjukkan perilaku yang tidak sesuai, pendidik dapat memberikan hukuman berupa pengurangan nilai atau pemberian tugas tambahan sebagai konsekuensinya. Dengan pemberian hukuman ini diharapkan peserta didik tidak mengulangi perilakunya.
4. Pemadaman (removal punishment)
Pemadaman dapat dilakukan dengan cara tidak memberikan penguatan maupun hukuman sehingga perilaku yang tidak diinginkan lambat laun akan berkurang. Sebagai contoh, ketika ada peserta didik yang berbicara di luar konteks pembelajaran, pendidik tidak memberikan respon atau mengabaikannya dan tetap fokus pada peserta didik lain yang terlibat aktif.
Kesimpulan
Konsep operant conditioning dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang termasuk dalam kegiatan pembelajaran. Pemberian penguatan yang efektif dapat membentuk dan meningkatkan perilaku siswa. Penguatan positif yang dilakukan melalui pemberian imbalan untuk perilaku yang diinginkan, dapat meningkatkan minat siswa dalam belajar. Sementara itu, penguatan negatif dapat membantu mereka menghindari perilaku yang tidak diinginkan dengan menghilangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan. Penerapan teori ini dalam lingkungan belajar dapat menciptakan suasana yang mendorong siswa untuk berpartisipasi secara lebih aktif dan berusaha lebih keras dalam kegiatan belajarnya.
REFERENSI
Arifin, Z., & Humaedah, H. (2021). Application of Theory Operant Conditioning BF Skinner’s in PAI Learning: Penerapan Teori Operant Conditioning B.F Skinner Dalam Pembelajaran PAI. Journal of Contemporary Islamic Education, 1(2), 101–110. https://doi.org/10.25217/cie.v1i2.1602
Mahdhalena, E. Y., Febriyanti, A., & Abadi, M. (2023). Implementasi Metode Tutor Sebaya Model Behavioristik Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XI MIPA 7 SMAN 3 Taruna Angkasa. Pedagogika: Jurnal Ilmu-Ilmu Kependidikan, 3(2), 204–209. https://doi.org/10.57251/ped.v3i2.1199
Purwoko, B., Hanifudin, M., Christian, J. S., Baktiadi, A. N., & Afkar, D. A. A. N. M. (2025). Memahami operant conditioning: Teknik efektif untuk meningkatkan perilaku positif. Cendikia Pendidikan, 11(9). Prev DOI: 10.9644/sindoro.v3i9.267
Rahman, Sunarti. (2021). Pentingnya Motivasi Belajar Dalam Meningkatkan Hasil Belajar. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dasar, November, 289–302.
Safira, E., Fitriani, W., & Mahmud Yunus Batusangkar, U. (2024). Analisis Penerapan Teori Belajar Operant Conditioning. INNOVATIVE: Journal Of Social Science Research, 4, 366–374.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H