Melalui kemampuan berpikir secara mandiri, seseorang mampu mempertahankan opininya berdasarkan data dan fakta bukan apa yang orang atau society katakan.
Di era digital, di mana informasi membanjiri kita tanpa filter, kemampuan berpikir kritis mengalami penurunan akibat pengaruh attention economy dari media sosial. Bagi gen Y, Z dan Alpha, yang tumbuh di era media sosial mendominasi, tentu menjadi tantangan tersendiri untuk melatih diri agar mampu fokus, menganalisa, dan memiliki curiosity, sehingga tidak mudah tergiring opini bahkan termakan hoax.
Apa itu attention econmy? Kondisi dimana perusahaan dan individu berupaya mendapatkan perhatian atau atensi untuk mendapatkan keuntungan. Dan, sadarkah kita bahwa di perang attention economy ini, kita adalah objek penghasilan bagi para pemilik media sosial?
Ya, waktu dan atensi kita di media sosial adalah revenue perusahaan. Sekalipun banyak orang juga mendapatkan keuntungan dan pekerjaan, sayangnya dampak yang terhindarkan adalah penurunan fungsi kognitif otak yang ditandai dengan sulitnya fokus dan berpikir kritis menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja.
Baca juga: 2025: Bersiap untuk Masa Depan, Apa dan Bagaimana?
Degradasi Kemampuan Berpikir Kritis
Apa itu berpikir kritis? Berpikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis, mengevaluasi, dan mensintesis informasi untuk membuat keputusan dan penilaian yang masuk akal. Di era informasi yang melimpah, kemampuan untuk membedakan sumber yang dapat dipercaya, mengenali bias, dan mengevaluasi argumen sangatlah penting.
Berdasarkan The Conversation, Tiktok menjadi platform yang masif menyebarkan isu, disinformasi atau hoax, dan ujaran kebencian melalui video. Selain itu, tak jarang kita melihat konten-konten poor quality atau receh menjadi viral, alhasil konten serupa semakin diikuti oleh content creator lainnya untuk menghasilkan konten receh yang sama.
Candu konten receh tersebut menjadi salah satu faktor turunnya kemampuan otak kita, sehingga mengakibatkan banyak orang tidak mampu berpikir kritis untuk membedakan mana informasi yang benar dan editan. Lantas, bagaimana perang attention economy mempengaruhi kehidupan kita?
1. Mudahnya Seseorang Dimanipulasi
Dalam dunia yang didominasi oleh clickbait, berita palsu, dan konten berbasis algoritma, tanpa berpikir kritis membedakan antara informasi yang dapat dipercaya dan yang menyesatkan memperbesar kemungkinan mudahnya seseorang dimanipulasi dan dimanfaatkan.
Tanpa berpikir kritis, seseorang cenderung mudah digiring opini karena tidak mampu berpikir secara mandiri. Melalui kemampuan berpikir secara mandiri, seseorang mampu mempertahankan opininya berdasarkan data dan fakta bukan apa yang orang atau society katakan.