Kita sering menjumpai sebuah keluarga yang "kehilangan" anaknya sewaktu dia semester satu atau dua di sebuah perguruan tinggi. "Kehilangan ini bukan kehilangan secara fisik, namun kehilangan secara mental. Mereka tetap tinggal bersama keluarga tetapi seakan raganya menjauh dari raga anggota keluarga lainnya karena faham tertentu.
Dia mulai mengambil jarak bersosialisasitidak hanya dengan saudara dan kerabat tetapi juga orangtua dan teman-teman di sekitar rumah. Dia seringkali punya hubungan dengan orang-orang lain secara khusus.kadang menghilang  secara fisik seharian dankembali dengan dalih bahwa dia bertemu dengan teman-teman untuk belajar agama tanpa menyebutkan apa yang dipelajarinya. Yang diketahui oleh keluarga bahwa dia kini mengikuti kegiatan ekstra kulikuler agama.
Mereka mulai punya kebiasaan-kebiasaan baru. Semisal tak mau salat bersama dengan anggota kelurahan ain. Sering membantah perintah orangtua dan punya  pandangan tersendiri berdasar agama yang dianut.Â
Kadang juga mengeluarga ajaran-ajaran yang mungkinasing namun didasarkan agama. Terkesanfaham yang dianut oleh mereka terlalu berlebihan atau sampai melampaui batas, semisal tidak mau mendekat ke ibunya atau saudara perempuannya, karena alasan agama.
Kita punya contoh nyata atas hal ini adalah keluarga Dita Oepriarto dimana Dita dipercaya menjadi pencetus bagi keluarganya untuk melakukan bom bunuh diri atas tiga gereja di Surabaya pada tahun 2018 lalu.Â
Keluarga Dita itu berbagi tugas yaitu Dita meledakkan gereja GPPS di kawasan jalan Arjuno Surabaya, Istrinya -- Puji Kuswati- dan dua anak perempuannya bertugas meledakkan GKI jl Diponegoro sedangkan dua anak laki-laki yang masih remaja berboncengan dan meledakkan gereja katolik Santa Maria Tak Bercela jl Ngagel Madya Surabaya. Bom meledak hampir bersamaan dengan selisih satu sama lain sekitar 30 menit.
Sikap fanatik Ditalah yang membawa keluarganya melakukan itu. Sikap fanatik itu dipercaya banyak orang dimulai saat Dita mulai aktif di kegiatan ekstra kulikuler di kampusnya, lalu ditambah hubungan dengan beberapa orang yang juga punya faham fanatik. Faham itu terpupuk dan terakumulasi sampai dia memutuskan untuk melakukan bom bunuh diri yang mengagetkan kota itu.
Sikap fanatik yang melampaui batas atau berlebihan atau ghuluw itu sejatinya sikap yang tercela dan dilarang oleh syariat. Faham fanatik sama sekali tidak akan mendatangkan kebaikan bagi pelakunya dan tidak akan diterima oleh Allah SWT meski dia berkilah bahwa itu bentuk dari jihad.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H